"Kenapa Tetua Li?" sahut seorang anggota yang merasa apa yang diusulkan Dong Wei sudah tepat.
"Kita semua tahu seberapa besar keinginan Sekte Iblis Neraka untuk memiliki Kitab Naga Bertuah. Jika kita mendatangi mereka untuk mengemis bantuan, sudah pasti mereka akan menertawakan kita. Bukannya membantu, mereka malah akan menghina kita karena telah berani mencoba mendapatkan kitab pusaka yang bahkan tidak bisa mereka dapatkan," kata Tetua Li memaparkan alasannya.
Mendengar penjelasan sang tetua, beberapa anggota Sekte Taring Setan yang menghadiri pertemuan itu mengangguk setuju. Mereka membenarkan pendapat Tetua Li dan mulai berpikir kalau meminta bantuan pada Sekte Iblis Neraka bukanlah solusi yang tepat.
Kondisi malam itu pun mendadak menjadi tegang dan gaduh. Orang-orang yang sama-sama menyimpan amarah itu berselisih, antara yang mendukung Dong Wei dengan yang membenarkan pendapat Tetua Li.
"Cukup!" tegur Dong Wei tidak senang melihat anggotanya ribut. Orang-orang dalam pertemuan itu pun diam, tidak berani membuka mulut lagi.
"Aku mengenal ketua dari Sekte Iblis Neraka dengan baik. Aku pastikan mereka tidak akan menolak kita. Bahkan sebenarnya beberapa hari sebelum penyerangan kita ke Jinchang, Wang Weo telah menawarkan gagasan untuk membentuk aliansi sekte aliran hitam. Wang Weo menginginkan kekuasaan di Haidong dan menghentikan dominasi Sekte Teratai Putih," tutur Dong Wei penuh wibawa.
"Kita semua tahu, sejak Kaisar Han Chen meminta Sekte Teratai Putih untuk membantu menjaga keamanan wilayah Haidong, pemasukan untuk Sekte Taring Setan menjadi sangat berkurang. Kesulitan itu juga dirasakan oleh sekte aliran hitam lainnya. Kita menjadi golongan minoritas yang terpaksa tunduk pada titah kaisar!" seru Dong Wei penuh penekanan.
Dong Wei berdiri dengan pandangan menerawang. Ia tersenyum miring atas rencana yang terbesit di pikirannya. "Jika bergabung dengan Sekte Iblis Neraka dan sekte aliran hitam lainnya yang kuat, kita tidak hanya bisa membalas dendam atas tewasnya saudara-saudara kita, tetapi juga menyingkirkan Sekte Teratai Putih untuk selamanya. Lebih dari itu, kita bahkan bisa mengambil alih kekuasaan dan mendapatkan kejayaan lebih dari yang kita bayangkan. Wilayah Haidong akan berada di bawah kendali sekte aliran hitam."
Senyum Dong Wei lekas merembet dan menyebar pada wajah semua orang. Para anggota Sekte Taring Setan sangat tergiur atas penjelasan sang ketua yang terdengar begitu menjanjikan. Maka, putusan untuk bergabung dengan Sekte Iblis Neraka langsung disepakati semua orang.
Dengan segera Dong Wei mengutus salah seorang anggotanya untuk mengirim surat kepada Sekte Iblis Neraka. Ia mengirimkan pesan yang berisi persetujuan untuk menggabungkan kekuatan demi melenyapkan Sekte Teratai Putih.
Sebelumnya Sekte Iblis Neraka memang telah mengirimkan pesan kepada lima ketua sekte aliran hitam untuk bersedia bergabung dalam aliansi yang akan dibentuk. Namun, banyak sekte aliran hitam yang menduga bahwa tujuan pembentukan aliansi itu hanyalah alibi agar Wang Weo mendapat bantuan untuk mendapatkan Kitab Naga Bertuah yang selama ini diincar. Alhasil, tidak ada sekte aliran hitam yang tertarik untuk menjadi bergabung.
Sampai akhirnya, satu demi satu dari sekte aliran hitam yang dianggap kuat di wilayah Haidong, menjajal sendiri kekuatan Sekte Teratai Putih. Setelah kalah telak, mereka sadar bahwa apa yang dikatakan Sekte Iblis Neraka tentang kekuatan Sekte Teratai Putih memang benar adanya, bukan hanya bualan untuk menakut-nakuti saja. Termasuk Dong Wei yang akhirnya menghendaki sektenya untuk bergabung dalam aliansi sekte aliran hitam yang dipelopori Sekte Iblis Neraka.
***
Seminggu setelah deklarasi Sekte Taring Setan sebagai anggota baru aliansi diumumkan, diadakanlah pertemuan yang dihadiri lima ketua dari masing-masing sekte aliran hitam. "Terima kasih saudara-saudaraku telah hadir dalam pertemuan yang menjadi awal dari kebangkitan sekte aliran hitam," ucap Wang Weo menyapa para ketua sekte aliran hitam yang berkumpul di ruang pertemuan markas Sekte Iblis Neraka.
Tidak banyak basa-basi, pertemuan pun berjalan sangat efektif. Dimulai dari pemilihan nama untuk aliansi. Dari semua usulan yang diberikan, disepakati bahwa nama untuk persatuan sekte aliran hitam tersebut adalah Aliansi Jing Quo. Kemudian diskusi dilanjutkan dengan pemilihan ketua aliansi. Karena Iblis Neraka dianggap sebagai sekte yang terkuat dari sembilan sekte yang bergabung, maka ditunjuklah Wang Weo sebagai ketua Aliansi Jing Quo.
Wang Weo yang dikenal sebagai satu-satunya pendekar yang mampu memanggil iblis, dinilai paling layak menjadi pemimpin aliansi. Ia pun dipersilakan untuk menyampaikan sambutan sebagai ketua aliansi.
"Kalian tahu pasti kenapa kita berkumpul di sini sekarang. Saya harap, kita bisa bersatu sebagai saudara yang solid. Kalian tentu sudah muak dengan keberadaan Sekte Teratai Putih yang sok berkuasa. Mereka telah memperlakukan kita seperti sampah. Untuk itu, mereka harus membayar semuanya. Nyawa harus diganti dengan nyawa. Kita harus menghancurkan Sekte Teratai Putih untuk menebus darah-darah saudara kita yang mereka bunuh! Patriark Yong Yuwen harus mati beserta seluruh anggotanya. Tidak ada satu pun warga Jinchang yang boleh hidup setelah ini! Kita hancurkan mereka dan merebut kekuasaan kaisar!" kata Wang Weo dengan suara yang lantang dan sedikit serak, menunjukkan kewibawaan yang membuat lawan bicaranya terpaku.
Pidato singkat Wang Weo mendapat tepuk tangan dari para anggota aliansi. Ucapannya telah membakar semangat para anggota untuk membumihanguskan Sekte Teratai Putih.
Setelahnya, mereka pun menyusun rencana penyerangan yang akan dilakukan terhadap Sekte Teratai Putih. Berbagai usulan dan saran silih berganti diajukan. Namun, semuanya selalu mentah dan urung menjadi kesepakatan.
"Begitu kuatnya mereka hingga kita tidak menemukan celah untuk melakukan penyerangan yang berarti," keluh Dong Wei dengan nada pesimis.
Semuanya hampir frustrasi memikirkan cara penyerangan yang mampu menakhlukkan Sekte Teratai Putih. Tidak heran, jika selama ini sekte tersebut selalu berjaya walau kerap mendapat serangan dari mana pun.
"Hahaha ..." gelak tawa seseorang terdengar. Tawa yang keras dan panjang itu begitu nyaring dalam keheningan orang-orang yang sedang fokus memikirkan kelemahan Sekte Teratai Putih. "Aku tahu apa kelemahan mereka," kata seseorang yang tidak dikenal, yang tetiba saja telah muncul dalam ruang pertemuan, tanpa ada yang tahu dari mana ia masuk.
Semua pasang mata yang ada di ruang pertemuan menatap tajam ke arah orang asing yang sepertinya berasal dari golongan bangsawan itu. Lelaki tersebut memiliki perawakan yang tinggi dan tegap dengan pakaian khas orang kerajaan yang didominasi warna emas. Dari caranya masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk atau membuka pintu, mendadak muncul begitu saja tanpa ada satu pun orang yang tahu dari mana, jelas menunjukkan bahwa ia bukan orang sembarangan. "Siapa kau berani masuk ke sini tanpa izin?" bentak Dong Wei sambil berdiri. "Tenang. Aku datang membawa kabar baik untuk kalian," jawab orang asing itu sambil berjalan santai ke arah sebuah kursi. Tanpa ragu lelaki itu langsung duduk sebelum dipersilakan. Tidak ada gurat takut sedikit pun di wajahnya. Bahkan ia terkesan sedang menantang orang-orang yang ada di dalam ruangan dengan memandang mereka satu per satu. Tak ayal tingkah lelaki asing yang begitu congkak dan tidak tahu sopan santun itu membuat ta
"Mudah sekali! Setelah Sekte Teratai Putih disingkirkan, kalian harus membantuku naik tahta. Melengserkan kaisar yang sekarang," ujar Long Feng tanpa basa-basi lagi. Sudah barang tentu jika permintaan Long Feng membuat para anggota Aliansi Jing Quo mengumpat dalam batin. Ternyata memang benar, Long Feng datang hanya untuk menjadikan mereka boneka demi bisa merebut kekuasaan dari Kaisar Han Chen. Mereka pun hanya diam dengan darah mendidih. Tidak memberikan tanggapan mengingat ini adalah satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk mengetahui kelemahan Sekte Teratai Putih. Jika mereka menolak begitu saja, sampai kiamat pun mereka tidak akan pernah bisa mengalahkan Patriark Yong Yuwen dan para penduduk Jinchang. Akan tetapi, tidak mungkin pula mereka mengiyakan syarat yang diberikan Long Feng. Masalahnya, syarat tersebut bertentangan dengan hasil diskusi yang sudah disepakati oleh Aliansi Jing Quo. Mereka sudah memutuskan bahwa Wang Weo yang akan menjadi kaisar ji
Dong Wei menggeleng pelan. Ia masih tidak percaya pada pendengarannya sendiri. Dengan nada protes ia berkata, "Ketua Wang, semes--" "Simpan pedangmu! Tidak seharusnya kau bersikap lancang pada Panglima Long Feng," bentak Wang Weo memotong perkataan Dong Wei. Kedua matanya melotot. Membuat Dong Wei terintimidasi atas kewibawaannya. Anggota sekaligus temannya itu pun memasukkan kembali pedangnya. Wang Weo mendongakkan kepala dan merentangkan kedua tangannya yang terkepal. Lalu ia meletakkan tangan kanannya di dada dan tangan kirinya di perut. Seketika itu pula, sebuah pedang muncul. Dengan penuh hormat, Wang Weo menyodorkan pedang itu pada Long Feng dan berkata, "Panglima, terimalah pedang ini sebagai jaminan atas kesetiaan kami padamu." Para anggota Aliansi Jing Quo langsung lemas atas apa yang mereka lihat. Mereka tahu, pedang itu telah menewaskan ratusan pendekar. Jika Wang Weo memberikan pedangnya, bagaimana bisa mereka melawan Long Feng? Sementara
Sudah barang tentu jika pernyataan Long Feng kali ini berhasil menghapus kerut di kening semua orang. Kekesalan mereka digantikan dengan terbitnya senyuman. Mereka tidak pernah menduga kalau ada masanya kekuatan Sekte Teratai Putih yang mengerikan itu bisa menghilang. Maka, setelah mengetahui kelemahan sekte terkuat di wilayah Haidong, para anggota Aliansi Jing Quo pun bergegas membuat rencana penyerangan. Hampir semua anggota aktif memberikan usulan. “Orang-orangku yang akan berada di barisan paling depan untuk membombardir Desa Jinchang dengan duri-duri tajam mematikan!” ungkap Dong Wei bersemangat. Ia sangat yakin pada kemampuan para anggota sektenya. Lebih-lebih dengan jurus Perisai Bulu Emas yang dimiliki, tidak akan mungkin orang-orang Jinchang mampu memotong bulu mereka jika hanya menggunakan pedang biasa. "Ketua Wang, aku dan seluruh anggota Golok Beracun akan siap ditempatkan di mana pun. Aku bahkan sudah tidak sabar ingin memenggal kepala Patr
Semua anggota Aliansi Jing Quo sudah berlatih dengan keras menyiapkan penyerangan. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas yang telah ada di depan mata. Sementara itu, persiapan yang matang juga telah dilakukan oleh Long Feng. Permintaannya pada Kaisar Han Chen beberapa waktu lalu telah dikabulkan. Maka, dengan sebuah gulungan berwarna keemasan yang berisi titah kaisar, ia bersama seluruh prajurit yang berasal dari Sekte Teratai Putih, kembali ke Jinchang. Benar, dengan dalih demi keamanan nyawa para prajurit, Long Feng meminta kaisar untuk memberikan cuti satu hari, tepat pada hari di mana gerhana bulan total akan terjadi. Sebagai gantinya, para pendekar terpilih dari sekte aliran putih membantu mengamankan istana bersama para prajurit yang ada. 'Aku harus mengucapkan salam perpisahan pada orang tua terkutuk itu,' gumam Long Feng dalam benaknya. Ia menghentikan langkahnya di depan kediaman orang tuanya. Long Feng menatap lekat-lekat tem
"Chen'er, cepat masuk!" perintah seorang lelaki paruh baya pada seorang bocah yang sedang bermain di halaman rumah. Melihat raut wajah lelaki di hadapannya, bocah itu pun mengangguk tanpa membantah atau sekadar bertanya. "Baik, Ayah!" ucapnya, lalu memberi hormat sebelum masuk ke dalam rumah. Patriark Yong Yuwen mendongak, memandang bulan yang bundar sempurna. Ia menghela napas panjang, berharap sesak di dadanya melebur dan hilang bersama embus angin. 'Bukankah malam ini terlalu indah untuk dilewatkan dengan bersembunyi?' batinnya. Bukan tanpa alasan Patriark Yong Yuwen tampak begitu gusar. Firasatnya mengatakan, hal buruk akan terjadi. Bukan hanya padanya, melainkan juga pada seluruh anggota Sekte Teratai Putih di Jinchang. "Petaka apa yang sebenarnya akan menimpa kami?" desisnya lirih. "Apa kau masih cemas?" Sebuah suara lembut membuat Patriark Yong Yuwen menoleh ke belakang. Lelaki itu tersenyum hangat pada perempuan bermata coklat yang mulai muncu
Jerit tangis ibu dan anak-anak pun melekat erat pada dinding-dinding ruang bawah tanah. Mereka ingin berhenti melangkah dan kembali menyusul suami dan atau ayah mereka berjuang melawan musuh. Namun, mereka tidak boleh berhenti berlari. Entah bagaimana kehidupan ini terasa begitu kejam? Bahkan rasa ‘peduli’ menjadi hal yang wajib dimusnahkan. Meskipun demikian, setelah cukup jauh melangkah, pada akhirnya mereka tidak sanggup lagi untuk menahan diri agar tidak menengok ke belakang. Para wanita itu sungguh berharap para pria menyusul mereka. “Jangan berhenti! Apa kalian tidak mengerti untuk siapa suami kalian mempertaruhkan nyawa?” pekik Huang Hua begitu keras, membuat beberapa wanita yang sempat berhenti, mulai melanhkah lagi seraya berusaha menghentikan isakan mereka. “Ibu, aku ingin bersama Ibu,” rengek Yong Chen tidak mau melepaskan pelukannya dari Huang Hua. “Chen’er! Berhenti merengek dan pergi! Ikut bibimu sekarang!” bentak Huang Hua denga
Wajah penuh luka Patriark Yong Yuwen menatap lelaki yang membuat lehernya tercekik dengan pandangan nanar. Ia benar-benar tidak berdaya. Sungguh ia tidak peduli jika nyawanya yang dipermainkan dan ditumbangkan. Namun, hatinya seperti tertusuk pisau saat melihat warga Jinchang dibantai. Andai saja kitab itu ada padanya, mungkin lelaki itu akan menyerahkannya pada Wang Weo. Meski Patriark Yong Yuwen tahu musuhnya itu tidak akan berbaik hati mengampuni mereka, bahkan mungkin akan menjadikan para penduduk Jinchang sebagai budak, kenyataannya untuk saat ini, hal itu terlihat lebih baik dibandingkan dengan melihat para warga tak berdosa tewas. "Ma-af-kan a-ku, tapi langit ... tidak menakdirkan Kitab Naga Bertuah denganmu," ucapnya tersendat-sendat. "Set*n!" umpat Wang Weo yang kemudian memberikan tendangan kuat ke perut Patriark Yong Yuwen hingga jatuh terpental ke belakang. "Bunuh semuanya! Jangan sisakan satu pun nyawa! Aku ingin mencium tajamnya wangi darah segar,
Saat Chen Wuji mendapat gilirannya, Wang Shixian kian rajin merapal doa supaya pemuda itu gagal. Dia bahkan sampai memejamkan mata sebab terlalu takut untuk menyaksikan kebenaran.Wang Weo pun tersenyum melihat putrinya demikian. Sayangnya, apa yang dia pikirkan tentang Wang Shixian justru berbanding terbalik dengan yang sebenarnya.Tepat sekali, sang kaisar tersenyum lantaran berpikir kalau gadis itu menyimpan perasaan istimewa untuk Chen Wuji. Hal itu membuat Wang Weo memberikan penilaian lebih pada pengawal baru putrinya itu."Berhasil!"Seketika itu pula Wang Weo bertepuk tangan selagi kerutan memenuhi dahi putrinya. Dia tampak sangat senang melihat 'jagoannya' mampu menyelesaikan tantangan kedua dengan sempurna."Dia benar-benar pemuda yang unggul. Tidak hanya ahli panah, tetapi juga sangat kuat. Bukankah dia lelaki yang sempurna untuk menikah denganmu, Putri?"Wang Shixian menoleh pada sang ayah untuk memberikan tatapan mengintimidasi. Dengan suara rendah saja dia berkata, "Yang
Semua orang menatap batu Yangtze dengan mata terbuka lebar. Benak mereka pasti sibuk membayangkan, apakah mampu mengangkat batu sebesar itu?Jangankan mengangkat, menggesernya saja tampak sulit.Beberapa di antara peserta itu juga tampak sangat tegang. Mereka mungkin membayangkan, apa jadinya jika mereka mampu mengangkat tetapi tidak kuat menahan batu dengan kedua tangan?Mereka bisa mati konyol tertimba batu!"Baiklah, supaya aturan dari ujian kedua ini lebih jelas, aku sampaikan hal yang perlu kalian perhatikan. Pertama, kalian harus mengangkat Yangtze dengan tangan kosong, seperti yang telah aku katakan di awal tadi. Kedua, kalian harus mengangkat batu setelah hitungan ketiga. Ketiga, batu harus terangkat di atas kepala dengan kedua tangan selama lima ketukan."Pernyataan ketiga dari Wang Shixian membuat para peserta dengan refleks menelan ludah. Lima ketukan jelas akan terasa sangat berat untuk dilakukan. Jangankan lima ketukan, satu ketukan saja perlu usaha yang sangat keras."Ji
Tidak seperti hari kemarin, pagi ini wajah Wang Shixian tampak berseri. Senyumnya tidak turun sedikit pun akibat kebahagiaan yang tidak terkalimatkan. "Xian'er, sepertinya kau terlihat sangat senang hari ini." Wang Weo tersenyum lebar melihat sang putri begitu bersemangat."Tentu saja, Ayah. Aku tidak mengira jika mengadakan sayembara akan terasa sesenang ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin menyampaikan tantangan berikutnya pada mereka." Wang Shixian menyesap tehnya dengan penuh kenikmatan. Padahal, apa yang dia sampaikan pada sang ayah tidak sepenuhnya benar. Faktanya, dia menjadi sangat senang setelah mendengar jawaban Genjo Li atas pertanyaan yang dikirimkan melalui Mingyue. Jawaban manis itu membuatnya menjadi begitu ingin bertemu dengan Genjo Li. Jika saja hubungan keduanya telah diketahui khalayak ramai, Wang Shixian bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk memeluk sang kekasih di depan semua orang.Sayang sekali karena dia masih harus bersabar."Jadi, apa tantangan berikutn
"Benarkah Tuan Putri?!"Wang Shixian mengangguk tanpa menoleh pada pelayannya. Dia tampak sibuk dengan kuas di tangannya, menulis karakter demi karakter di atas kertas putih. "Ta-tapi ... bagaimana caranya Tuan Li bisa tiba di istana secepat itu, Tuan Putri? Maksudku, itu sangat ... ajaib. Sangat mengejutkan." Meski Mingyue merasa sangat senang sekaligus lega karena lelaki yang dicintai majikannya tidak terlambat untuk mengikuti sayembara dan bahkan mampu lolos di tahap pertama, dia tetap merasa sulit untuk percaya. Pasalnya, secepat apa pun Genjo Li berlari, bahkan meski menunggangi kuda sekalipun, tidak akan bisa mengejar keterlambatan."Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk terkejut. Percayalah, lelaki yang aku cintai itu bukan sembarang." Wang Shixian tersenyum lebar sambil melipat kertas dan memasukkannya ke dalam amplop cokelat."Si-siapa dia sebenarnya Tuan Putri?""Waktu akan menjawabnya. Kau pasti akan sangat terkejut. Sudah, sekali juga antarkan surat ini pada Kakak Li. P
Genjo Li hanya diam dan tersenyum tipis, tetapi daripada membalas tatapan lelaki yang mengejeknya, dia lebih memilih untuk membuang pandangan ke tanah, seolah tanah yang dia injak bahkan lebih layak untuk dipandang. Sebagai seorang yang sepertinya berasal dari kalangan terpelajar, lelaki di hadapan Genjo Li pun mendengkus kesal lantaran lawan bicaranya tidak mau melihatnya. "Karena persik itu belum tentu jatuh karena panahmu, menepilah. Kau masih bisa melihat sayembara ini.""Tunggu!"'Chen Wuji? Untuk apa dia ikut campur?!' desis Wang Shixian curiga. Tentu saja sudah sejak tadi dia ingin membela kekasihnya. Tidak peduli persik itu jatuh karena panah Genjo Li ataupun karena telah masak, yang dia pikirkan hanyalah, sang kekasih harus bisa lolos dalam tantang pertama itu.Melihat Chen Wuji angkat bicara, sudah pasti membuat hati Wang Shixian kian panas saja. Dia sangat yakin jika lelaki itu akan mendukung peserta yang ingin menyingkirkan Genjo Li. Tentu saja dengan cara yang sangat mem
"Semua gagal!" teriak prajurit yang memimpin jalannya sayembara.Seketika itu pula Wang Shixian berusaha keras untuk tidak pingsan. 'Apa katanya? Semua gagal? Kakak Li gagal? Kekasihku gagal?!' batin perempuan itu tidak berhenti bertanya karena tidak percaya selagi kedua matanya masih terkatup, kian rapat.Wang Shixian tidak berani membuka matanya untuk melihat kenyataan yang terjadi. Dia bahkan tidak berhenti menyalahkan diri sendiri karena memilih tantangan sesulit itu di tahap awal hingga membuat kekasihnya gugur begitu saja.Mulanya dia berpikir pelayan kedai itu adalah seorang ahli panah karena Genjo Li mampu memanah para pembunuh bayaran itu dengan tepat dari jarak yang jauh dalam keadaan gelap ketika menyamar menjadi Pendekar Bertopeng. Namun, ternyata ...Sungguh, jika bukan karena ingin menjaga perasaan sang ayah, perempuan itu akan nekat memanah dirinya sendiri. 'Lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak dicintai!' Begitulah yang ada di dalam benak Wang Shixia
Tantangan memanah yang harus dilakukan para peserta lomba bukanlah sekadar memanah biasa, melainkan memanah yang akan memerlukan kemampuan tingkat tinggi. Peserta dengan kemampuan memanah pas-pasan atau biasa saja, akan sulit untuk lolos dalam tantangan pertama ini. "Kalian harus memanah dari jarak 10 meter." Beberapa lelaki tersenyum mendengar ucapan sang putri. Mereka merasa cukup mampu untuk melewatinya. "Sekarang, berbaliklah," perintah Wang Shixian. Para peserta sayembara serentak balik badan. Di hadapan mereka kini terlihat pohon-pohon persik yang tingginya sekitar 8-10 meter. Banyaknya pohon persik di lahan itu membuatnya tampak seperti kebun buah persik. "Aku suka sekali buah persik. Oleh sebab itu, aku meminta kalian memetiknya untukku. Bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan memanahnya." Sontak saja para peserta terkejut hingga tanpa sadar mulut mereka terbuka dengan sendirinya. Tadi Putri Wang mengatakan bahwa mereka harus memanah dari jarak 10 meter. Dan sekarang
Para peserta sayembara telah berkumpul di halaman belakang istana. Bisa dilihat betapa besar antusiasme masyarakat atas kompetisi untuk mencari lelaki terbaik yang akan menjadi suami untuk sang putri itu. Lapangan yang luas bahkan terlihat penuh oleh mereka.Pada mulanya para lelaki itu saling berbicara dengan orang-orang yang berada di sekitar hingga kemudian kedatangan Wang Weo dan putrinya membuat mereka diam seketika. Sebagai pihak yang mengadakan sayembara, Wang Weo memang sengaja hadir untuk membuka kompetisi itu. Dia memberikan kalimat penyemangat sekaligus peringatan bahwa sayembara itu tidak akan mudah."Aku pastikan hanya lelaki terpilih yang bisa lolos dan menjadi menantuku."Mendengar kalimat terakhir sang kaisar ada perbedaan yang dirasakan para peserta. Banyak di antara mereka yang menjadi lebih bersemangat untuk memenangkan perlombaan. Namun tidak sedikit pula yang merasa takut. Tentu mereka tidak akan lupa, biar bagaimanapun lelaki yang menjadi ayah dari 'hadiah' peme
Pintu gerbang depan istana Haidong telah ditutup rapat ketika matahari berada di atas kepala. Tidak sedikit lelaki yang harus gigit jari karena datang terlambat untuk mendaftarkan diri dalam sayembara. Seperti belum rela dengan kenyataan pahit itu, mereka bahkan masih berdiri dengan tubuh menempel pada gerbang demi melihat para lelaki yang mendaftar di detik-detik terakhir tetapi tidak memiliki nasib seburuk mereka.Meski seandainya mereka berhasil terdaftar sebagai peserta sayembara, belum tentu juga berhasil memenangkannya, setidak-tidaknya mereka telah mencoba. Dan sekarang, apa boleh buat? Bahkan kesempatan untuk menjadi peserta saja sudah tidak mereka miliki.Seorang lelaki yang berada di barisan paling akhir tampak menatap lekat ke arah gerbang. Sepertinya dia sedang mengamati orang-orang yang telah gugur bahkan sebelum mereka terjun ke arena pertempuran.'Jika saja Junsi tidak mengingatkanku, pasti kini aku berada di antara lelaki itu.'Tepat sekali, pria yang memandang ke arah