Home / Pendekar / Pendekar Pedang Api / Ch. 01 - Tragedi di Desa Huangjin

Share

Pendekar Pedang Api
Pendekar Pedang Api
Author: Fii

Ch. 01 - Tragedi di Desa Huangjin

Author: Fii
last update Last Updated: 2021-09-18 18:37:53

Keadaan Kekaisaran Qing tengah dilanda masalah serius, perebutan wilayah dan munculnya sekelompok pendekar aliran hitam yang kerap kali menjarah desa saat malam hari menimbulkan kekhawatiran besar, terlebih lagi bagi para penduduk Desa Huangjin. Baru-baru ini dikabarkan telah terjadi pembakaran di desa seberang mereka, Desa Huoyun yang terkenal sebagai desa pandai besi.

Prajurit militer dan para praktisi perang turun tangan untuk menangani masalah serius ini, Sang Kaisar menitah agar berita ini tak menyebar ke mana-mana, memaksa rakyatnya tutup mulut dan telinga akan kabar tersebut.

Saat malam tiba Desa Huangjin dilanda oleh kesunyian yang ganjil, para penduduk dikatakan meninggalkan desa tersebut sebelum matahari terbenam. Namun, di antara kesunyian yang menyelubungi Desa Huangjin hanya ada satu penerangan yang menyala di sebuah rumah sederhana. 

Dari pintu masuk, seorang anak laki-laki berumur 10 tahun baru saja membuka daun pintu ketika seorang lelaki tua renta mengetuknya. 

Redup penerangan lilin menerangi hasil tangkapan Xiao Qizuan, tiga ekor ikan yang diikat menjadi satu dengan tali dari akar pohon. Senyum sederhananya terpampang jelas.

"Hanya ini yang bisa kudapatkan seharian memancing," ujar Xiao Qizuan terdengar serak, di usianya yang senja langkah kaki laki-laki itu gemetaran. Sementara pemuda kecil yang berdiri di ambang pintu membantunya berjalan ke dalam rumah yang hampir menyerupai gubuk.

"Besok biar aku yang menggantikanmu, Kakek." 

Xiao Long membawa ikan di tangan sang kakek, berniat membersihkan dan memasaknya agar bisa mereka makan. Sudah lama mereka tak memakan daging ikan, hanya ada tanaman-tanaman merambat dan juga sayuran liar yang sering dibawa Xiao Long dari hutan menjadi lauk mereka.

Xiao Qizuan mengalihkan topik pembicaraan.

"Jadi mereka benar-benar meninggalkan desa ini? Sungguh sangat disayangkan."

Xiao Long yang sibuk mengeluarkan isi perut ikan di dapur mengangguk, walaupun agak ragu.

"Kabar tentang Zirah Hitam tentu ada benarnya, tapi bukankah itu hanya penjarahan biasa? Lagipula apa yang hendak mereka rampas dari kita?"

Xiao Long mendengkus, pikirnya para warga Desa Huangjin hanya begitu takut harta mereka diambil. Dia menolak pergi bersama mereka saat diajak. 

"Yin'er bagaimana? Apa dia sudah tidur?" 

"Sudah. Perutnya kosong seharian, dia tidak begitu menyukai sayuran." Xiao Long menjawab sekadarnya, lalu menatap kakeknya lurus.

"Besok aku akan pergi ke hutan untuk mencari buruan. Jadi kakek tidak perlu memancing lagi."

"Haish, kau tidak tahu apa-apa soal berburu, Nak. Jaga adikmu saja biar aku yang ke hutan," tolak Xiao Qizuan mentah-mentah. 

Bagaimana dia tidak khawatir, terakhir kali Xiao Long pergi ke hutan anak itu dibuat sekarat oleh sekawanan anjing hutan yang mengeroyoknya, ditambah lagi anak itu tak tahu menahu soal menggunakan senjata tajam. 

Xiao Qizuan pernah menyuruh cucunya itu membunuh seekor kelinci dan Xiao Long sama sekali tidak bisa melakukannya. 

Xiao Long memiliki hati yang terlalu lembut, sehingga dalam pertarungan antara hidup dan mati dia tak tega membunuh musuhnya walau nyawa sendiri yang menjadi taruhan.

Mendengar penolakan itu Xiao Long mencoba untuk memahami. Berpikir jika membicarakan ini besok pagi mungkin Xiao Qizuan akan mengiyakan permintaannya.

Pertengahan malam, udara pengap dan panas berdesir di jalanan Desa Huangjin. Dedaunan kering beterbangan saat angin pertanda badai datang. Malam itu Xiao Qizuan terjaga dalam perasaan was-was.

Terdengar derap-derap langkah kaki di atap rumah lain, Xiao Qizuan bangun dari tempat tidur dan berniat menarik gagang pintu sebelum gedoran keras nyaris membanting pintu rumah tersebut.

Sontak saja daun pintu itu menghantam wajah Xiao Qizuan, di depannya seorang pria berbadan besar juga tinggi dengan sebilah kapak besar di tangan memasang wajah beringas. Dalam keremangan malam, tatapan mata memburunya berhasil membuat Xiao Qizuan gemetar setengah mati.

Hanya membutuhkan beberapa detik, kini berdiri sekitar empat puluh orang membanjiri jalan Desa Huangjin. Bisik-bisik kasar terdengar dari kerumunan tersebut hingga akhirnya sang pemimpin bersuara keras.

"DIAM!"

Sekumpulan laki-laki yang menggunakan baju zirah hitam layaknya kulit kalajengking terdiam dalam barisan, sepakat membungkam mulut saat sang Pimpinan Zirah Hitam bersuara.

Lalu Pimpinan Zirah Hitam menghadapkan tubuhnya pada Xiao Qizuan dengan tatapan penuh selidik.

"Ke mana perginya semua penduduk desa ini?" ucapnya penuh penekanan, tatapan mata merah itu menghunus tepat di bola mata Xiao Qizuan, laki-laki renta itu menjawab dengan kepala tertunduk.

"Sa-saya tidak tahu ...."

"Katakan ke mana mereka pergi?!" ulangnya dengan bentakan, nada bicara laki-laki itu seketika meninggi disertai urat di tangannya yang menonjol. Melihat Xiao Qizuan seolah-olah enggan mengeluarkan suara, Pimpinan Zirah Hitam mengangkat kerah lelaki itu tinggi-tinggi.

"Aku tidak segan memotong kepalamu jika kau tidak segera mengatakannya!"

"Tidak akan saya katakan walaupun harus meregang nyawa!"

Tubuh Xiao Qizuan terbanting menghantam dinding yang terbuat dari anyaman bambu, lelaki tua itu merangkak hingga sebuah pedang menghunus tepat di atas kepalanya."Kesempatanmu hanya sekali ini saja. Aku tidak akan mengulang kalimatku," ancam pria itu. Wajahnya telah merah dilalap murka. 

Xiao Qizuan telah berjanji terlebih dahulu pada para bangsawan desa, jika dia ingin terus tinggal di desa ini maka dirinya harus menutup mulut soal ke mana perginya penduduk Desa Huangjin. Kelompok penjarah ini tahu betul bahwa para bangsawan Desa Huangjin kaya raya dan memiliki harta yang berlimpah.

Berbeda dengan penduduk lain, Xiao Qizuan tak memiliki pilihan lain selain bertahan di Desa Huangjin, mereka tidak memiliki uang bepergian bahkan untuk makan saja kesusahan. Berpindah ke desa lain berarti mereka harus menyiapkan uang makan dan sewa penginapan.

 Xiao Qizuan hanya mengandalkan tangkapan dan hasil buruan untuk mengisi perutnya dan cucunya yang telah yatim piatu. Sejak umur delapan tahun Xiao Long telah kehilangan kedua orang tuanya tepat saat terjadi perang saudara di tanah ini, maka dari itu sebagai satu-satunya orang yang masih dimiliki ikatan darah dengan mereka, Xiao Qizuan memilih untuk mengasuh Xiao Long dan Xiao Yin.

Bunyi dari arah depan membuat Xiao Yin terbangun dan menangis, anak kecil yang baru berusia lima tahun itu merengek hingga membuat saudaranya terbangun.

Saat menyadari keributan tengah terjadi di halaman depan rumahnya Xiao Long segera panik, dia menatap sang kakek yang tengah meringkuk di atas lantai sambil berbicara tanpa suara.

"Lari ...."

"Kakek! Apa yang terjadi?!"

"Hei bocah miskin, sebaiknya kau beritahu kepada kami ke mana perginya keluarga bangsawan Ming sebelum kami mengambil kepalanya!" sahut salah satu dari Zirah HItam sembari mengacungkan pedangnya ke leher Xiao Qizuan.

Xiao Qizuan menggelengkan kepala, memohon cucunya agar tidak buka suara. Walaupun hanya seorang laki-laki miskin, Xiao Qizuan haram mengingkari janji.

Orang-orang dari Zirah Hitam terus mendesak, sementara Xiao Long tak ingin kakeknya mati begitu saja.

 Xiao Yin kembali menjerit, lebih kencang membuat suasana menjadi kian rumit.

"Mereka pergi ke-"

"Xiao Long, tutup mulutmu-!"

Cipratan darah menghambur ke mana-mana, napas Xiao Long tercekat bukan main. Terdengar suara menghantam lantai tak lama kemudian dan yang dilihat anak itu adalah kepala kakeknya yang telah terpenggal jatuh menggelinding ke bawah kakinya. Tatapan mata kosong Xiao Qizuan tertuju ke arahnya seolah-olah menyuruh Xiao Long lari.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Mirles
permulaan yg menyedihkan sekaligus menegangkan kak.
goodnovel comment avatar
Hanny Pangemanan
...cerita bagus
goodnovel comment avatar
Abd Rajab Azis
Awalnya bagus, pasti selanjutnya juga
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 02 - Zirah Hitam

    Xiao Long berdiri memaku, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi di depannya. Genangan darah telah membanjiri kaki anak muda itu, tak beda dengan matanya yang mulai basah. Gemuruh di dada Xiao Long meledak-ledak saat melihat tubuh kakeknya mengejang sekarat."Kakek ...."Xiao Long hendak menangis tapi sebilah pedang yang bertengger di bawah dagunya membuat anak itu mematung beribu bahasa."Katakan ke arah mana rombongan bangsawan itu pergi. Kami akan membebaskanmu."Xiao Long masih begitu yerkejut, tatapan matanya hampa menatap kepala sang kakek yang masih mengeluarkan darah. Pimpinan Zirah Hitam mencekik lehernya dan membenturkan kepala Xiao Long ke tiang hingga berdarah."Katakan!" geramnya memperkuat cekikan itu. Namun, tubuh Xiao Long tak bergeming. Dia tak peduli tenggorokannya sakit atau tak dapat menarik napas akibat cengkraman tersebut. Kesadaran Xiao Long kembali saat dilihat adiknya dib

    Last Updated : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 03 - Dua Makam

    Di sepanjang jalan hutan sudah berapa kali Xiao Long tergelincir, darah mengalir dari robekan di tempurung kakinya. Namun tak menyurutkan niat Xiao Long untuk melarikan diri.Tiga hari terkurung rasa khawatir akan adiknya Xiao Yin semakin menjadi-jadi, Xiao Long menyesal mengapa dia begitu lemah hanya untuk sekedar melarikan diri.Laki-laki Zirah Hitam terus menjaga kurungan, tak melepaskan pandangan mereka sedikit pun darinya. Saat mendapatkan kesempatan Xiao Long segera melarikan diri. Tak menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja.Alur pelarian yang menuruni bukit membuat kaki Xiao Long tergelincir kembali, tubuhnya jatuh menabrak batang pohon dan terus menggelinding ke bawah. Saat terbangun dari jatuh, Xiao Long memutar pandangan segera, mengenali tempat itu adalah tempat ketika dia tertangkap dan Xiao Yin terlepas dari tangannya.Sekali lagi Xiao Long memutar pandangan, tak mendengar tangi

    Last Updated : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 04 - Bai Huang dan Sekte Awan Merah

    "Apa kau mengerti pentingnya nyawa seseorang?"Xiao Long yang pucat pasi sadar tak sadar dengan kehadiran seseorang di belakangnya, masih setengah tak percaya. Senyum di wajahnya menampakkan kegetiran."Aku ingin melindungi orang-orang yang penting bagiku."Lelaki itu tertawa singkat, "Maka jadilah seorang pendekar yang hebat. Sepuluh Terkuat, dikenal sebagai para pengawal Kaisar Qing. Dengan begitu, kau dapat melindungi semua orang dengan kedua tanganmu."Xiao Long menatap kedua tangannya, tak percaya apakah tangan itu dapat menyelamatkan ratusan hingga ribuan nyawa. Dia terlalu lemah. Bahkan untuk sekedar percaya bahwa perkataan orang itu benar adanya."Aku ..." Xiao Long mengepalkan kedua tangan, lalu menggeleng. "Tidak ada lagi yang bisa kulindungi. Mereka sudah tiada."Setelah itu Xiao Long berjalan membelakangi pria itu, memasuki rumahnya yang sepi tak berp

    Last Updated : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 05 - Petualangan Baru

    Sore hari di mana petang sudah berganti malam yang hening. Xiao Long terbangun, dia dibuat pingsan oleh senior-seniornya. Sebelah tangannya terasa seperti akan patah, begitu juga kakinya. Darah mengalir di sudut bibir Xiao Long yang kini melewati lorong-lorong asrama, hendak kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya.Namun yang dia lihat sekarang adalah kamar yang berantakan. Beberapa pakaian dirobek dan diinjak dengan sepatu kotor. Xiao Long bahkan tak sempat membersihkan dirinya yang berbau kotoran kuda, mendapati tiga orang senior yang tadi menyiksanya telah berdiri menunggu di atas meja, melipat kedua tangan dengan tatapan mata pongah."Kau masih berpikir untuk kembali? Aku sudah menyuruhmu untuk meninggalkan tempat ini jika tidak ingin nyawamu kuhabisi. Kau mengejekku?"Dua orang menarik Xiao Long dengan paksa ke dalam ruangan, menghadap Gu Xian yang tengah dilalap kemurkaannya sendiri. Pedang dia tarik hingga

    Last Updated : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 06 - Di Ujung Maut

    Menempuh jalur hutan yang jarang dilewati manusia memiliki rintangan tersendiri, begitu banyak marabahaya menanti Xiao Long. Semenjak meninggalkan sekte Awan Merah semuanya berubah menjadi menakutkan. Dia tidak diterima di mana pun, binatang saja enggan melihatnya. Xiao Long baru saja menemukan aliran air sungai dan berhenti di sana sembari melepas dahaga. Dia sudah berjalan satu harian, telapak kakinya serasa terbakar saat berdiri di bebatuan sungai yang besar. Jernihnya aliran air memantulkan wajah Xiao Long yang hanya terpaku untuk beberapa saat. Menatap diri sendiri dan tenggelam akan pikirannya. Dia hanya sendiri di dunia ini. Dan identitas yang dibawanya takkan pernah berubah. Penyelamat atau bencana. Semua itu berputar-putar di kepalanya. Membuat kepala Xiao Long pusing, dia merebahkan tubuh pada batu besar di pinggir sungai. Menatap birunya langit di atas yang hanya dilewati garis-garis tipis awan. Tanpa disadari waktu telah berlalu dua jam dengan

    Last Updated : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 07 - Raja Hutan

    Malam itu, Xiao Long baru menyadari betapa kerasnya hidup di luar. Dia selalu tak mempercayai omongan kakeknya. Dia selalu tak menghargai kehidupan aman yang selalu diberikan kakeknya dan bersikeras untuk pergi ke luar. Menemui hal berbahaya dan merasa sanggup untuk melewati itu semua. Hati yang dingin. Manusia di perkampungan ini hanya mempedulikan tidurnya yang lelap dibandingkan membukakan pintu untuknya. Xiao Long tersenyum tak percaya, dia mendengar langkah kaki binatang yang menggema di jalanan. Membuat debu-debu kering beterbangan. Mata-mata merah para serigala menangkap keberadaan Xiao Long. Anak itu merangkak ketakutan. Berusaha lari sekencang-kencangnya, melompati pagar tinggi dan menatap ke belakangnya sekali lagi. Perkampungan itu menjadi pembelajaran pertamanya. Tentang bagaimana dunia yang sebenarnya bekerja. Menempuh perjalanan yang terjal, Xiao Long lagi dan lagi hampir terjatuh ke dalam jurang yang dalam. Dia yakin tempat ini masih terhubung deng

    Last Updated : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 08 - Demi Sumpah

    Kaki Xiao Long berusaha untuk menyeret tubuhnya ke belakang di mana para manusia sudah ambil posisi untuk menyerang mahkluk tersebut. Mereka memakai zirah perang dan senjata tajam. Beberapa panah berapi berhasil menancap di tubuh mahkluk itu, membuatnya melompat kesakitan. Matanya yang semula hitam berubah menjadi merah, menyapu pandangannya pada manusia-manusia yang memeranginya. Tombak dan anak panah menancap penuh di tubuh tersebut, disertai tawa dan sorak-sorai yang terdengar heboh. Manusia itu kemungkinan adalah pendekar yang kebetulan sedang berburu siluman. Mereka tampak antusias untuk menyerang siluman yang tengah tak berdaya tersebut. Xiao Long dapat melihat siluman itu kesakitan. Tak ada yang membantunya di sana. Seperti saat dirinya meminta pertolongan dari orang-orang. Xiao Long berteriak kencang."Lepaskan dia!" Namun hanya gertakan itu tak serta-merta membuat pendekar itu berhenti menyiksa mahkluk tersebut. Xiao Long berteriak

    Last Updated : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 09 - Pertarungan Tanpa Henti

    Langkah para siluman pelan-pelan mendekati Xiao Long, mereka memasang gelagat waspada sambil terus mengitarinya. Menunggu anak manusia itu lengah agar bisa melakukan serangan. Dilihat dari tubuhnya yang lemah saja sudah tentu dalam satu serangan Xiao Long akan tumbang. Mereka menggertak sambil menggeram keras.Sementara itu Xiao Long masih berdiri di tempatnya, mengawasi setiap pergerakan yang akan mengancam nyawanya. Ada tiga siluman yang berada di sekitarnya dan tanpa diduga serangan sudah dimulai. Xiao Long menepi saat tangan besar beruang nyaris mengenai kepalanya, dia setengah berjongkok. Tak menyadari dari arah belakangnya mulut harimau terbuka lebar, siap menelannya hidup-hidup. Xiao Long menoleh merasakan nyawanya terancam dan melihat ketika gigi taring itu hendak menembus kepalanya, siluman lain mendorong harimau tersebut dan berganti menyerangnya.Xiao Long berusaha kabur sejauh mungkin hingga kakinya yang telah terluka menimbulkan j

    Last Updated : 2021-11-15

Latest chapter

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 167 - Gulungan Kuno Iblis Pembunuh

    Dou Jin pernah mendengar salah satu gulungan kitab tertua bernama 'Iblis Pembunuh' yang hilang dari sebuah klan yang dibantai secara misterius beberapa tahun lalu. Gulungan itu sengaja disembunyikan di sebuah tempat yang dilindungi oleh kepala klan terkuat dari sebuah wilayah terpencil, gulungan tua tersebut memiliki nilai tinggi dan dikatakan amat berbahaya. Hanya orang dengan kekuatan besar yang mampu menggunakan jurus tersebut. Di dalam gulungan itu terdapat sebuah teknik dari pendekar aliran hitam kuno yang seharusnya telah musnah dari muka bumi. Satu-satunya jurus terakhir dari pendekar aliran hitam yang dimiliki kitab itu telah menjadi incaran selama ratusan tahun sehingga Kaisar terdahulu menyebarkan berita palsu bahwa benda itu telah dilenyapkan.Namun Dou Jin tidak salah lagi, ini sama seperti yang diketahuinya tentang jurus itu. Jika dia tidak segera pergi dari sana sesuatu yang buruk akan terjadi.Dengan pedang hitam di tangannya, aliran kekuatan hitam mengalir tajam sepert

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 166 - Di Ambang Kematian

    Langkah kaki Xiao Long mendadak terhenti, dia merasakan aura yang begitu aneh di sekitar, tubuhnya membeku dan tidak dapat digerakkan sama sekali. Ketika Xiao Long menyadari apa yang telah terjadi Dou Jin segera mendekatinya. Seperti yang Xiao Long khawatirkan, dia terjebak di jurus mematikan dari mata terkutuk milik Dou Jin, Lari dari Kematian.Jurus ini sendiri harus menggunakan jurus Mata Pikiran untuk mempengaruhi pikiran musuh, lalu masuk ke dalam kesadaran orang tersebut, bahkan bisa membunuhnya di sana."Kau masih mengingat latihan kita?"Xiao Long melebarkan matanya.Dou Jin yang hanya pulang beberapa bulan sekali, Teknik Enam Pembunuh dan dua belas pedang latihannya yang selalu hancur. Masa-masa itu membuat keduanya kembali lima tahun lalu. Sedikit Xiao Long mengingat soal latihan jurus yang digunakan Dou Jin saat ini dan dia mulai kembali merasakan sakit yang pernah dirasakannya hari itu.Tangan lelaki itu dengan cepat menembus dada Xiao Long yang seketika memuntahkan darah

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 165 - Putaran Naga Angin

    Begitu pun dengan Dou Jin yang mengeluarkan jurus yang sama, dia terkejut bukan kepalang.Dou Jin dan Xiao Long terhempas ke dua arah yang saling berlawanan. Darah mengucur dari bekas luka Xiao Long sebelumnya.Dou Jin menapak mundur satu langkah setelah berdiri dari jatuhnya, kemudian terbatuk mengeluarkan darah segar.Energi pemuda itu begitu besar, ditambah lagi pedang hitam itu menambah serangannya menjadi berkali lipat.Xiao Long menarik napas berat sambil tertawa. "Seperti yang kau bilang. Aku sudah membunuh ratusan jenderal dan prajurit. Aku telah melewati puluhan kali sekarat namun kematian tak kunjung menjemputku.""Kau tahu kenapa?"Mata Dou Jin turun ke pedang hitam yang berada di tangan Xiao Long. Aura mengerikan menguar dari sana selayaknya es yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan Dou Jin menyentuh pipinya yang tergores oleh satu dari 12 tebasan Xiao Long. Darah miliknya tertinggal di pedang itu. "Pedang terkutuk ini bisa menyerap energi melalui darah musuh yang dia d

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 164 - Aku adalah Bencana

    Garis sinar matahari menembus matanya bersama jatuhnya debu-debu dari atas langit yang tertutupi oleh bayangan seorang pendekar terkuat dari Kekaisaran Qing, sosoknya yang memiliki aura dingin ikut membuat tempat itu sama mencekam seperti dirinya. Bebatuan kerikil berjatuhan di atas tubuhnya yang rebah tak berdaya, rasa sakit menjalar dari dadanya yang mengeluarkan darah kental. Seperti dalam tiba-tiba sayatan silang telah berada di sana sebelum Xiao Long dapat menyadarinya. Goresan dalam tersebut semakin banyak mengeluarkan darah hingga Xiao Long tidak mampu untuk sekedar bangun dari sana. Dia mencoba menopang berat badannya dengan kedua tangan menahan di sisi badan namun pada akhirnya pemuda itu kembali terjatuh telentang.Sosok di atas sana melayang di atas udara persis seperti hantu. Mata hitam yang amat kelam itu membangunkan bulu kuduknya sesaat. Dou Jin tampaknya masih menahan diri sebelum kembali menyerangnya lagi."Aku mengakui kau memiliki bakat. Namun bakatmu digunakan un

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 163 - Ingin Menyerah?

    "Kau kira aku diam saja saat tahu nyawaku sedang diincar?"Senyum getir muncul perlahan di wajah Dou Jin, hanya sesaat sebelum akhirnya wajahnya kembali dingin. "Tunjukkan padaku jika kau begitu percaya di-"Xiao Long berlari sangat cepat sebelum Dou Jin menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu membuka mata lebar.Tidak ada pergerakan semenjak Xiao Long hilang dua detik lalu. Dia benar-benar raib seperti hantu. Insting Dou Jin mengatakan Xiao Long masih ada di sana.Ketika mengingat kembali Dou Jin tahu seseorang pernah mengatakan satu teknik yang membuat diri Xiao Long dijuluki sebagai Sang Bayangan.Kekuatan hitam mengudara di sekitarnya, Dou Jin menangkis satu serangan yang masuk dengan bilah pedang. Ketika dia menyadari, Sembilan Bayangan mengelilinginya membentuk lingkaran. Mereka bergerak bersamaan, dalam sekali waktu mengincar tubuhnya. Membuat Dou Jin terpental menghantam tanah.Dou Jin memuntahkan darah, matanya berkilat tajam. Meskipun dalam keadaan terjatuh, Xiao Long dapat mel

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 162 - Sang Bayangan

    Dou Jin bersiap dengan menyentuh ujung gagang pedang di pinggangnya, dengan sebelah kaki setengah ditekuk. Serangan awal itu bisa saja mengecohkan keseimbangan Xiao Long, karena memang pada dasarnya Dou Jin paling ahli dan menguasai semua jurus yang diturunkan dalam garis klannya. Teknik ini juga memungkinkannya untuk mendengarkan pergerakan lawan, sekecil apa pun. Xiao Long masih bergeming di tempat, membaca teliti setiap inci gerakan yang mungkin dikeluarkan musuhnya.Matanya terlalu lamban untuk mengikuti pergerakan Dou Jin, laki-laki itu semakin cepat dari yang terakhir kali Xiao Long tahu. Tebasan melingkar di area kepala datang, Xiao Long menunduk namun angin dari tebasan itu masih sempat mengenai ujung telinga. Xiao Long mundur, jarak sedekat itu amat berbahaya untuk langsung berhadapan dengan Dou Jin.Tetesan darah kental mulai berjatuhan dari goresan di telinganya. Xiao Long harus segera mengambil sikap atau Dou Jin bisa menjadi lebih berbahaya dari sebelumnya. Namun seakan

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 161 - Lenyapnya Arah Tujuan

    Musim dingin membawa angin dingin yang menerpa pepohonan hias di kediaman Klan Mou. Pagi menjelang dengan damai, di sebuah kolam dengan hiasan patung bangau putih tetesan merah berjatuhan dan terus mengubah warna air. Kepala klan menggantung di atas permukaan air, tubuhnya terbaring di tepian tak bernyawa. Nasibnya tidak berbeda jauh dengan semua orang di tempat itu. Amis darah bekas pertarungan menguar ke mana-mana mengundang puluhan masyarakat sekitar. Orang yang pertama kali menemukan mayat itu berteriak sejadi-jadinya, langsung melapor ke pengawal kota setempat."Lagi dan lagi," Seorang pendekar pedang berdiri di atas atap kediaman, memandang ke bawah sambil menggelengkan kepala."Mantan muridku memang berbakat, sayangnya dia semakin mirip dengan ramalan yang telah digariskan dalam takdirnya." Lelaki itu tersenyum dingin. Mengingat seseorang yang mungkin sedang menggigit kuku di kursi jabatannya. "Kau meninggalkan iblis ini sendirian, dia akan mengamuk sejadi-jadinya jika tidak

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 160 - Ini Tentang Perintah

    Di depan rumah susun milik Jiang Chen bahkan ditempel selebaran pengumuman, dengan lukisan seorang laki-laki dengan topeng Rubah hitam putih dan jubah dan pedang berwarna hitam. Sosok dalam lukisan itu berjalan masuk ke rumah susun Jiang Chen setelah membeli beberapa barang. Tiba di kamar dia membaca surat yang ditinggalkan Jiang Chen."Mou DaiZho. 50 keping emas. Barat daya Kota Tang."**Pesan singkat itu dimasukkannya ke dalm saku, Xiao Long duduk bersila. Dia tak bisa tertidur lelap selama beberapa hari belakangan. Setiap kali matanya tertutup sekelibat bayangan hitam dan ingatan samar muncul, merasuk dalam dirinya dan membawa sebuah kenangan yang telah memudar.Xiao Long hanya berpikir untuk membunuh dan membunuh. Jiang Chen adalah pusat kehidupannya saat ini, dia nyaris tak pernah membangkangi laki-laki itu walau sepatah kata pun.Mata hitam tersebut menatap lamat-lamat, topeng rubah miliknya retak sebagian dari pertarungan terakhir kali. Dia bahkan lupa dari mana topeng terseb

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 159 - Sang Bayangan yang Hampa

    Arc II - Sang Pembunuh BayaranUsai kematian Menara Iblis dan Gui Liang tak terdengar lagi kabar mengenai Mata Jelaga. Seakan raib dalam dinginnya malam, nama tersebut tersapu oleh angin badai yang datang silih berganti. Tak ada yang pernah mendengar nama itu lagi setelah satu tahun terlewati. Atau mungkin si pemilik nama telah mati. Sayup-sayup bunyi tonggeret dari dalam hutan mereda saat sang raja langit naik. Cahaya kuning keemasan menembus celah-celah daun, hingga sekiranya berada di atas kepala menurunkan hawa panas di sepanjang jalan berdebu. Seorang pemuda berusia 17 tahun atau bahkan lebih muda menyusuri tapak demi tapak jalan berbatu, dari kejauhan bayang-bayang anak kecil terlihat sedang bermain. Jubah besarnya menutupi barang-barang yang dibawa, termasuk pedang yang disusupkan di pinggang. Caping bambu di kepalanya terangkat ketika seorang anak tak sengaja menabrak."Ah-eh, ma-maaf."Kincir angin di tangan gadis kecil dengan gigi keropos tersebut jatuh ke bawah kaki. Pemu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status