Mereka berempat seakan tak merasakan hawa dingin dari deruan angin kencang yang selalu bertiup, sementara api yang mereka unggun tak mampu menyala besar karena ranting-ranting yang mereka tumpuk lama-kelamaan menjadi berembun akibat lebatnya hujan yang diterpa angin kencang. Walaupun demikian api unggun itu tak padam, ia tetap menyala meskipun nyalanya hanya sekedar dapat membuat ranting-ranting itu menjadi bara dalam waktu yang cukup lama. Saat mereka terjaga di pagi harinya, saat itulah hujan sudah tak lagi turun. Namun tetap saja akibat lebat dan lamanya hujan semalam, pagi itu nampak berkabut dan terasa dingin di kawasan pinggiran hutan tempat Arya dan ketiga sahabatnya beristirahat di bawah sebatang pohon. “Untung saja pohon besar ini cukup rindang hingga mampu menahan hujan lebat yang turun tadi malam, kalau tidak tentu badan kita akan basah kuyup.” tutur Benggala. “Ya, yang ditakutkan jika tembakau Dewa Bola Api basah kuyup akan susah kering karena pagi ini matahari belum ju
“Beruang? Saya tak melihat sosok beruang sejak kamu ke luar dari sela-sela pepohonan itu, memangnya kamu dari mana sampai dikejar-kejar beruang?” tanya Arya. “Saya tadi mencuci pakaian di sebelah sana! Kemudian beruang itu muncul dari hutan itu hendak menerkam saya!” jawab perempuan itu. “Kamu sendirian saja mencuci pakaian di sungai ini?” tanya Arya lagi karena merasa heran. “Tadinya saya bersama teman-teman, karena pakaian mereka sudah selesai dicuci semuanya mereka pamit untuk pulang lebih dulu.” “Oh begitu? Jadi tak jauh dari sungai ini ada pemukiman rupanya, di sebelah mana pemukiman kalian berada? Biar kami antar kau pulang!” ujar Arya. “Di sana, di sebalik hutan itu!” perempuan cantik itu menunjuk ke arah hutan yang ada di pinggiran sungai. “Hemmm, saya merasa ada yang aneh dengan perempuan ini! Siapa sebenarnya dia? Tak mungkin dia berani datang ke sungai ini melewati hutan yang cukup lebat itu!” gumam Arya dalam hati, dia menaruh kecurigaan karena merasa tak wajar seora
“Ini pasti ada yang tidak beres, Kerajaan Angkasa sengaja untuk memperdaya kita dengan mengirim pasukan perempuan. Maksudnya agar kita menyakini jika di Negeri Peri ini ada pengacau selain dari Kerajaan Angkasa! Benar-benar licik mereka!” tutur Arya. “Ya, kita harus hati-hati Arya, sepertinya Kerajaan Angkasa tengah mengincar kita. Mereka akan menghalangi tugas-tugas kita jalankan ini, memerangi dan mencegah kekacauan yang akan terjadi di negeri ini.” ujar Benggala. “Ayo, sekarang kita lanjutkan perjalanan ke arah Timur sana!” seru Arya, para sahabatnya menyetujui dengan Dewa Bola Api yang berjalan di depan. Di sebelah Selatan hutan tempat terjadinya perkelahian antara kelompok perempuan misterius dengan Arya beserta sahabatnya, terlihat belasan perempuan hentikan larinya. “Kita gagal menjalankan tugas utama menyingkirkan pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu! Sekarang rencana selanjutnya kita harus berpencar menyusup ke kelompok-kelompok penghuni Negeri Peri ini, se
“Baiklah, sekarang juga silahkan kalian membagi dalam beberapa kelompok lalu menuju tempat-tempat yang saya katakan tadi! Jika mahkluk itu muncul, cepat laporkan pada saya! Nanti kita akan kembali menyerangnya secara bersama-sama!” tutur kepala suku. “Baik kepala suku.” habis berucap para Suku Dufan itu segera membagi dalam beberapa kelompok, lalu menuju titik-titik rawan yang tadi diperintahkan kepala suku mereka untuk dijaga. Sinar mentari pagi tampak memancar dari ufuk Timur, dalam setiap kelompok dari Suku Dufan itu sebagian ada yang baru bangun tidur kemudian bergantian tidur dengan sebagian lainnya yang beberapa jam yang lalu berjaga begitu seterusnya yang mereka lakukan dari awal malam datang hingga fajar menyingsing. Tak ada tanda-tanda mencurigakan yang muncul di kawasan pemukiman Suku Dufan mulai dari malam sampai fajar menyingsing, sehingga di kawasan pemukiman Suku Dufan tak terjadi hal-hal seperti yang mereka alami saat landak raksasa muncul menyerang merusak padi-padi
“Syukurlah jika kita sudah dekat, karena sudah berhari-hari lamanya kita melakukan perjalanan.” tutur Arya. “Mari, silahkan diminum kopinya serta cicipi panganan seadanya ini saudara-saudaraku!” tawar Raka. “Terima kasih.” ucap Arya, lalu ia dan ketiga sahabatnya menikmati minuman dan makanan yang disuguhkan Suku Dufan itu. “Kami benar-benar tak mengerti kenapa mahkluk berupa landak raksasa itu menyerang kawasan lahan persawahan kami sejak kemarin sore, padahal selama ini di kawasan Suku Dufan selalu aman tak pernah terjadi hal-hal yang aneh.” ujar Raka. “Mahkluk jelmaan itu menyerang kawasan pemukiman ini sejak kemarin sore?” Arya terkejut dia mengira saat melintas dengan para sahabatnya itulah mahkluk mengerikan itu muncul. “Benar Arya, dari kemarin sore mahkluk itu menyerang merusak padi-padi kami. Sore itu kami berhasil mengusirnya, ia melarikan diri kedalam hutan namun kami tetap waspada dengan membagi para Suku Dufan dalam beberapa kelompok untuk berjaga-jaga mulai malam ti
Tak jauh dari pemukiman mereka terdapat hamparan es yang selalu berubah-ubah, terkadang mengenang seperti danau terkadang membeku. Hamparan itu telah ada di sana sejak ratusan tahun yang lalu, orang-orang yang berada dekat dengan kawasan itu menamakannya es abadi. Mungkin dikarenakan hamparan es itu sangat aneh dan telah banyak pula memakan korban, bagi yang mengetahui kawasan itu sangat berbahaya untuk dilintasi dan tak seorang pun yang berani melewati es abadi itu. Di bagian Utara Negeri Peri itu memang kutup terdingin dibandingkan kawasan lainnya, itu ditandai setiap harinya selalu saja terjadi hujan salju hingga hanya manusia beruang lah yang mampu bertahan hidup di kawasan Utara itu karena mereka dilengkapi dengan pakaian dari kulit kayu tipis dicampur dengan kulit binatang yang berlapis-lapis dibuat seperti jaket sehingga mereka tetap merasa hangat kendati setiap harinya diterpa hujan salju. Kedatangan perempuan asing yang baru beberapa hari di pemukiman itu seperti anugrah ya
“Ya moga saja begitu sobatku, Raka. Namun meskipun ada yang datang mengacau dalam wujud yang berbeda, aku yakin kalian pasti akan dapat mengatasinya.” tutur Arya dengan senyum dan rasa yakinnya. Pagi itu cuaca sangat cerah, fajar yang menyingsing di ufuk Timur memancarkan cahayanya tanpa terhalang kabut ataupun awan sedikitpun. Di depan sebuah rumah di pemukiman Suku Dufan terlihat Arya dan para sahabatnya tengah dikelilingi orang-orang Suku Dufan begitu pula dengan kepala Suku Dufan yang bernama Jaka, dia pun terlihat di depan rumah itu. “Saudara-saudaraku semua Suku Dufan, terima kasih atas kebaikan kalian menerima kami bermalam di sini dan pagi ini kami mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan ke pulau kematian yang ada di sebalik bukit sana!” ucap Arya. “Ya, saudaraku Arya. Saya mewakili Suku Dufan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, dan jika suatu saat nanti kalian melintas di kawasan pemukiman ini jangan sungkan untuk singgah.” ucap Raka pula. “Sama-sama, sobat Raka
“Wuuuuuuus..! Wuuuuuuus..!” beberapa ekor buaya melesat hendak menyambar tubuh Arya, sang pendekar yang memang telah mewaspadai segala kemukinan bahaya di dalam goa itu dengan cepat melesat ke udara lalu melakukan lompatan-lompatan yang mengalahkan kecepatan sergapan buaya. Arya hampir saja sampai di depan patung besar yang terbuat dari emas itu, namun sebuah kibasan dari ekor ular anaconda raksasa menghantam pinggangnya membuat tubuh Arya terlempar menghantam di dinding karang. “Wuuuuuuuuut..!” belum lagi Arya dapat berdiri dengan sempurna di dinding karang di dalam goa itu kepala anaconda raksasa melesat hendak menelannya bulat-bulat, beruntung sang pendekar dapat berkelip dengan menundukan badannya hingga kepala anaconda itu hanya menerpa udara kosong. “Wuuuuuuuuut...! Blaaaaaaaaam...! Kraaaaak...! Zleeeeeeeep...! Byuuuuuuuur..!” kepala anaconda kembali melesat, namun kali ini Arya tak tinggal diam dengan cepat ia kerahkan ajian Topan Gunung Sumbing tingkat tinggi hingga kepala
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa