“Aku dengar ada anak rantau bernama Asoka, apa itu benar, Paduka?” tanya Saptajaya halus. Meskipun mereka bersahabat, tapi Saptajaya selalu menghargai jabatan Galih sebagai raja.
“Dia sedang tidur di kamar lantai paling atas.” Dikawal belasan pasukan elit istana, Raja Galih dan mahapatih masuk bersamaan menuju ruang singgasana.
“Sudah kuduga kau memberikannya fasilitas dan pelayanan terbaik. Aku sangat yakin dia pemuda baik hati, tapi sedikit ceroboh.” Saptajaya terkekeh pelan.
Tidak ada yang tahu kalau sang mahapatih sebelumnya bertemu dengan Datuk Lembu Sora di ujung Dwipa, berbatasan dengan masyarakat Sasak yang mencari penguripan dengan cara berburu dan memancing ikan.
Mereka sempat membahas pemuda bernama Asoka, lumayan lama, sampai akhirnya Datuk Lembu Sora pamit pergi karena ada panggilan dari Ki Seno Aji yang menyuruh semua pemilik mustika berkumpul di sebuah goa misterius daerah Borneo.
Asokamenoleh, ternyata Mangkualamberdiridi belakangnyadengan pandangan mata menyeramkan. Wajahnya memancarkan aura kebencian tinggi,Asokabisa merasakan hal tersebut, seolah dia memiliki dendam kesumat yang ingin segera diluapkan.Tidak kehabisan ide, pemuda berkuncir coba menggoda Mangkualam dengan cara memuji-muji pendekar didikannya.“Tidak, Tuan, saya hanya tertarik pada gerakan mereka. Sangat jarang pendekar dari tanah Jawa melakukan gerakan seperti itu.Bagiku, ini adalah keunikan pendekar Dwipa, dan hanya mereka yang bisa melakukannya.”“Hahaha... wajar saja, pendekar Dwipa lebih lihai dari pendekar Jawa. Buktinya, kau saja tertarik dan matamu berbinar, padahal mereka murid-muridku, apalagi gurunya yang melakukan gerakan.”Mangkualam sangat suka dipuji, dan hal tersebut dimanfaatkan Asoka untuk menguak kebusukan panglima istana satu ini.“Eh, Tuan Panglima berkenanme
Siang hari sebelum datangnya suratmengejutkanitu ke istana Ringin Anom, Ranumendapat kabar kalau diadibiarkan bebas untuk sementara waktu, tapi tangan dan kakinya dicepit dengan kayu yang dilapisi batu alam agardiatidak bisa menyerang. Tak lupa, Pedang Kobar Geni milik Ranu disita oleh pihak istana. “Pandangan kalian tidak boleh luput dari pemuda itu, dia sangat berbahaya, jangan sampai kayu itu rapuh! Energi api miliknya jauh lebih kuat dari semua pendekar di istana.” Panglima Cakra Bumi mengawal Ranu atas perintah Pangeran Wayan. Pemuda itu dialihkan ke ruangan khusus kedap suara. Merasa tidak nyaman dengan aura di ruangan ini, Ranu tiba-tiba muntah darah hitam segar, pertanda jika ruangan ini mengandung aura iblis yang pernah dia rasakan waktu bertarung melawan salah satu murid unggulan Perguruan Elang Hitam. Geni memilih tidur untuk sementara waktu, dia minta agar Ranu menutup Pusaka Giok Api dengan kain
“Aku tidak tahu,” jawab Ranu untuk ketiga kalinya.Raja Swarespati tidak mau buang-buang waktu menginterogasi seorang dengan hati keras seperti Ranu, dia memanggil beberapa tukang pukul istana yang terdiri dari pendekar pemilik ilmu pukul khusus.Tiga orang menyeret Ranu ke lapangan istana, mengikat tangan dan kakinya di tiang gantungan tanpa memberi sedikitpun minum, padahal siang ini matahari bersinar sangat terik.“Ikat dia! Biar dia merasakan bagaimana pedihnya neraka!” Pangeran Wayan dipasrahi ayahandanya untuk menyiksa Ranu hingga pemuda itu menceritakan tentang Asoka.Siang itu juga, Ranu disiksa, dipukuli, ditendang, bahkan dipecut hingga punggungnya mengalami luka pendarahan serius. Beberapa pemimpin pleton menertawakan Ranu, tapi tak jarang juga yang menaruh simpati, coba minta keringanan hukuman pada pangeran.Naas beribu naas.Pangeran malah membentak mereka dengan cacian kasar. “Otak dungu seperti k
Surat selesai dibacakan.Raja Galih mendekati Asokadan membisikkan sesuatu.Seketika wajah Asokaberubah dan giginya bergetar hebat. Ada satu cara yang bisa dilakukan Asokaagar bisa menghancurkan harga diri kerajaan Balidipa.Caranyahanya satu, Asoka harus menjadi warga Ringin Anom dan memenangkan Turnamen Tapak Iblis, turnamen yang hanya diperuntukkan untuk pendekar tanah Dwipa.“Ti-tidak mungkin … berita ini bohong, bukan?” Asokahanya bisa meratapi nasib, duduk bersandar di pojok ruang singgasana. Air matanya menangisi sahabat yangdibunuh tanpa belas kasihan.“Kenapa … kenapa secepat ini kau meninggalkanku?”“Bukankah dirimu janji kita berangkat ke Dwipa bersama dan kembali harus bersama? Tapi kenapa kau menghianati kepercayaanku? Sialan kau Ranu, kau bukan sahabatku!”Asoka memukul-mukul tembok singgasana sampai remuk, tangannya berdarah, tapi dia
Selama satu minggu terakhir, Asokamendapat latihan khusus dariMahapatih Saptajaya.Perhatian itu mengakibatkan rasa cemburu dan kedengkian dari beberapa pendekar istana yang lain, terutama Mangkualam.Pagi, siang, sore, hingga malam, Asokatidak pernah lepas dari pengawasan mahapatih.“Aku tidak menyesal menunda keberangkatanku menuju perguruan. Asoka bisa jadi tombak unggulan Ringin Anom untuk mengalahkan Balidipa di Turnamen Tapak Iblis nanti.”Pagi harinya Asokaberlari menyusuri pinggiran pantai Kuta hingga berkilo meter jauhnya. Itu dilakukan untuk membakar lemak tubuh Asokasekaligus pemanasan. Setelah berlari, barulah Asokamenikmati sarapan yang disiapkan khusus untuknya.Setelah istirahat lumayan lama, siang sampai sore digunakan untuk melatih gerakan khusus yang selama ini Asokabelum tahu. Dan malamnya, Asokadiizinkan memakai ring latihan tanpa harus izin kepada Mangkualam.Hal
Sudah tiga kali Asokamenolak tantangan Mangkualam, tapi panglima istana terus mendesaknya agar mau menerima tantangan. Beberapa kali pedang diayunkan mengincar leher Asoka.Dengan ilmu meringankan tubuh, Asokabisa berkelittanpa harus membuang energi cuma-cuma.“Sial, dia cepat juga,” batin Mangkualamyang beberapa serangannya dapat dihindari dengan mudah.Mangkualammeminta pedang salah satu prajurit, di tangannya kini ada dua pedang, namun ukuran panjangnya berbeda.Asokajuga memiliki dua pedang, tapi masih disarungkan, yang satu pedang Arjuno dan satunya pedang yang tidak bisa pisah dari badannya, tepat di bawah perut.Semakin lama dibiarkan, Mangkualamsemakin brutal menyerang. Terpaksa, Asokamenunjukkan sedikit keahliannya dalam ilmu berpedang.Trang! Trang!Asokamengayunkan pedangnya horizontal ke atas, menangkis serangan dua pedang Mangkualam. Gesekan besi terdengar
Pedang itu tidakternyata tidakmengincar leher Mangkualam, melainkan tanah tandus biasa. Salah perkiraan sedikit, Mangkualampasti sudah mati. Tapi Asokamemberi ampun pada pria rambut cepak.“Jangan sombong hanya karena kau panglima di sini! Aku bisa saja membunuhmu, tapi aku sadar, aku hanya tamu.Kau masih berada di tingkat kahyangan menengah … menantangku adalah hal paling bodoh yang pernah kau lakukan!”Asoka sekali lagi meludahi Mangkualam, kali ini tepat di lencana panglima yang selama ini dibangga-banggakan pria rambut cepak. “Kau terlalu cepat 20 tahun menantangku karena aku sudah menapaki tingkat naga awal. Seranganmu masih jauh dari kata baik, sebaiknya kau latih kembali nafas dan juga emosimu!”Sebelum memasuki gerbang, Asokaberhenti sejenak, lantas bicara tanpa menolehkepada Mangkualam dan para prajurit.“Ingatlah bahwa di atas langit masih ada langit. Untuk ukuran pra
Semua mata memadang Arnawama, tapi tidak satu pun menaruh kebencian pada pria berambur putih itu karena wibawanya sangat tinggi, bahkan Raja Swarespati kadang menaruh sungkan pada mahapatihnya sendiri.“Ada satu orang, dan kalian telah menyiakannya,” ujar Mahapatih Arnawama, pembawaannya sangat dingin dengan tatapan mata menyelidik.“Katakan siapa orangnya!” pinta raja tanpa basa-basi.“Dia pendekar kuat, penguasa elemen api amplifi tujuh, tidak satu pun pendekar Dwipa yang sanggup mengalahkan elemen apinya selain Datuk Lembu Sora, Anda pasti tahu siapa orangnya.”Memikirkan ucapan mahapatih istana, Raja Swarespati duduk termenung, coba mengingat tahanan mana yang pernah dia sia-siakan. “Aku tidak tahu, cepat sebut namanya!”“Ranu, pendekar yang kalian hina, lalu kalian bunuh tanpa alasan logis.”Panglima Cakra Bumi, Pangeran Wayan, pemimpin pleton, dan para penasehat meneguk ludah