Dari sebuah rumah yang baru didirikan di pinggiran danau pulau kematian, Arya berserta ketiga sahabatnya mulai melangkah ke arah Utara Negeri Peri. Meskipun Dewa Bola Api masih merasa sedih dan masih ingin berada di rumah yang baru dibangun itu agak beberapa malam lagi namun karena tugas yang musti dijalani sang Pendekar Rajawali Dari Andalas, ia dan kedua sahabatanya yang lain juga harus melangkah tinggalkan kawasan tepian danau itu. Kawasan pertama mereka jumpai padang rumput ilalang yang sangat luas, namun sebagai manusia yang di atas rata-rata memiliki ilmu kanuragan serta meringankan tubuh, padang rumput ilalang yang sangat luas itu bukanlah hal yang berat untuk mereka lalui. Tak beberapa menit setelah melewati padang rumput itu Arya dan ketiga sahabatnya tiba di pinggiran anak sungai berbatu kecil-kecil dan berpasir, sungai itu keruh agaknya hujan lebat terjadi dihulu. Di seberang sungai terdapat bukit yang tidak terlalu tinggi, namun pepohonan yang tumbuh di lereng bukit itu
“Benar, kisanak.” jawab Arya singkat sembari menjurakan senyum ramah dan persahabatan. “Hemmm, melihat sikap dan cara bicaramu agaknya memang kalian bukanlah bagian dari para pengacau yang kemarin mendatangi kawasan pemukiman Suku Simba ini. Perkenalkan nama saya Askabima, dan saya adalah kepala suku di sini. Mari masuk, kita bicara di dalam!” tutur ramah lelaki yang sebagian rambutnya telah memutih itu, sembari memperkenalkan namanya serta mengajak Arya dan ketiga sahabatnya untuk masuk ke dalam rumah yang cukup besar itu. “Terima kasih, kepala suku.” ucap Arya lalu ia dan ketiga sahabatnya mengikuti langkah Askabima masuk ke dalam rumah. Sebagian dari lelaki Suku Simba ada yang ikut serta masuk ke dalam rumah, sebagian lagi menunggu dil uar sambil berjaga-jaga. Kemudian tak beberapa lama di depan rumah kepala Suku Simba itu, tampak ramai didatangi para penghuni kawasan pemukiman yang juga tentunya bagian dari Suku Simba itu. Agaknya mereka yang ikut berkumpul begitu ramainya di
“Lantas apa rencana selanjutnya yang ingin kamu lakukan?” tanya Prawira. “Saya sendiri bingung kepala suku, jika saya kembali tanpa membawa saudara saya itu keluarga saya pasti akan meminta saya untuk terus berusaha membujuknya sampai berhasil. Jika saya kembali ke pemukiman manusia beruang, bukan tidak mungkin saya akan diperlakukan kasar oleh kelompok manusia beruang itu bahkan mungkin juga oleh saudara saya itu sendiri. Jika kepala suku tak keberatan, saya ingin tinggal di pemukiman ini saja menjadi bagian dari Suku Dolo ini.” tutur Dwira yang benar-benar pandai mengarang cerita. “Bagaimana menurutmu, Sima?” Prawira bertanya pada Sima akan pendapatnya. “Kalau saya setuju-setuju saja kepala suku, karena saya lihat keinginan Dwira tinggal dan bergabung dengan suku kita cukup besar. Begitu pula dengan menimbang permasalahan yang tengah ia hadapi, rasanya sudah sepantasnya pula kita Suku Dolo ini membantunya dengan mengizinkan dia tinggal di sini.” tutur Sima. “Ya, saya juga sepend
“Mereka sepertinya berpencar saat tiba di pinggiran hutan sana!” ujar Askabima menujuk ke arah Utara. “Wajar saja jika beberapa orang dari Suku Simba yang bertemu dengan kami di hutan tadi sangat tegas dan langsung menyerang, rupanya karena kejadian kemarin hingga mereka langsung mewaspadai setiap orang asing yang melintas di kawasan pemukiman ini.” tutur Arya. “Maafkan atas sikap kasar yang dilakukan beberapa orang warga Suku Simba tadi terhadap kalian.” ucap Askabima mewakili beberapa orang Suku Simba yang menyerang Arya dan para sahabatnya tadi sore di kawasan hutan. “Tidak apa-apa kepala suku, setelah kami tahu apa yang telah terjadi di kawasan pemukiman ini sebelumnya kami pun memakluminya. Kami senang melihat para Suku Simba begitu kompak, hingga dengan begitu kalian akan kuat dan terbukti dapat mengusir kawanan pengacau yang memasuki kawasan ini.” puji Arya. “Kerajaan Angkasa itu berada di kawasan mana, Arya? Apakah dekat dari pemukiman kami ini?” tanya Askabima. “Sesuai n
Para lelaki Suku Dolo nampak sibuk memasang tenda yang akan mereka jadikan tempat berkumpul di depan halaman rumah yang luas milik kepala suku, sementara para perempuannya telah mulai memasak mulai dari nasi, lauk-pauk serta minuman yang akan disuguhkan untuk keperluan acara pesta panen nantinya. Dwira juga ikut membantu para perempuan Suku Dolo itu, karena hari itu dia merupakan bagian dari Suku Dolo yang diizinkan tinggal di pemukiman itu setelah mendapat persetujuan sebagian besar dari penduduk Suku Dolo. “Apakah acara semacam ini selalu diadakan setiap kali panen, Sima?” tanya Dwira yang ikut membantu memasak di bagian samping rumah Prawira. “Iya Dwira, kami selalu mengadakan acara syukuran setiap kali panen dan mendapat hasil yang berlimpah. Tradisi ini sudah ada sejak belasan tahun yang lalu, saat berdirinya Suku Dolo.” tutur Sima. “Apakah para lelaki Suku Dolo juga pintar dalam hal bela diri menghadapi jika musuh datang ke kawasan pemukiman ini?” tanya Dwira lagi. “Sejauh
Acara makan siang bersama pun usai, Arya dan ketiga sahabatnya pun berdiri dari duduknya diikuti seluruh warga Suku Simba.“Para saudara Suku Simba semua! Sepertinya sudah saatnya pula kami mohon diri untuk melanjutkan perjalanan ke arah Utara sana, terima kasih untuk jamuan makan siangnya.” ucap Arya mewakili para sahabatnya.“Ya Arya, kami juga berterima kasih dan sangat senang bertemu dengan kalian. Jika suatu saat nanti kalian melintas kembali di kawasan pemukiman ini, jangan sungkan untuk singgah.” tutur Askabima mewakili para Suku Simba.“Tentu saja kepala suku, kami pasti akan singgah jika nanti melintasi kawasan pemukiman ini.” habis berucap Arya dan ketiga sahabatnya lambaikan tangan, kemudian meninggalkan kawasan pemukiman Suku Simba itu.******Acara pesta panen yang diadakan Suku Dolo siang itu sangat meriah, selain di sekitar halaman tempat kediaman kepala suku yang telah dipasang tenda-tenda tersedia berbagai jenis makanan dilengkapi minuman juga terdapat pertunjukan tar
“Sejauh ini kita para biksu belum dapat berbuat apa-apa untuk mencegah kejahatan serta ambisi Batara Durja menguasai negeri di atas awan, selain menjaga kuil ini yang memang belum mampu dimasuki para pasukan Kerajaan Angkasa. Tapi saya kuatir cepat atau lambat Batara Durja akan menemui cara untuk dapat masuk, dan itu sangat berbahaya!” tutur salah seorang biksu menunjukan rasa kecemasannya. “Amitaba...! Moga sang Budha selalu menjaga kawasan kuil suci ini.” ucap biksu pemilik kitab Telapak Budha itu. Sore yang cukup cerah itu dimanfaatkan Dwira dan para lelaki Suku Dolo untuk berlatih di lahan persawahan kering yang baru dipanen, setiap lelaki yang ingin berlatih telah membekali diri mereka dengan persenjataan yang tadi siang diminta oleh Dwira. Prawira sebagai kepala suku tidak ikut berlatih, dia hanya memantau para warganya yang ingin berlatih menggunakan senjata dan ilmu bela diri yang akan diajarkan Dwira. Hal pertama yang dilakukan Dwira meminta para lelaki Suku Dolo itu berla
“Kira-kira apa ya yang terjadi di sana, yang mulia?” tanya Lestari. “Entahlah, Peri Ratu hanya meminta saya untuk turun mengawasi. Sekilas ia mengatakan, jika pihak Kerajaan Angkasa tengah berupaya menyusup kelompok-kelompok manusia penghuni negeri itu untuk melakukan tindakan yang dapat membuat kekacauan antar kelompok di sana. Jika itu benar adanya tentu saja tak bisa dibiarkan berlarut-larut, para penyusup itu harus ditumpas!” tutur Peri Salju. “Benar yang mulia, karena Negeri Peri merupakan negeri di bawah kekuasaan para Peri di negeri di atas awan ini. Jadi kapan rencananya yang mulia akan turun menyelidiki negeri itu?” tanya Lestari lagi. “Karena hari sudah semakin sore, sebaiknya saya ke sana besok pagi saja. Selama saya turun ke Negeri Peri, saya harap kalian bisa menjaga istana ini dengan baik. Jangan sampai lengah, karena setiap saat pihak Kerajaan Angkasa dapat pula menyusup ke istana ini!” tutur Peri Salju mengingatkan. “Yang mulia tenang saja, nanti saya akan beri tah
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa