“Sayang sekali kami warga Desa Embun tidak satu pun memiliki kemampuan bela diri untuk berperang! Jadi kami tidak bisa membantu, selain meminta pada sang Dewata Agung agar kalian bertiga menemui cara untuk dapat merebut kembali tahta Kerajaan itu.” ujar Galang. “Do’a kalian sudah lebih dari cukup buat kami.” ulas Arya. “Do’a? Apa yang saudara Arya maksudkan itu?” tanya Galang yang baru mendengar istilah itu. “Do’a itu sama artinya dengan permohonan, seperti yang hendak kalian lakukan memohon pada Dewata Agung.” tutur Arya menjelaskan. “Oh begitu, tentu saja Arya kami akan selalu berdo’a untuk keberhasilan kalian.” ujar Galang. “Baiklah, kami mohon diri dulu.” tutur Arya. Seluruh warga Desa Embun berdiri dengan penuh sikap hormatnya melepaskan kepergian Arya dan kedua sahabatnya dari desa mereka, para warga Desa Embun itu tidak pernah menyangka akan kedatangan sosok ksatria pembela kebenaran di desa mereka hingga permasalahan besar yang terjadi dan mereka alami selama ini telah d
“He..! He..! He...! Saya hanya ingin tahu apakah pria dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu juga memiliki perasaan yang sama dengan junjungan saya, ternyata dia juga menyukai yang mulia Peri Salju. Apakah yang mulia tidak mengetahui dan merasakan hal itu? Saat ia menggenggam erat jemari yang mulia ketika hendak berpamitan pergi ke arah Timur?.” Lestari menyodorkan pertanyaan yang membuat Peri Salju benar-benar tak mampu menyembunyikan rona merah wajahnya. “Mungkin hanya sebatas menyukai saja, begitu pula Arya karena antara kami memang baru mengenal satu dengan yang lainnya.” tutur Peri Salju sembari menenangkan perasaannya yang sempat berdebar tak menentu, saat Lestari melontarkan pertanyaan yang hampir tidak bisa ia jawab. “Tapi kenapa Arya menghampiri dengan menggenggam begitu eratnya tangan yang mulia Peri Salju?” kembali Lestari melontarkan pertanyaan. “Hemmm, mungkin karena dia merasa dekat dan ingin berpamitan atau juga menunjukan rasa terima kasihnya atas dibawanya ke
Sudah banyak dari para petinggi dan prajurit istana yang mengundurkan diri, sebagian memilih menjadi rakyat biasa, sebagian lagi pergi dari daerah kekuasaan Kerajaan itu. Semua itu dikarenakan ketidaknyaman mereka berada di istana, yang terkadang diperlakukan tidak ubahnya sebagai budak istana Kerajaan itu. “Purbanuri, kau benar-benar telah berkuasa penuh sejak putramu Boma Santa memengang tahta Kerajaan. Segala keinginanmu telah kau capai dan hidup penuh bergelimang harta. He..! He..! He..!” tutur seorang perempuan tua yang rambutnya telah memutih semua, giginya yang tidak lagi lengkap itu tampak menghitam saat ia tertawa. “Ini semua juga berkat jasamu yang membantu putra saya merebut tahta Kerajaan dari Kanda Sapta Wiruga, Nyi Cawang. Dan apapun yang kau minta juga telah kami penuhi, apakah semua yang kami beri masih kurang?!” ujar perempuan yang bernama Purbanuri itu sembari bertanya. “Tentu saja tidak, apa yang kalian berikan sudah lebih dari cukup. Saya sudah hidup enak di ist
Pagi itu Boma Santa yang didampingi Panglima Kerajaan menemui beberapa orang prajurit yang ditugaskan meminta upeti kemarin sore ke desa-desa, melihat dari raut wajah Boma Santa yang kurang ceria, agaknya dia tidak senang akan hasil kerja dari para prajurit yang akan ia temui dihalaman istana Kerajaan itu. “Aku mendapat laporan dari Panglima! Bahwasanya upeti yang aku perintahkan kepada kalian untuk memintanya pada warga desa, jauh berkurang dari biasanya! Apa penyebabnya hingga itu terjadi?” tanya Boma Santa dengan nada suara yang menghardik para prajurit dihalaman istana Kerajaan itu. “Maafkan kami yang mulia! Para penduduk saat kami datang sedang tidak berada dikediaman mereka! Kami coba mendatangi lahan persawahan mereka, tetap juga tidak kami temui!” jawab salah seorang prajurit istana itu. “Kalian jangan pernah berbohong kepadaku! Mana mungkin pagi-pagi begini para warga desa tidak ada dikediaman maupun persawahan mereka!” hardik Boma Santa. “Apa yang kami katakan benar adan
“Apakah itu tidak berbahaya bagi kalian nantinya?!” Rampati menguatirkan Arya dan kedua sahabatnya. “Tentu saja berbahaya, Kanda! Tapi Kanda dan Paman tidak perlu kuatir, kami akan baik-baik saja dan berusaha membebaskan putri Paman Kibayu itu!” tutur Arya. “Terima kasih sebelumnya aku ucapkan pada saudara Arya dan para sahabat yang telah bersedia mempertaruhkan nyawa demi untuk membebaskan putri kami! Sungguh kami telah merepotkan kalian akan hal yang tentunya tidak mudah untuk dilakukan!” ucap Kibayu. “Ya Paman, kami mengerti hal ini jelas tidak mudah! Namun kami akan berupaya sebisa mungkin untuk membebaskan putri Paman itu! Orang-orang seperti mereka tidak bisa dibiarkan, mereka harus ditumpas agar tidak lagi membuat keonaran di desa ini dan desa-desa lainnya!” tutur Arya. “Mereka jumlahnya cukup banyak saudara, Arya! Diperkirakan ada 30 orang lebih!” ujar Rampati. “Kanda Rampati dan Paman Kibayu tidak perlu kuatir! Sahabatku Arya telah terbiasa menghadapi puluhan orang! Bahk
“Oh jadi karena alasan itu mereka sengaja tidak berada di pemukiman dari pagi hingga sore harinya? Baiklah minggu depan saja kalian kembali menagih upeti itu ke desa-desa! Sekarang silahkan kalian kembali untuk menjalankan tugas lainnya!” Boma Santa akhirnya tidak dapat bersikeras karena Panglima memberikan alasan yang tepat. Panglima dan para prajurit pun kembali ke tempat mereka masing-masing melaksanakan tugas lainnya, sementara Boma Santa masih berada di ruangan itu ditemani orang-orang kepercayaan berserta Ibundanya. Sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi terletak di seberang persawahan warga desa, di atasnya terdapat dua buah bangunan berupa rumah. Satu rumah berbentuk biasa dan yang satu lagi berbentuk memanjang, itu lah Padepokan Kelabang Hitam. Setelah membawa seorang wanita muda dari Desa Teratai kepada Guru sekaligus ketua mereka di kediamannya, para murid padepokan kembali ke tempat mereka di rumah yang dibangun memanjang itu. “Ha...ha..ha..! Akhirnya kau dapat juga aku
“Jurus Kelabang Hitam Menebar Maut!” seru Brajasona dengan kedua jari tangannya seperti mencengkram kemudian melesat cepat ke arah leher Arya. “Blaaaaaaaaaam...!” sang pendekar yang mengetahui jika dia hendak diserang dengan pukulan andalan ketua padepokan itu segera melepaskan ajian Topan Gunung Sumbing, hingga terdengar suara benturan pukulan dashyat dan tubuh Brajasona pun tersurut mundur beberapa langkah. “Ajian Kelabang Hitam Neraka!” seru Brajasona lagi, kali ini tubuh dan kedua telapak tangannya yang telah menyala kobaran api melesat cepat ke arah Arya. “Blaaaaaaaaaam...! Kraaaaaaaaaak..! Bruuuuuuuuuuk..!” Arya menyambut dengan dua ajian andalannya, pertama menghantamkan ajian Topan Gunung Sumbing membuat suara benturan dan tubuh Brajasona sempoyongan, kemudian sang pendekar menyusul dengan ajian Cindaku Menghatam Karang yang tepat mengenai kepala Brajasona hingga kepala ketua Padepokan Kelabang itu retak lalu jatuh tergeletak di tanah dengan nyawa telah terpisah dari ragany
“Kanda Arya, dan semuanya silahkan diminum teh hangatnya!” ujar Kinanti yang ternyata beberapa saat yang lalu saat Arya tengah asyik bercakap-cakap dengan Tampati menuju ke dapur membuatkan seluruh orang yang ada diruang depan rumah itu minuman. “Terima kasih, Kinanti” ucap mereka. “Aku yang musti berterima kasih pada Kanda Arya dan para sahabatnya yang telah membebaskan dan membawa aku kembali ke desa ini dari sekapan Brajasona!” ucap Kinanti dengan senyum manisnya. Untuk diketahui Kinanti adalah gadis yang sangat cantik ,boleh dikatakan bunga desa di Desa Teratai itu, wajar saja Brajasona yang pernah melihatnya berkeinginan untuk menjadikan dia istri dan diboyong ke Padepokan Kelabang Hitam. “Jika Kanda tidak datang, entah bagaimana nasibku yang rencananya akan dikawin paksa oleh Brajasona besok pagi! Aku disekap di dalam kamar oleh dua orang anak buahnya!” sambung Kinanti. “Ya, kami merasa senang dapat membebaskan dan membawamu kembali ke rumah ini! Dan Desa Teratai akan aman,
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa