“Saya jadi tak sabar ingin membuktikan ucapanmu itu!” Dwita rebahkan kepalanya dipundak Rano. Rano memahami jika Ketua kelompok manusia beruang itu ingin segera ditiduri, dengan segera pula Rano membopong tubuh Dwita ke atas ranjang di dalam sebuah rumah panggung yang terletak di tengah-tengah di antara rumah panggung lainnya. Seperti manusia normal lainnya, mereka melakukan itu penuh gairah dan nafsu yang membara. Sentuhan dan gerakan-gerakan yang dilakukan Rano membuat tubuh Dwita seperti melayang, dan begitu mencapai puncak yang dituju kedua tubuh yang bergumul itu pun terkulai lemas bermandikan keringat. Dwita merupakan salah satu utusan dari Kerajaan Siluman, ia berhasil menyusup dalam kelompok manusia beruang sejak memisahkan diri dengan para utusan yang lainnya setelah dia dan para utusan itu gagal menyingkirkan Arya dan ketiga sahabatnya dalam pertarungan di kawasan hutan di pinggiran sungai beberapa waktu yang lalu. Sejak saat itu Dwira nama salah satu utusan Kerajaan Sil
“Saudara-saudaraku semua, karena sudah jelas tentang siapa perempaun yang baru saja ditangkap oleh beberapa orang saudara kita yang tengah berburu di hutan sana! Sekarang kalian semua silahkan melanjutkan pekerjaan kalian yang tadi sempat terhenti! Jika ada sesuatu cepat kabarkan saya, begitu pula sebaliknya saya akan mengabari kalian segera!” tutur Prawira pada warganya. “Baik kepala suku, kami pamit bekerja kembali.” ujar para Suku Dolo yang tadi berkumpul di depan kediaman kepala suku mereka itu. Sepeninggalnya para Suku Dolo melakukan pekerjaan mereka yang sempat tertunda tadi, Dwira yang kini berada di dalam sebuah rumah yang diperuntukan bagi tamu itu tengah berfikir akan melakukan sesuatu yang dapat memuluskan tujuannya. Perempuan cantik yang tidak lain adalah salah satu utusan Kerajaan Siluman itu dan dia juga yang dipercayakan sebagai pemimpin dari para perempuan utusan lainnya, tentu saja niatnya singgah di pemukiman Suku Dolo untuk mempengaruhi mereka seperti keberhasilan
“Terima kasih kepala suku telah mengizinkan saya untuk bermalam di pemukiman ini, sebelum saya pamit menemui saudara saya di kawasan pemukiman manusia beruang ada yang hendak saya sampaikan pada kepala suku.” ucap Dwira. “Katakanlah apa yang hendak kau sampaikan, Dwira?” ujar Prawira. “Sebenarnya saya merasa berat untuk mengunjungi saudara saya di pemukiman manusia beruang itu, karena saya yakin saudara saya itu telah dipengaruhi oleh mereka dan akan sulit untuk diajak kembali ke pemukiman kami.” tutur Dwira. “Memangnya pemukiman kalian terletak di kawasan mana?” tanya Prawira sambil mengajak Dwira duduk di sebuah pendopo di depan rumah salah seorang warga Suku Dolo yang akan memanen padi itu. “Kami tinggal di kawasan sebelah Selatan sana, tadi malam saya telah banyak bercerita perihal diri saya dengan Lindi dan sahabat perempuan Suku Dolo lainnya. Lindi, kemarilah!” tutur Dwira seraya memanggil Lindi yang memang pada saat itu ikut berkumpul di depan pendopo rumah itu. “Ya, ada a
“He..! He..! He..! Apa yang kamu katakan memang benar adanya Arya, perut saya kenyang sekali dan membuat mata saya mengantuk, ditambah angin yang bertiup dari arah danau itu rasanya saya sudah tak tahan lagi ingin tidur barang sejenak.” akui Benggala sembari cengengesan di sela matanya yang mulai menyipit. “Ya sudah, kalau kau mengantuk tidurlah dulu! Kebetulan saat ini matahari tegak lurus di atas kepala, akan terasa gerah tentunya jika kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Nanti setelah matahari agak condong, barulah kita mulai melangkah.” tutur Arya. “Apa kamu yakin nanti akan melangkah ke arah Utara?” tanya Yuda Tirta. “Ya, hati saya mengatakan kita musti ke arah Utara. Bagaimana dengan kamu Sugara, apakah kamu masih ingin ikut pengembaraan kami? Atau ada rencana lain yang hendak kamu lakukan?” tanya Arya. “Karena saya sudah tak memiliki siapa-siapa lagi di negeri ini selain kalian, tentu saja saya akan ikut ke manapun kalian pergi. Lagi pula mengembara bersama kalian,
Sementara siang hari itu para Suku Dolo yang bergotong royong membantu beberapa warga memanen padi di sawah tampak berkumpul di dangau-dangau di pinggiran persawahan, mereka beristirahat dan makan siang bersama. “Padi yang kita panen sudah 2/3 selesai, diperkirakan sebelum sore hari semua padi-padi ini sudah selesai kita panen dan bawa ke pemukiman.” ujar Prawira pada warga Suku Dolo yang saat itu berkumpul sambil makan siang bersama. “Iya kepala suku, cuaca hari ini juga mendukung kita semua merasa mudah untuk melakukan panen bersama ini.” ulas salah seorang lelaki Suku Dolo itu. “Hasil panen kali ini melebihi pendapatan panen sebelumnya, ini bisa untuk persediaan para warga jika musim hujan tiba atau juga rembesan salju dari arah Utara.” tutur Prawira, karena di Negeri Peri terutama di kawasan Utara terjadi 3 musim yaitu panas, hujan dan salju. “Beberapa orang juga tengah berusaha memburu rusa di hutan untuk keperluan acara pesta panen nanti malam kepala suku.” ujar salah seoran
Dari sebuah rumah yang baru didirikan di pinggiran danau pulau kematian, Arya berserta ketiga sahabatnya mulai melangkah ke arah Utara Negeri Peri. Meskipun Dewa Bola Api masih merasa sedih dan masih ingin berada di rumah yang baru dibangun itu agak beberapa malam lagi namun karena tugas yang musti dijalani sang Pendekar Rajawali Dari Andalas, ia dan kedua sahabatanya yang lain juga harus melangkah tinggalkan kawasan tepian danau itu. Kawasan pertama mereka jumpai padang rumput ilalang yang sangat luas, namun sebagai manusia yang di atas rata-rata memiliki ilmu kanuragan serta meringankan tubuh, padang rumput ilalang yang sangat luas itu bukanlah hal yang berat untuk mereka lalui. Tak beberapa menit setelah melewati padang rumput itu Arya dan ketiga sahabatnya tiba di pinggiran anak sungai berbatu kecil-kecil dan berpasir, sungai itu keruh agaknya hujan lebat terjadi dihulu. Di seberang sungai terdapat bukit yang tidak terlalu tinggi, namun pepohonan yang tumbuh di lereng bukit itu
“Benar, kisanak.” jawab Arya singkat sembari menjurakan senyum ramah dan persahabatan. “Hemmm, melihat sikap dan cara bicaramu agaknya memang kalian bukanlah bagian dari para pengacau yang kemarin mendatangi kawasan pemukiman Suku Simba ini. Perkenalkan nama saya Askabima, dan saya adalah kepala suku di sini. Mari masuk, kita bicara di dalam!” tutur ramah lelaki yang sebagian rambutnya telah memutih itu, sembari memperkenalkan namanya serta mengajak Arya dan ketiga sahabatnya untuk masuk ke dalam rumah yang cukup besar itu. “Terima kasih, kepala suku.” ucap Arya lalu ia dan ketiga sahabatnya mengikuti langkah Askabima masuk ke dalam rumah. Sebagian dari lelaki Suku Simba ada yang ikut serta masuk ke dalam rumah, sebagian lagi menunggu dil uar sambil berjaga-jaga. Kemudian tak beberapa lama di depan rumah kepala Suku Simba itu, tampak ramai didatangi para penghuni kawasan pemukiman yang juga tentunya bagian dari Suku Simba itu. Agaknya mereka yang ikut berkumpul begitu ramainya di
“Lantas apa rencana selanjutnya yang ingin kamu lakukan?” tanya Prawira. “Saya sendiri bingung kepala suku, jika saya kembali tanpa membawa saudara saya itu keluarga saya pasti akan meminta saya untuk terus berusaha membujuknya sampai berhasil. Jika saya kembali ke pemukiman manusia beruang, bukan tidak mungkin saya akan diperlakukan kasar oleh kelompok manusia beruang itu bahkan mungkin juga oleh saudara saya itu sendiri. Jika kepala suku tak keberatan, saya ingin tinggal di pemukiman ini saja menjadi bagian dari Suku Dolo ini.” tutur Dwira yang benar-benar pandai mengarang cerita. “Bagaimana menurutmu, Sima?” Prawira bertanya pada Sima akan pendapatnya. “Kalau saya setuju-setuju saja kepala suku, karena saya lihat keinginan Dwira tinggal dan bergabung dengan suku kita cukup besar. Begitu pula dengan menimbang permasalahan yang tengah ia hadapi, rasanya sudah sepantasnya pula kita Suku Dolo ini membantunya dengan mengizinkan dia tinggal di sini.” tutur Sima. “Ya, saya juga sepend
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa