“Saya sangat senang dapat bertemu dengan paman guru di sini!” kata Long Wan sambil duduk di samping Tbaib Lo. Orang tua gendut itu hanya menarik napas panjang, kedua matanya bergerak-gerak mengamati lima pengeroyoknya yang lari pontang-panting meninggalkan tempat itu.“Mereka hanyalah penjahat-penjahat kacangan yang terpaksa menjarah demi menghidupi keluarganya!” lirih Tabib Lo. “Sedangkan keluarga anak ini adalah bangsawan yang sedang berpelesir dan kemalaman di hutan ini!” Tabib Lo menunjuk anak kecil tadi yang sedang membersihkan sisa-sisa darah di tubuh orang tuanya. “Biarkan saja mereka beristirahat, lebih baik kamu ambil kain agar orang tuamu tidak kedinginan!” mendengar ucapan Tabib Lo, dengan cekatan si anak mengambil kain dalam buntalan dan dibentangkan menutup tubuh orang tuanya agar tidak basah terkena air embun.“Kriuk!” perut Long Wan kembali berbunyi, rasa laparnya sudah tidak tertahankan lagi. Tabib Lo tertawa renyah “Ternyata seorang pendekar sekalipun bisa kelaparan!”
“Cuit, cuit!” burung-burung yang sedang berteger di atas dahan pohon berkicau dengan nyaring. Mereka seolah-olah gembira menyambut pagi ini yang cerah. Sejak tadi cahaya matahari sudah menghangatkan suasana hutan pinus yang letaknya cukup jauh dari kota Xian Zhi.Long Wan berjalan riang gembira. Pertemuannya yang tidak disengaja dengan tabib Lo membuka wawasannya akan dunia persilatan. Ia kini tahu siapa saja tokoh-tokoh yang harus diwaspadai, dijauhi dan sebisa mungkin tidak berurusan dengan mereka. Bukan karena takut, namun saat ini ilmu silatnya belum benar-benar matang.Hal ini tidak mengherankan, sebab Long Wan mempelajari kitab peninggalan mendiang gurunya secara mandiri tidak ada bimbingan langsung dari orang yang mumpuni, ditambah pengalamannya dalam bertarung masih mentah.Beruntung ia bertemu dengan paman gurunya yang memiliki watak aneh. Walaupun memiliki kesaktian yang sangat hebat dan mendekati kelihaian Pendeta To, akan tetapi sedikitpun Tabib Lo tidak mau bertarung. Dia
Long Wan melompat ke samping, serangan tadi lewat beberapa inci dari bahunya. Akan tetapi pedang lawan terus meliuk memburunya. “Berhenti dulu!” bentak Long Wan, akan tetapi Dewa Pedang tidak memperdulikan ucapannya, malahan sebaliknya ia terus melancarkan serangan yang lebih dahsyat dibandingkan tadi.Yang dihadapi Long Wan bukanlah orang sembarangan, lelaki yang berjuluk si Dewa Pedang sangat lihai bahkan dulu menjadi sahabat Pendeta To. “Menyerahlah, kamu harus mempertanggung jawabkan semua perbuatan terkutuk itu!” teriak si Dewa Pedang, senjatanya terus berputar-putar membentuk pusaran angin yang sangat dahsyat.Long Wan benar-benar kalang kabut, perasaannya tidak menentu bukan hanya karena sedang diserang oleh Dewa Pedang akan tetapi batinnya penuh tanda tanya, sekaligus penasaran akan keadaan Lin Lin. “Sumoi, sebenarnya apa yang terjadi?” sambil mengucapkan kata-kata barusan, kedua tangannya mendorong ke arah Dewa Pedang sehingga terdengar suara angin menderu dan membuat Dewa
“Tidak, aku bukan pelakunya!” Long Wan terbata-bata. Sebagai lelaki dewasa, ia sudah bisa menduga apa yang terjadi kepada sumoinya. Akan tetapi, sedikitpun Long Wan tidak pernah menyangka bahwa tuduhan keji itu akan diarahkan terhadapnya.“Long Wan, aku akan memaafkanmu, asalkan kamu mengakui semuanya. Percayalah aku juga mencintaimu!” dengan berlinangan air mata Lin Lin memelas di kaki Long Wan. “Biadab, jahanam, aku akan membunuhmu!” Tianba berusaha bangkit, hatinya benar-benar dilanda api cemburu.Mengetahui Lin Lin sudah dinodai saja ia benar-benar merasa gila, apalagi sekarang dia mendengar sendiri dari mulut Lin Lin bahwa tunangannya itu mencintai Long Wan, lelaki yang sudah dituduh telah melakukan perbuatan terkutuk kepada Lin Lin.“Long Wan, kamu harus dibawa kepengadilan untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu!” Dewa Pedang menodongkan senjatanya kepada Long wan. “Tapi aku tidak melakukannya!” kilah Long Wan.Lin Lin mendekati Long Wan, wajahnya terlihat semakin puca
“Siapa kamu?” kedua mata Lin Lin mendelik tajam. “Yang jelas, aku bukan wanita bodoh seperti dirimu!” jawab gadis bercadar tadi, tanpa menghiraukan Lin Lin ia menghampiri Long Wan dan memeriksa semua luka di tubuh pemuda itu.“Kamu lebih bodoh, menyerahkan nyawa kepada wanita seperti dia!” bisiknya. Long Wan mengangkat wajahnya, pandangan keduanya beradu. “Kamu ..” rintih Long Wan, namun ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya sebab tubuhnya ambruk, lemas karena kehilangan banyak darah.Melihat kemesraan keduanya, amarah Lin Lin tidak terbendung lagi. “Wanita iblis, aku akan membunuhmu!” emosi Lin Lin tersulut karena hatinya terbakar oleh api cemburu. Tadi matanya melihat Long Wan terpesona menatap gadis misterius itu, padahal wajahnya ditutup cadar.“Wut!” Lin Lin menerjang, serangannya sangat ganas karena dilapisi oleh amarah. Dua gadis itu bertempur dengan sangat hebat, akan tetapi terlihat jelas perbedaannya. Si gadis bercadar hijau tampak lebih lihai. Dia dengan mudah menghindari
Li Mei memapah Long Wan, mereka berdua berjalan meninggalkan kuil tua di ujung desa. Kepergian mereka diiringi tatapan kebencian Lin Lin. “Kalian berdua harus mati di tanganku!” ucap Lin Lin sambil mengepalkan tinjunya.“Nak, mari kita pulang!” ajak Dewa Pedang, namun Lin Lin mengacuhkannya. Ia tidak bergeming seperti batu karang yang tetap berdiri kokoh walaupun dihantam gelombang ombak. Dewa Pedang melirik ke arah Tianba, dia berharap muridnya mau menenangkan amarah tunangannya.Akan tetapi sayang, Tianba berpaling begitu saja dan meninggalkan kuil dengan wajah yang penuh amarah dan kekecewaan. Bagi dirinya, sekarang Lin Lin sudah tidak berarti lagi, mana mungkin ia melanjutkan rencana perjodohan sedangkan kesucian Lin Lin yang selama ini ia idam-idamkan sudah direnggut oleh orang lain.Dewa Pedang menarik napas panjang, ia mengerti akan kekecewaan muridnya. “Kalian awasi nona Kwe Lin, jika amarahnya reda segera ajak pulang ke rumah!” titah Dewa Pedang kepada para pengawal setia Tua
Kedua mata Li Mei terbelalak saat melihat kalung giok naga hijau yang dipakai Long Wan “Dari mana kamu mendapatkan kalung itu?” tanya Li Mei “Entahlah, aku sudah memakainya sejak masih kecil!” jawab Long Wan, ia cukup terkejut karena ketahuan memakai kalung naga hijau padahal sesuai perintah Tabib Lo dirinya harus merahasiakan kalung misterius tersebut.“Aduh!” Long Wan memegangi perutnya yang tersu mengeluarkan darah akibat ditusuk pedang Lin Lin, dengan cekatan Li Mei memeriksa luka di perut Long Wan. “Aih geli!” Long Wan menggelinjang saat tangan halus Li Mei menyentuh perutnya.“Diam, kalau tidak segera diobati kamu akan kehabisan darah!” kata Li Mei sambil mengeluarkan serbuk obat dan menaburkannya pada luka Long Wan. Dengan sekuat tenaga Long Wan menahan rasa perih akibat reaksi obat Li Mei. “Kaya anak kecil saja!” Li Mei menyentil luka Long Wan, sontak saja pemuda itu berteriak kesakitan.“Cengeng kaya anak kecil saja!” Li Mei tertawa renyah dan memperlihatkan deretan giginya y
“Apapun yang terjadi hari ini, kita tetaplah musuh. Aku akan sangat membencimu jika kamu melupakan dendam tentang kematiangurumu!” mendengar ucapan Li Mei, pemuda itu menarik napas panjang. Tentu saja ia masih menaruh dendam terhadap Mo Ong dan kawan-kawannya, akan tetapi kepada Li Mei? Sejak pertemuan pertama gadis itu sudah membuatnya terpana.“Kenapa diam?” tanya Li Mei “Entahlah, aku masih bingung bagaimana caranya agar sumoi percaya!” Long Wan berusaha mengalihkan pembicaraan. “Menurutku, untuk sementara ini kamu jangan dulu menemuinya. Biarkan amarah dan dendam memicunya untuk berlatih ilmu silat yang lebih baik lagi, tadi aku melihatmu melemparkan sebuah kitab. Kalau boleh tahu, apa isinya?”“Isinya sebuah jurus yang diwariskan oleh mendiang guruku!” jawab Long Wan singkat, kalaulah bukan kepada Li Mei tentu ia tidak akan mengatakannya. “Hmm, pantas saja kamu juga memiliki perkembangan. Namun sayang tadi hampir mati konyol di tangan adik seperguruanmu!” Li Mei tersenyum kecil,