Di sebuah daerah yang tidak terlalu jauh dari Gunung Kerinci ke arah Barat terdapat bermacam perkampungan dengan persawahan yang luas, di samping bertani banyak juga para penduduknya yang berdagang berbagai macam keperluan. Pada masa itu juga terdapat pasar tempat berjual beli hanya saja tidak semua barang-barang yang dibeli dengan uang melainkan kebanyakan dari mereka memakai sistem barter seperti halnya kain hasil sulaman ditukar dengan hasil pertanian berupa beras, sayur-sayuran serta buah-buahan. Pada masa itu pula bukan tidak ada alat bayar, mereka telah mengenal alat bayar berupa uang yang terbuat dari perak dan emas yang dibentuk mirip uang logam bulat yang diukir berbagai macam bentuk karya seni pada masa itu. Dharmasraya itulah nama daerahnya, daerah yang terbagi atas beberapa kawasan atau desa yang satu buah desa memiliki kawasan yang cukup luas. Daerah ini berada di Tanah Minang di ujung timur, daerah ini sekarang merupakan perbatasan antara Provinsi Sumatera Barat dan Pr
Tak beberapa lama setelah itu, dari sisi kanan rumah mereka berjalan seorang gadis cantik jelita memakai kebaya ungu. Rambutnya yang tergerai panjang dan lebat tertutupi dengan sehelai kain tipis putih berupa kerudung di bagian atas kepalanya, bibirnya yang tipis tampak merah alami dengan bulu matanya yang lentik menambah sempurna kecantikan wajahnya. “Eh, teryata Ayah dan Mande sudah pulang dari sawah ( Mande = Ibu ).” Sapa gadis cantik itu saat telah berada di hadapan dua orang yang tengah duduk bercakap-cakap di pendopo itu. “Ya Seruni, tumben sudah pulang dari mengaji Nak?” Tanya Nilam Ibu dari sang gadis, rupanya gadis cantik nan jelita itu bernama Seruni dan dia baru pulang dari mushola yang tidak jauh dari rumah itu. “Ya Mande, karena Guru ngaji Seruni ada acara pengajian di kampung sebelah sore ini makanya Seruni dan kawan-kawan lainnya pulang lebih cepat.” Jawab gadis itu dengan senyum yang begitu manis. Sesaat sepasang suami istri yang tengah duduk itu saling berpanda
Sambil bersiul-siul pemuda itu sepertinya tengah asyik bermain seluncuran di tanah lereng bukit yang licin itu, seketika dia hentikan permainannya karena telinganya menangkap suara riuh di lembah bukit itu. Suara seperti teriakan minta tolong dan rontaan seorang perempuan, begitu sang pemuda melihat jauh ke depan ternyata di lembah bukit itu terdapat sebuah perkampungan matanya terbelalak saat di depan sebuah rumah penduduk dia melihat seorang gadis tengah ditarik paksa oleh lima orang lelaki untuk naik ke atas punggung seekor kuda. Dengan geram pemuda itu hentakan kaki lalu melayang seperti elang, tiba-tiba dalam sekejab dia telah berdiri tegak di depan lima orang lelaki yang tengah menarik paksa seorang gadis itu. “Wah, ternyata ada maling sore-sore begini! Siang maling jemuran, sore maling perempuan nah kalau malam tetap berkeliaran memaling ayam! Ha..! Ha..! Ha..!” Pemuda itu dengan santainya bercanda sambil sesekali garuk-garuk kepala, dia pun mencibir ke arah lima orang lela
“Benar-benar keparat Adipati itu!” Geram Arya. “Lalu kenapa tadi tak seorangpun dari kalian menolong Paman ini?” Sambung Arya seraya menoleh pada para penduduk yang begitu ramai berdiri di depan dan di sekeliling beranda rumah itu, para penduduk yang ditanya hanya diam dan menunduk. “Maaf Tuan pendekar, tak seorangpun yang berani melawan Adipati dan anak buahnya karena selama ini tak sedikit dari penduduk kampung yang sudah tewas jika berani melawan dan menentang kehendaknya.” Jawab Karim mewakili para penduduk. Belum sempat Arya ingin berucap lagi, tiba-tiba dari dalam rumah ke luar seorang gadis cantik jelita sambil membawa dua cangkir teh hangat dengan nampan yang terbuat dari anyaman bambu. Gadis itu menuju ke arah di mana Karim dan Arya duduk, setibanya di kursi panjang di mana Karim dan Arya duduk gadis itu pun lalu membungkuk dan meletakan nampan yang berisi dua cangkir teh itu. “Silahkan diminum tehnya Tuan pendekar!” Tawar gadis itu sembari tersenyum, senyuman itu beg
Setelah mandi di sungai lalu sepulang dari mushola melaksanakan sholat magrib Arya dan beberapa orang pemuda kampung segera menuju rumah Karim, alangkah terkejutnya Arya ketika sampai di depan rumah itu banyak sekali penduduk yang hadir di sana. Mulai dari anak-anak, remaja bahkan sampai yang tua. Di sebelah kiri rumah itu Ibu-ibu dan para gadis tengah sibuk memasak dengan beberapa tungku dari batu, sementara di sebelah kanan tampak beberapa buah tenda yang hanya beratapkan terpal dari belahan karung-karung yang dijalin sedemikian rupa rapinya dan di bawah dialasi dengan susunan papan. Di sekeliling rumah itu diterangi oleh obor-obor, seperti hal nya pesta yang lazim dilakukan orang-orang di kampung pada masa itu. “Kok tiba-tiba Paman Karim mengadakan pesta? Apa Paman Karim berubah pikiran menyetujui pinangan Adipati pada putrinya?” Gumam Arya begitu heran seraya garuk-garuk kepalanya, belum habis rasa terkejut dan heran sosok lelaki setengah baya menghampirinya. “Nak Arya silahka
Malam kian larut udara dingin pun terasa menerpa sekujur tubuh, di sebuah rumah yang masih tampak ramai terutama di bagian pendopo dan tenda-tenda yang ada di sisi kanan dan kiri rumah itu. Hanya saja di sana sudah tak tampak lagi anak-anak, Ibu-ibu dan para gadis-gadis sepertinya mereka telah pergi tidur di dalam rumah itu. Di luar hanya tampak lelaki setengah baya sebagian bebaring sebagian lagi tampak duduk-duduk di pendopo rumah, begitu pula di tenda-tenda sebagian pemuda-pemuda juga berbaring dan sebagian lagi ada yang duduk-duduk adapula yang berdiri mengawasi sekeliling rumah itu. Rumah itu tidak lain adalah rumah Karim, di mana malam itu para penduduk kampung berkumpul dan memutuskan untuk menghadapi segala kemungkinan yang muncul akibat kejadian di sore hari di mana lima orang anak buah Adipati Gopal dihajar tak berdaya oleh Arya sang Pendekar Rajawali Dari Andalas. Hingga fajar menyingsing tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan, para Ibu-ibu serta gadis-gadis perkampunga
“Kenapa Tuan Pendekar terima tantangan itu?!” Seru salah seorang pemuda kampung yang ada di samping Arya berdiri, sang pendekar hanya tersenyum saja kemudian di sela-sela kerumunan penduduk muncul lelaki setengah baya yang tiada lain Karim menghampirinya. “Nak Arya, Adipati itu licik dan sangat berbahaya kenapa Nak Arya terima tantangannya?” Tanya Karim dengan penuh rasa kuatir. “Paman, di dalam rimba persilatan pantang bagi seorang pendekar jika ditantang tidak menerimanya. Eyang Guru saya pun pernah berkata, kita tidak boleh mencari-cari musuh tapi kalau musuh datang pantang pula bagi kita untuk mengelak.” Jawab Arya diiringi senyumnya. “Tapi Nak..” Belum selesai Karim berucap. “Tidak apa-apa, Paman tak usah kuatir saya sudah siap dengan semua itu. Yang perlu saya ketahui sekarang, apa yang dimaksud dengan tanah lapang seperti yang dikatakan orang utusan Adipati itu tadi?” Potong Arya seraya elus-elus pundak Karim. “Tanah lapang itu sebuah hamparan tanah kering ditumbuhi
“Kalau begitu saya panggil Uda saja ya?” Arya anggukan kepala sembari tersenyum ( Uda = Abang atau Kakak laki-laki ). “Boleh saya duduk di sini menemani Uda?” Sambung gadis itu yang berusaha melawan keras rasa malu, karena memang ada rasa yang lebih kuat mengalahkan rasa malu yang ada pada dirinya itu. “Oh tentu saja, saya malah senang sekali jika Seruni mau menemani saya duduk di sini.” Lalu dengan wajah yang bersemu merah Seruni pun duduk di sebelah Arya. “Uda, kalau boleh saya meminta batalkan saja tantangan Adipati nanti sore itu. Saya dan keluarga sudah sangat berterima kasih atas pertolongan Uda sore hari kemarin menyelamatkan saya kalau tidak ada Uda Arya entah apa nasib yang akan menimpa diri saya, saya tak ingin terjadi apa-apa terhadap diri uda.” Tutur Seruni dengan mata yang berkaca-kaca perasaannya bercampur aduk ada rasa cemas, malu bahkan rasa suka yang menyelinap di lubuk hatinya. “Seruni yang cantik jelita, janganlah terlalu cemas! Percayalah Alloh akan menolon
Lalu kedua telapak tangannya ia hadapan ke angkasa seperti hendak mencakar langit, tiba-tiba kedua pergelangan tangannya itu berubah menjadi putih ke perak-perakan. Sejurus dengan itu ia pun melesat bak elang ke arah tubuh Raksasa Durja Iblis, dua sinar putih menderu menghantam tubuh Raksasa Durja Iblis itu. “Buuuuuuuuuum..! Kraaaaaaaak...! Blaaaaaaaaaar..!” Ledakan maha dahsyat pun terdengar seiring dengan hancurnya tubuh Raksasa Durja Iblis hingga menjadi debu bertaburan di tanah, itulah ajian andalan Sang Pendekar Rajawali Dari Andalas yang bernama ajian Rajawali Melebur Sukma. Pekik dan sorak kemenangan bergemuruh dari ribuan prajurit gabungan istana peri dan Kerajaan Permata Timur, istana megah Kerajaan Angkasa itu pun telah rata dengan tanah seiring terbenamnya tubuh Raksasa Durja Iblis saat dihantam ajian Telapak Suci Budha yang dilesatkan Arya tadinya sebelum tubuh Raksasa Durja Iblis itu hancur berkeping-keping dihantam ajian Rajawali Melebur Sukma. Tubuh Arya yang tad
Pasukan gabungan peri dan Kerajaan Permata Timur pun tak berselang lama setelah itu mampu pula menaklukan ribuan prajurit istana Kerajaan Angkasa, sebagian besar dari mereka tewas bersimbah darah, dan sebagian lagi dipaksa menyerah. Sementara duel sengit antara Arya dan Batara Durja masih berlangsung, sejauh ini Arya belum mampu mendekat apalagi menghantamkan pukulannya ke tubuh Batara Durja, karena raja segala licik dan tamak itu selalu menghantamkan senjata mustikanya berupa gada ke arah Arya, hingga membuat sang pendekar dipaksa menghindar bahkan beberapa kali mundur. Mendapatkan beberapa kali serangannya gagal dan mengetahui jika Guru dan sebagian besar prajuritnya tewas, Batara Durja pun murka. Dengan segera ia merubah wujudnya menjadi Raksasa Durja Iblis, yang tentu saja diiringi semakin besarnya senjata mustikanya berupa gada itu. “Wuuuuuuuuuuus..! Blaaaaaaaaaaaam..!” tanah yang terkena hantaman gada itu bak dilanda gempa dahsyat membuat semua yang ada di kawasan itu terpent
Setelah menyusun dan merembukan dengan matang rencana penyerangan ke istana Kerajaan Angkasa, ke empat peri yang memimpin 4 penjuru kawasan negeri diatas awan itu kembali ke istana mereka masing-masing, sementara Arya tetap tinggal di istana ratu hingga esok pagi seluruh pasukan berkumpul di sana. Peri Salju setibanya di istana salju di kawasan utara segera menyampaikan berita itu pada seluruh pasukannya, begitu pula dengan Peri Api dan Peri Laut di kawasan selatan dan barat. Sementara Peri Bulan sebelum menuju istananya dikawasan timur, ia singgah dulu di istana Kerajaan Permata Timur menemui Benggala dan Yuda Tirta selaku Raja serta Panglima Kerajaan. “Mari silahkan masuk yang mulia Peri Bulan! Baginda Benggala ada didalam istana!” tutur Yuda Tirta yang menyambut kedatangan Peri Bulan dihalaman istana Kerajaan Permata Timur itu. “Terima kasih, Yuda!” ucap Peri Bulan dengan senyum ramahnya, kemudian ia diiringi Yuda Tirta masuk kedalam istana menemui Benggala. “Sebuah kehormatan
“Loh, kok diam saja Arya? Ayo, naik kita berangkat sekarang!” seru Peri Salju. “Iya, tapi sebaiknya aku ganti pakaian dulu, sepertinya pakaian yang aku jemur itu sudah kering!” ujar Arya sambil memunggut pakaian yang ia jemur di samping mulut goa itu. “Oh, ya silahkan! Kami akan menunggumu!” setelah mengambil pakaian yang ia jemur Arya masuk kembali kedalam goa mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian Arya pun tampak ke luar dari mulut Goa, Peri Salju kembali memintanya naik ke punggung kuda putih bersayap tunggangannya itu. Arya melesat ke atas kuda di belakang Peri Salju duduk, dengan tersenyum Peri Salju memerintahkan kuda putih bersayap itu untuk terbang kembali ke negeri diatas awan. ***** “Apa yang mulia yakin pemuda dari negeri 1.500 tahun yang akan datang itu tidak akan selamat dari luka yang ia alami saat bertarung kemarin?!” tanya Durgama, saat ia diminta berkumpul dengan para petinggi istana lainya diruang utama Kerajaan Angkasa. “Ha.. Ha.. Ha..! Aku benar-benar
“Hemmm... Jasa yang telah kau berikan pada negeri peri dan negeri di atas awan sudah sangat besar! Tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang aku lakukan ini kepadamu! Racun Iblis yang ada di tubuhmu belum sepenuhnya hilang, karena aku hanya berhasil mengeluarkan sebagiannya saja!” tutur Resi Dharma.“Jadi racun iblis masih ada di dalam tubuhku? Lalu bagaimana cara menghilangkan keseluruhannya, Resi?” Arya terlihat panik akan yang dituturkan Resi Dharma baru saja kepadanya.“Kamu tak perlu cemas! Kamu cukup berendam di depan air terjun sana beberapa menit! Air itu akan melenyapkan seluruh racun yang ada di tubuhmu! Tadi selain mengeluarkan sebagian racun di tubuhmu, aku juga telah berhasil membuka pori-pori di seluruh badanmu! Agar hawa gaib air terjun dapat merasuki dan melenyapkan racun di tubuhmu itu!” tutur Resi Dharma.“Oh, begitu! Baiklah sekarang juga aku akan berendam di air terjun depan goa ini!” Resi Dharma hanya anggukan kepalanya, Arya dengan tertatih-tatih bangkit
Setibanya di istana salju di ruangan tempat Arya dibaringkan, Peri Ratu segera memeriksa tubuh sang pendekar. Bagian dada kanan tampak lebam, dan ada goresan luka yang darahnya telah membeku.“Luka dalam yang dialami Arya sangat parah! Kalau saja dia bukan sosok berilmu tinggi, mungkin tulang dadanya telah remuk! Senjata mustika milik Batara Durja itu pun melukai bagian dadanya, dan akibatnya racun jahat dari senjata itu mengalir ke seluruh tubuhnya!” tutur Peri Ratu.“Apakah Arya masih hidup yang mulia? Tadi aku periksa denyut nadi dan detak jantungnya tak ada sama sekali!” Peri Salju masih terlihat sangat cemas.“Hemmm... Mungkin saat kamu memeriksanya tadi keadaanmu lagi kalut, hingga kamu tak merasakan masih adanya denyut nadi dan detak jantungnya! Hanya saja saat ini dia benar-benar tak bisa bergerak sama sekali dan tak sadarkan diri akibat racun iblis yang menjalar diseluruh tubuhnya! Ternyata Batara Durja tidak sendiri, dia bersekutu dengan raja iblis!” Peri Ratu menjelaskan se
“Tidak Arya, apapun yang terjadi nantinya aku akan tetap bersamamu di sini! Berhati-hatilah, sosok yang kamu hadapi ini sangat licik dan berbahaya!” ujar Peri Salju, Arya tersenyum lalu mengangguk. Batara Durja yang memang tak dapat lagi menahan ingin segera menghajar Arya yang selama ini selalu menggagalkan rencananya, mulai dari negeri peri hingga terakhir menewaskan salah seorang kepercayaannya di istana bernama Durpala, langsung menerjang ke depan ke arah sang pendekar. Hantaman kaki dan tangan secara bergantian membuat Arya terpaksa beberapa kali mengelak dan menangkis, meskipun serangan itu tanpa dialiri kekuatan ilmu tenaga dalam akan tetapi hawa pukulan Batara Durja sangat terasa dan membahayakan. Tubuh Batara Durja memang tinggi dan kekar, akan tetapi gerakan-gerakannya sangat gesit membuat Arya cukup kewalahan dan harus menghindar kian-kemari. “Deeeeeeees..! Deeeeeeeees..!” sebuah pukulan tangan kosong Arya mendarat keras mengenai dada kanan Batara Durja hingga membuatny
“Sudah dua kali mereka berusaha untuk menguasai Desa Gumanti ini! Dan beberapa hari yang lalu mereka berhasil membuat kami menyerah karena tak kuasa melawan!” tutur Jabari saat mereka telah duduk bersama diruangan terbuka itu. “Sepertinya Kerajaan Angkasa itu memang serakah dan tak pernah merasa jera, sebelum rajanya yang bernama Batara Durja itu ditaklukan!” tutur Arya. “Terima kasih sekali lagi kami ucapkan pada kalian semua yang telah membantu membebaskan Desa Gumanti dari mereka! Kami tak tahu harus bagaimana membalas jasa baik kalian ini!” ucap Jabari mewakili seluruh warganya. “Sama-sama, Jabari!” tutur Arya, Peri Salju dan Wisnu Dharma. “Lantas sekarang apa yang perlu kami bantu? Apakah kami seluruh warga musti ikut ke Kerajaan Angkasa itu?” tanya Jabari. “Tidak usah, biar Aku dan Peri Salju saja yang ke sana!” “Apakah itu tidak terlalu berbahaya Arya, sementara di istana Kerajaan itu ada ribuan prajurit yang tentunya akan menghadang kalian?! Bagaimana jika seluruh muridk
“Dia sosok yang sangat berbahaya! Ambisinya jelas ingin berkuasa atas negeri diatas awan ini! Dia tentu saja sangat membenci yang mulia dan para peri lainnya, yang secara nyata diberikan hak kekuasaan di negeri diatas awan!” tutur Wisnu Dharma. “Ilmu apa yang ia miliki hingga Guru sendiri tak sanggup menghadapinya hingga harus lari dan bersembunyi di goa negeri peri?” kali ini Arya yang bertanya. “Aku sendiri tidak tahu ilmu apa yang ia miliki, Arya! Yang jelas ilmunya itu sangat aneh dan sulit dihadapi! Aku melarikan diri hingga ke negeri peri disamping untuk menyelamatkan nyawaku, juga yang tak kalah pentingnya menyelamatkan kitab tapak budha!” tutur Wisnu Dharma. “Di mana letak Kerajaan Angkasa itu, Guru?” “Kerajaan itu berada diarah utara dari kuil ini! Jika kamu hendak kesana, kebetulan nanti selepas tengah hari kita akan berhadapan dengan para prajurit Kerajaan itu di Desa Gumanti! Kamu bisa menahan salah seorang dari mereka untuk menunjukan jalan ke istana Kerajaan Angkasa