Siang pun tiba.
Petinggi kerajaan diminta berkumpul karena paduka raja ingin mengadakan penyambutan khusus sore nanti. Mereka mempersiapkan hidangan terbaik, dimasak langsung oleh koki sepuh istana yang memang bertugas khusus memasak di acara penghormatan tamu istimewa.
Asoka mendapat penjamuan khusus dari Raja Galih, sebuah karpet merah khusus berbalutkan sutra terbaik Dwipa, digelar dari ruang tengah istana sampai ruang penjamuan.
Para prajurit diminta berbaris rapi, bahkan bisa dibilang, barisan tersebut jauh lebih rapi dari penyambutan ketika Raja Galih atau Pangeran Wayan masuk ke ruang singgasana.
Seisi istana masih penasaran kenapa Asoka bisa mendapat keistimewaan seperti ini, kejadian yang belum pernah ada sepanjang sejarah berdirinya kerajaan Ringin Anom.
Bisa dimaklumi karena hanya sang raja yang tahu kalau Asoka memiliki marga Basundara.
Panglima Mangkualam berdiri di ambang pintu singgasana. Iri hati dan
Tiga bulandari sekarang, akan ada turnamen besar yang diadakan di tengah pulau Dwipa. Turnamen itu menjadi acara lima tahunan paling bergengsi karena hadiahnya berupa pusaka sakti atau mustika yang selama ini diincar para pendekar.Bertepatan tahun ini hadiahnya adalah mustika, tapi tidak diberitahu mustika apakah yang akan dijadikan hadiah.Datuk Lembu Sora sengaja menyuruh Asoka pergi ke Dwipa.Selain berlatih, sang pertapa ingin bocah itu mendapat kepercayaan orang-orang Ringin Anom agar diutus menjadi peserta turnamen. Ini dirancang Datuk Lembu Sora untuk menguji seberapa besar daya tahan tubuh Asoka.Turnamen Tapak Iblis sedikit berbeda dengan Turnamen Neraka Bumi, jika turnamen yang diadakan Perguruan Api Abadi itu fokus pada ilmu serangan dan bertahan, Turnamen Tapak Iblis justru lebih mengedepankan pertahanan dan kecerdasan pikir.Banyak rintangan-rintangan khusus, perjalanan, perburuan gulungan, hingga pencarian pusaka terpendam di s
“Aku dengar ada anak rantau bernama Asoka, apa itu benar, Paduka?” tanya Saptajayahalus.Meskipun mereka bersahabat, tapi Saptajayaselalu menghargai jabatan Galih sebagai raja.“Dia sedang tidur di kamar lantai paling atas.”Dikawal belasan pasukan elit istana, Raja Galih dan mahapatih masuk bersamaan menuju ruang singgasana.“Sudah kuduga kau memberikannya fasilitas dan pelayanan terbaik. Aku sangat yakin dia pemuda baik hati, tapi sedikit ceroboh.”Saptajaya terkekeh pelan.Tidak ada yang tahu kalau sang mahapatih sebelumnya bertemu dengan Datuk Lembu Sora di ujung Dwipa, berbatasan dengan masyarakat Sasak yang mencari penguripan dengan cara berburu dan memancing ikan.Mereka sempat membahas pemuda bernama Asoka, lumayan lama, sampai akhirnya Datuk Lembu Sora pamit pergi karena ada panggilan dari Ki Seno Aji yang menyuruh semua pemilik mustika berkumpul di sebuah goa misterius daerah Borneo.
Asokamenoleh, ternyata Mangkualamberdiridi belakangnyadengan pandangan mata menyeramkan. Wajahnya memancarkan aura kebencian tinggi,Asokabisa merasakan hal tersebut, seolah dia memiliki dendam kesumat yang ingin segera diluapkan.Tidak kehabisan ide, pemuda berkuncir coba menggoda Mangkualam dengan cara memuji-muji pendekar didikannya.“Tidak, Tuan, saya hanya tertarik pada gerakan mereka. Sangat jarang pendekar dari tanah Jawa melakukan gerakan seperti itu.Bagiku, ini adalah keunikan pendekar Dwipa, dan hanya mereka yang bisa melakukannya.”“Hahaha... wajar saja, pendekar Dwipa lebih lihai dari pendekar Jawa. Buktinya, kau saja tertarik dan matamu berbinar, padahal mereka murid-muridku, apalagi gurunya yang melakukan gerakan.”Mangkualam sangat suka dipuji, dan hal tersebut dimanfaatkan Asoka untuk menguak kebusukan panglima istana satu ini.“Eh, Tuan Panglima berkenanme
Siang hari sebelum datangnya suratmengejutkanitu ke istana Ringin Anom, Ranumendapat kabar kalau diadibiarkan bebas untuk sementara waktu, tapi tangan dan kakinya dicepit dengan kayu yang dilapisi batu alam agardiatidak bisa menyerang. Tak lupa, Pedang Kobar Geni milik Ranu disita oleh pihak istana. “Pandangan kalian tidak boleh luput dari pemuda itu, dia sangat berbahaya, jangan sampai kayu itu rapuh! Energi api miliknya jauh lebih kuat dari semua pendekar di istana.” Panglima Cakra Bumi mengawal Ranu atas perintah Pangeran Wayan. Pemuda itu dialihkan ke ruangan khusus kedap suara. Merasa tidak nyaman dengan aura di ruangan ini, Ranu tiba-tiba muntah darah hitam segar, pertanda jika ruangan ini mengandung aura iblis yang pernah dia rasakan waktu bertarung melawan salah satu murid unggulan Perguruan Elang Hitam. Geni memilih tidur untuk sementara waktu, dia minta agar Ranu menutup Pusaka Giok Api dengan kain
“Aku tidak tahu,” jawab Ranu untuk ketiga kalinya.Raja Swarespati tidak mau buang-buang waktu menginterogasi seorang dengan hati keras seperti Ranu, dia memanggil beberapa tukang pukul istana yang terdiri dari pendekar pemilik ilmu pukul khusus.Tiga orang menyeret Ranu ke lapangan istana, mengikat tangan dan kakinya di tiang gantungan tanpa memberi sedikitpun minum, padahal siang ini matahari bersinar sangat terik.“Ikat dia! Biar dia merasakan bagaimana pedihnya neraka!” Pangeran Wayan dipasrahi ayahandanya untuk menyiksa Ranu hingga pemuda itu menceritakan tentang Asoka.Siang itu juga, Ranu disiksa, dipukuli, ditendang, bahkan dipecut hingga punggungnya mengalami luka pendarahan serius. Beberapa pemimpin pleton menertawakan Ranu, tapi tak jarang juga yang menaruh simpati, coba minta keringanan hukuman pada pangeran.Naas beribu naas.Pangeran malah membentak mereka dengan cacian kasar. “Otak dungu seperti k
Surat selesai dibacakan.Raja Galih mendekati Asokadan membisikkan sesuatu.Seketika wajah Asokaberubah dan giginya bergetar hebat. Ada satu cara yang bisa dilakukan Asokaagar bisa menghancurkan harga diri kerajaan Balidipa.Caranyahanya satu, Asoka harus menjadi warga Ringin Anom dan memenangkan Turnamen Tapak Iblis, turnamen yang hanya diperuntukkan untuk pendekar tanah Dwipa.“Ti-tidak mungkin … berita ini bohong, bukan?” Asokahanya bisa meratapi nasib, duduk bersandar di pojok ruang singgasana. Air matanya menangisi sahabat yangdibunuh tanpa belas kasihan.“Kenapa … kenapa secepat ini kau meninggalkanku?”“Bukankah dirimu janji kita berangkat ke Dwipa bersama dan kembali harus bersama? Tapi kenapa kau menghianati kepercayaanku? Sialan kau Ranu, kau bukan sahabatku!”Asoka memukul-mukul tembok singgasana sampai remuk, tangannya berdarah, tapi dia
Selama satu minggu terakhir, Asokamendapat latihan khusus dariMahapatih Saptajaya.Perhatian itu mengakibatkan rasa cemburu dan kedengkian dari beberapa pendekar istana yang lain, terutama Mangkualam.Pagi, siang, sore, hingga malam, Asokatidak pernah lepas dari pengawasan mahapatih.“Aku tidak menyesal menunda keberangkatanku menuju perguruan. Asoka bisa jadi tombak unggulan Ringin Anom untuk mengalahkan Balidipa di Turnamen Tapak Iblis nanti.”Pagi harinya Asokaberlari menyusuri pinggiran pantai Kuta hingga berkilo meter jauhnya. Itu dilakukan untuk membakar lemak tubuh Asokasekaligus pemanasan. Setelah berlari, barulah Asokamenikmati sarapan yang disiapkan khusus untuknya.Setelah istirahat lumayan lama, siang sampai sore digunakan untuk melatih gerakan khusus yang selama ini Asokabelum tahu. Dan malamnya, Asokadiizinkan memakai ring latihan tanpa harus izin kepada Mangkualam.Hal
Sudah tiga kali Asokamenolak tantangan Mangkualam, tapi panglima istana terus mendesaknya agar mau menerima tantangan. Beberapa kali pedang diayunkan mengincar leher Asoka.Dengan ilmu meringankan tubuh, Asokabisa berkelittanpa harus membuang energi cuma-cuma.“Sial, dia cepat juga,” batin Mangkualamyang beberapa serangannya dapat dihindari dengan mudah.Mangkualammeminta pedang salah satu prajurit, di tangannya kini ada dua pedang, namun ukuran panjangnya berbeda.Asokajuga memiliki dua pedang, tapi masih disarungkan, yang satu pedang Arjuno dan satunya pedang yang tidak bisa pisah dari badannya, tepat di bawah perut.Semakin lama dibiarkan, Mangkualamsemakin brutal menyerang. Terpaksa, Asokamenunjukkan sedikit keahliannya dalam ilmu berpedang.Trang! Trang!Asokamengayunkan pedangnya horizontal ke atas, menangkis serangan dua pedang Mangkualam. Gesekan besi terdengar
Kakek pertapa emosi dan menendang bokong Asoka. “Akhlakmu mbok yo dijaga! Kau ini sedang ada di rumah orang. Minimal, kau buang itu sampah pada tempatnya!”“Ma-maaf, Kek,” lirih Asoka sambil menundukkan kepala.“Maaf gundulmu! Cepat angkut semua kulit pisang itu dan buang di tempat sampah!”“Ta-tapi, Kek...”“Tidak ada tapi... cepat angkut semuanya! Aku tidak ingin melihat ladang yang selama ini kurawat jadi kotor karena kulit pisangmu!”Asoka memungut semuanya dengan wajah manyun. Moncong bibirnya tak kunjung tersenyum karena kesal dengan perilaku sang kakek.Usai mengumpulkan semua kulit pisang yang berserakan, Asoka membersihkan kotoran pisang yang menempel di sana. Dia ambil pasir dan menutup sisa-sisa pisang yang menempel di tanah. Setelah selesai, barulah Asoka kembali ke tempat si kakek.“Sudah, tunggu apa lagi? Cepat buang kulit pisang itu!”“
“Setan gendeng!” teriak Asoka setelah berguling menghindar. “Nggak usah sok bohongi aku! Tuyul, tuyul, mana ada tuyul dewasa! Lihat... bohong malah bikin gigimu panjang tau!”“Manusia gemblung! Takkan kubiarkan kau lolos dari sini hidup-hidup!”“Woi Genderuwo,” teriak seorang wanita cantik dari belakang, “dia itu mangsaku. Jangan mengaku-ngaku itu mangsamu!”Semua lelembut yang mengejar Asoka terdiam sejenak setelah mendengar suara Lara. Mereka sadar akan kedudukan Lara dan mempersilakan perempuan itu untuk berlari lebih dulu.Lara adalah dayang pribadi sang putri raja. Dia memiliki kelebihan dan kedudukan lebih dari pada semua lelembut yang hidup di perdesaan seperti ini. Bahkan, raja Abiyasa selalu memberikan desa ini bantuan karena Lara.Sama halnya dengan manusia, jin pun memiliki kerajaannya sendiri. Mereka punya pemimpin, selir, anak, dan rakyat. Daerah mereka juga sama dengan manusi
Tidak lama setelah itu, Lara masuk dengan wajah perempuan cantik. Asoka tidak tahu kalau Lara sebenarnya seorang lampir yang menyamar.“Bagaimana makanannya? Enak, kan?” tanya Lara dengan senyum mengembang tipis. Dia duduk di samping Asoka dan merangkul pinggangnya.Asoka bergidik. Baru kali ini dia berada sedekat itu dengan seorang cewek cantik. Tak ayal, tubuhnya kembali bergetar hebat.Gatra kembali mimisan hebat. Kali ini bahkan sampai muntah darah. “Bocah setan!” teriaknya, lalu pingsan karena tidak kuat menahan godaan Lara.“Ahh, jangan begitu, Nyi. Nyi Lara kan sudah punya sua-”“Panggil aku Lara,” bentak Lara dengan mata sedikit melotot.“Ba-baik, Lara. Tapi tolong singkirkan tanganmu karena aku tidak ingin membuat keributan di sini.” Asoka menurunkan tangan Lara perlahan.“Aku masih mencium bau darah di sini... jangan katakan kau tidak memakannya tadi siang!&rd
Asoka tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia hanya mengangguk dan mengiyakan permintaan perempuan cantik di depannya. Gatra yang sadar, tidak bisa berbuat banyak.Dari sini kita tahu bahwa ingatan Gatra masih utuh. Hanya ingatan Asoka yang dihapus oleh penduduk Alas Lali Jiwo.Gatra curiga kalau Danang dan Ganang lah pelakunya. Itu terjadi saat tubuh Asoka tidak kuat menahan energi saat perpindahan dimensi dari hutan Arjuno menuju Alas Lali Jiwo.Alas Lali Jiwo, berarti hutan lupa diri. Sesuai dengan namanya, setiap orang yang sudah masuk ke dalam alas ini pasti akan mengalami kejadian seperti Asoka. Arka pun mengalami hal yang sama saat dia terjebak di sini.“I-ini apa, Nyi?” tanya Asoka lirih. Dia sedikit takut karena tidak kenal siapa perempuan di depannya.“Kau bisa panggil aku Lara... di dalam sana ada nasi dan ikan bakar yang sudah dibumbui sambal merah.”Asoka terlihat bersemangat. Setelah sekian lama dia tidak m
Beberapa menit kemudian, ada derapan kaki yang sangat cepat dari bawah gunung. Suaranya tidak terlalu kentara, tapi Gatra bisa merasakan suara itu. Dia kembali masuk ke tubuh Asoka dan memberitahu kalau ada bahaya yang datang.“Awas, ada sesuatu besar yang datang dari belakang. Dua benda, atau orang, entahlah.”Asoka diam sejenak. Dia mulai merasakan ada derapan kaki. Gandaru masih terus berjalan karena merasa Asoka berjalan mengikutinya.“Tolong, Tuan Musang!”Asoka berteriak ketika dua siluman kera membawanya. Mereka bergelantung ke arah Timur, ke arah sumber suara gamelan tadi berbunyi.Saat Asoka diculik, Gatra tiba-tiba terkunci dalam tubuh Asoka dan tidak bisa keluar. Bahkan untuk berbicara saja sangat sulit.“Ada apa ini!” Gatra berontak setelah dua besi kemerahan menghantam sayapnya.Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan Asoka.Posisi Gandaru berada jauh di belakang Danang da
Sebelum kelima bola itu mendarat, mustika merah dalam pedang raksasa kecil Asoka mengeluarkan cahaya. Pancarannya sangat hebat dan Asoka sampai-sampai menutup matanya. Tak lama, mustika merah sudah ada dalam genggaman Gatra yang masih dalam bentuk manusianya.“Guru, awas!” teriak Asoka sangat keras. Tubuhnya sudah dilapisi oleh perisai energi merah milik Gatra.Bluar!Sebuah ledakan sangat besar terjadi. Asap membumbung dan debu-debu bertebaran di mana-mana. Anak buah Gandaru terpental jauh hingga puluhan tombak. Ganang dan Ganang pun sama, mereka mencoba menahan ledakan itu, namun gagal.“Uhuk... gu-guru, uhuk...”Asoka merasakan kakinya seperti tertimpa batu raksasa. Sakit sekali. Hanya rasa tanpa luka fisik. Tapi hal tersebut cukup membuat Asoka mendesis tak henti-henti.Ledakan tersebut membuat pepohonan yang ada dalam jarak lima tombak di sekitar Gatra tumbang. Hutan tersebut menjadi gundul. Potongan batang pohon
Para siluman anak buah Gandaru menahan tekanan tersebut. Beberapa dari mereka tumbang akibat tidak kuat menahannya. Sementara Ganang, dia menahannya dengan palu godam yang sama seperti milik kakaknya.“Sakit,” lirih Asoka saat badannya terdorong ke tanah.Gravitasi yang ditimbulkan sangatlah kuat. Selama hampir satu menit, dua siluman itu terus beradu. Hanya mereka berdua yang masih berdiri kokoh. Yang lainnya sudah dalam posisi bungkuk, duduk, dan bahkan ada yang pingsan.“Soka, kau bisa mendengar suaraku,” lirih Gatra dalam tubuh Asoka.“Benarkah itu kau, Guru?” Tanya Asoka kembali.“Entah aku harus senang atau sedih. Tapi tekanan energi ini merusak segel yang beberapa hari lalu dibentuk oleh si pertapa jenggot abu-abu.”“Maksudmu pertapa yang aku temui di gunung Welirang?”“Benar, Soka. Dia lah yang menyegelku dan membuatku tidak bisa membagi kekuatan denganmu. Aku s
Gandaru mundur beberapa langkah. Dia mengambil jarak dari Ganang dan Danang. Tak lama, ujung dua ekornya mengeluarkan sinar merah seperti bola api.Puma merasa kalau tindakan rajanya terlalu gegabah. Jika Gandaru terpaksa melakukannya, maka hutan Arjuna yang merupakan rumah mereka akan terbakar.Melihat hal tersebut, jiwa pendekar Asoka bangkit. Dia ingin mendamaikan konflik antar dua lelembut dari dua tempat berbeda. Akan sangat beresiko memang, tapi Asoka harus melindungi keserasian hutan.Pemuda itu terlambat. Bola api di ujung ekor Gandaru sudah terlempar cepat ke arah Danang dan Ganang. Dua siluman kera Alas Lali Jiwo itu mengayunkan palu godamnya dan melemparkan bola api tadi ke atas.Seketika ledakan terjadi. Ada batuan panas yang membakar setiap yang dilaluinya. Asoka meloncat-loncat untuk menghindari batu panas tersebut. Dia pun tak sadar kalau para siluman yang sedang berseteru memandanginya dari jauh.“Ups, maaf. Aku hanya ingin me
Asoka sudah berlari lebih dulu. Saking takutnya, dia tidak sengaja mengeluarkan ilmu meringankan tubuh. Karena itulah, beberapa penghuni hutan yang lain penasaran dan malah mengejar Asoka.Pemuda itu kini dikejar oleh belasan siluman penghuni hutan. Dua di antaranya adalah Danang dan Ganang. Karena para siluman merasa asing dengan keberadaan keduanya, terjadilah perdebatan sengit.“Bocah itu milik kami. Kau tidak berhak untuk menangkapnya!” Siluman musang ekor dua membentak Danang. “Suruh kembaranmu turun atau kami akan membunuhmu di sini!”Asoka mendengar bentakan keras. Bentakan tersebut membangunkan Gatra. Sang gagak terkejut dan sadar adanya tabrakan energi hitam yang cukup kuat. Nampaknya dua monyet kembar tadi setara dengan seorang pendekar tingkat langit.Karena penasaran, Asoka tidak langsung kabur. Dia menekan kuat-kuat tenaganya agar tidak terdeteksi oleh penghuni hutan yang lain.Saat perdebatan sengit terjadi, As