“Pasti sosok mu sangat disanjung dan dirindui orang-orang di negeri asalmu, apalagi kau telah banyak berbuat kebaikan pada mereka. Saya semakin faham sekarang, jika berbuat kebaikan akan jauh lebih baik dibandingkan berupaya membalaskan dendam.” ujar Dewa Bola Api yang sampai saat itu masih menaruh dendam pada prajurit Kerajaan Angkasa, yang telah membumi hanguskan pemukiman serta membunuh saudara-saudaranya. “Ya, berbuat kebaikan dan membela kebenaran merupakan kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang pendekar. Semua itu dilakukan bukan untuk mendapat sanjungan ataupun penghargaan, melainkan tuntutan hati nurani karena tak ingin melihat penindasan pada orang-orang yang lemah dan tak berdosa.” tutur Arya menambahkan. Malam kian larut hawa pun terasa lebih dingin, Arya dan kedua sahabatnya hentikan perbincangan mereka lalu mengikuti Benggala yang lebih dulu beristirahat di tepian sungai itu. Unggunan api masih menyala, aroma bekas ikan panggang pun masih tercium diterpa angin m
“Apakah kamu telah menghubungi salah seorang dari sahabat-sahabat kita itu?” tanya Dwita yang juga ikut memikirkan para sahabatnya itu. “Belum Dwita, sejak kita berpencar di kawasan sebuah hutan beberapa waktu yang lalu. Baik saya maupun salah seorang dari mereka belum ada yang menghubungi saya, saya kuatir terjadi sesuatu pada mereka.” tutur Dwira yang mulai cemas akan keadaan para sahabatnya itu. “Nanti malam coba kamu hubungi salah seorang dari mereka, paling tidak kita tahu keberadaan mereka saat ini di mana.” “Ya, nanti malam saya akan berusaha menghubungi mereka. Sekarang sebaiknya kita sudahi pertemuan kita ini, saya kuatir jika lama-lama meninggalkan kawasan pemukiman Suku Dolo mereka akan menaruh kecurigaan pada saya.” tutur Dwira. “Baiklah, sekarang kita kembali ke kawasan kita masing-masing. Jangan lupa nanti kabarkan kepada saya tentang kapan rencana itu akan kita laksanakan dan kabar tentang para sahabat kita itu!” ujar Dwita. “Ya, nanti saya kabarkan.” habis berucap
“Baik yang mulia, apakah ada tugas lain yang harus hamba laksanakan?” tanya Panglima. “Tidak ada lagi, kau boleh kembali ke tempatmu! Jika ada berita dari Dwira, kabarkan pada saya segera!” tutur Durpa tersenyum kemudian melirik permaisurinya Durpi, permaisuri itu pun balas tersenyum. Panglima Kerajaan Siluman segera meninggalkan ruangan di mana Durpa di dampingi Durpi duduk di singasana, setelah memeriksa para pasukan dan pengawal di Kerajaan itu, Panglima beristirahat di tempat yang diberi khusus untuknya. ****** Setelah berancak dari tepian sungai sejak fajar menyinsing, Arya dan tiga sahabatnya tiba di kawasan di mana di sana banyak terdapat pohon sagu. “Kawasan hutan apa ini, pohon-pohon di sini aneh dan serupa semuanya?” tanya Benggala. “Ini bukan hutan melainkan semacam perkebunan, ini namanya pohon sagu. Saya yakin, tak jauh dari sini pasti ada pemukiman kelompok atau pun suku lain penghuni Negeri Peri ini.” tutur Arya sambil mengamati pohon-pohon sagu itu. “Memangnya a
“Mari, kita duduk di pendopo sebelah! Kebetulan kita cukup banyak jadi di bandingkan di dalam rumah ini, di sana lebih leluasa untuk kita duduk dan berbincang-bincang.” ujar lelaki itu sembari mengajak Arya dan ketiga sahabatnya serta belasan lelaki kelompok manusia kura-kura itu. “Siapa gerangan kisanak-kisanak ini?” tanya Ketua kelompok manusia kura-kura, setelah ia dan yang lainnya duduk di pendopo itu. “Nama saya Arya dan ini sahabat-sahabat saya.” jawab Arya. “Saya Wirya, Ketua kelompok manusia kura-kura. Dari mana dan hendak ke mana kalian hingga sampai di pemukiman ini?” tanya Ketua kelompok manusia kura-kura yang bernama Wirya itu. “Kami hendak menuju ke arah Utara sana! Kami tak sengaja memasuki kawasan perkebunan sagu, dan tadi sempat diserang oleh kisanak-kisanak ini. Namun di antara kami tak ada yang terluka, karena segera dapat mengendalikan diri dan menyadari jika semuanya adalah kesalahfahaman saja.” tutur Arya. “Maafkan atas sikap yang tak ramah saudara-saudara sa
Malam itu Arya dan para sahabatnya benar-benar disuguhkan makanan yang special dari sagu dilengkapi lauk-pauk dan yang lainnya, sungguh nikmat terlebih makan bersama-sama dengan para manusia kura-kura di pemukiman itu. Benggala biasanya hanya mau memakan daging yang mentah, malam itu mencoba sedikit sagu yang dimasak sedemikian rupa menjadi makanan lezat dan mengenyangkan. “Biasanya sahabat saya ini tak pernah mau makan makanan yang telah dimasak, namun malam ini hal yang tak biasa itu kita lihat bersama. Bagaimana makanan yang dimasak lezat juga kan, Benggala? He..! He..! He..!” celetuk Arya mencandai sahabatnya yang berwujud Harimau Putih itu. “Hemmmm, ya. Aroma sagu ini membuat saya ingin mencobanya, ternyata benar-benar lezat dan mengenyangkan.” ujar Benggala dengan senyumnya. “Ha..! Ha..! Ha..! Baru kali ini saya melihat seekor harimau doyan sagu!” Dewa Bola Api tertawa terbaha-bahak. “Deeeeeees..! Bruuuuuk..! Ha..! Ha..! Ha..! Dasar cebol, sesuka hatimu saja berceletuk!” Ben
Keempat naga itu menemui ajal mereka, lalu berubah wujud menjadi sosok perempuan tergeletak kaku tak bernyawa lagi. “Hemmmm, rupanya mereka!” gumam Arya dalam hati yang mengenal wajah salah seorang perempuan yang terbujur kaku dengan leher robek besar terkena cakaran Benggala. “Bukankah ini perempuan yang pernah bertarung dengan kita beberapa waktu yang lalu itu, Arya?!” tanya Benggala. “Ya, keempat perempuan ini adalah kawanan para perempuan misterius yang kita lawan dulu di kawasan hutan. Ternyata mereka memang telah berniat, untuk menyerang kembali pemukiman manusia kura-kura ini.” tutur Arya. Tak berselang lama, puluhan warga manusia kura-kura berdatangan ingin melihat sosok naga yang telah tewas dan berubah wujud menjadi 4 sosok perempuan itu. Mereka terlihat gembira, karena Arya dan para sahabatnya berhasil menewaskan para perempuan pengacau itu. “Apakah rumah yang terbakar sudah kalian padamkan?” tanya Arya. “Kami tak berhasil memadamkannya, api terlalu besar dan cepat me
“Kebiasaan itu sudah ada turun-temurun dari leluhur kami, jadi kami sudah terbiasa bergotong-royong seperti yang baru saja kita lakukan membangun rumah Darsa ini kembali.” ujar Wirya. “Terjawab sudah jika kekacauan yang terjadi di beberapa kelompok atau suku di Negeri Peri, akhir-akhir ini ulah para perempuan siluman utusan Kerajaan Angkasa.” ulas Benggala. “Ya benar, dan para perempuan itu bukan hanya empat orang saja masih ada belasan lainnya.” tutur Arya. “Masih ada belasan lainnya? Tapi yang kemarin menyerang pemukiman ini juga empat wanita itu?” ujar Wirya. “Mungkin mereka membagi menjadi beberapa kelompok, dan kebetulan kelompok 4 perempuan itu yang melintas di kawasan ini!” tutur Arya. “Apakah itu berarti kawasan ini sudah benar-benar aman, Arya?” tanya Dewa Bola Api. “Saya rasa sudah aman, karena kelompok lainnya tentu menuju kawasan lain Negeri Peri ini. Namun kalian tetap dituntut selalu waspada, bisa saja kelompok lain bukan dari kawanan perempuan itu yang memasuki se
Saat kuda putih bersayap menapak di tanah itulah Mahadewi dan para Dewi mengenal sosok yang duduk di punggung kuda itu dengan tanda mahkota di kepalanya, mereka semua bersimpuh di tanah memberi hormat. “Salam hormat kami wahai yang mulia Peri, yang mulia datang pada saat yang tepat menolong kami.” ucap Mahadewi yang memimpin para Dewi melakukan penghormatan. “Siapa namamu, dan kalian dari kelompok apa?” tanya perempuan jelita yang telah melompat turun dari kuda putih bersayap tunggangannya. “Nama saya Mahadewi, dan kami tergabung dalam sebuah kelompok yang kami berinama Para Dewi. Kami bermukim di sini, dan kami seluruhnya perempuan.” jawab Mahadewi sembari memberi hormat kembali. “Oh begitu, kalian tahu dengan sosok yang menyerang kalian itu?” tanya perempuan cantik berpakaian serba putih itu. “Kami tidak tahu yang mulia Peri, mereka datang begitu tiba-tiba lantas menyerang dan sempat membakar beberapa buah rumah kami.” jawab Mahadewi. “Mereka adalah para perempuan siluman yang
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa