Beranda / Pendekar / Pendekar Pedang Api / Ch. 03 - Dua Makam

Share

Ch. 03 - Dua Makam

Penulis: Fii
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-18 18:45:01

Di sepanjang jalan hutan sudah berapa kali Xiao Long tergelincir, darah mengalir dari robekan di tempurung kakinya. Namun tak menyurutkan niat Xiao Long untuk melarikan diri.

 Tiga hari terkurung rasa khawatir akan adiknya Xiao Yin semakin menjadi-jadi, Xiao Long menyesal mengapa dia begitu lemah hanya untuk sekedar melarikan diri.

Laki-laki Zirah Hitam terus menjaga kurungan, tak melepaskan pandangan mereka sedikit pun darinya. Saat mendapatkan kesempatan Xiao Long segera melarikan diri. Tak menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja.

Alur pelarian yang menuruni bukit membuat kaki Xiao Long tergelincir kembali, tubuhnya jatuh menabrak batang pohon dan terus menggelinding ke bawah. Saat terbangun dari jatuh, Xiao Long memutar pandangan segera, mengenali tempat itu adalah tempat ketika dia tertangkap dan Xiao Yin terlepas dari tangannya.

Sekali lagi Xiao Long memutar pandangan, tak mendengar tangisan atau apa pun. Jantungnya berdetak semakin cepat, menakuti satu kemungkinan terburuk bahwa adiknya telah mati diserang binatang buas. Rasa panik semakin menjalar tatkala Xiao Long menemukan potongan baju adiknya yang telah terkoyak. Dia mengikuti bekas jejak kaki darah dan tiba di sebuah daerah yang dikuasai sekumpulan serigala hutan.

Dan di titik itu dia dapat melihat sesosok jasad anak kecil yang terbakar dan hampir tak berbentuk tengah dikoyak oleh mulut-mulut serigala yang mengeluarkan air liur.

 Kawanan serigala menatapnya beringas seolah-olah Xiao Long adalah mangsa mereka selanjutnya.

"Yin'er ...?" 

Lutut Xiao Long seperti kehilangan daya, dia jatuh berlutut dalam ketidakpercayaan. Apa yang dilihatnya sekarang sama seperti saat dia melihat sang kakek terpenggal. Dulu, ayahnya pernah mengatakan bahwa dunia itu kejam. Xiao Long berpikir bahwa kekejaman itu hanya sebatas ketidakadilan pihak pemerintah pada golongan bawah sepertinya. 

Akan tetapi, kematian Xiao Yin dan Xiao Qizuan telah membuatnya sadar. Dunia ini kejam dalam segala bentuk paling sadis di muka bumi.

"Hoi, bocah! Apa yang kau lakukan di sana?! Kau mau mati?!" teriakan menyahut-nyahut dari atas, mereka adalah Zirah Hitam. Xiao Long tak memedulikan sekumpulan serigala yang hendak memakannya saat ini. Dia murka bukan main. Air mata tumpah dengan semena-mena di matanya. Namun Xiao Long sama sekali tidak berteriak atau meratapi kematian adiknya.

"Bocah itu, Ketua! Bagaimana ini?Apa kita harus menangkapnya lagi?" 

"Biarkan saja dia. Nanti juga mati dengan sendirinya."

Rombongan pendekar itu pergi, Xiao Long memperhatikan punggung mereka dengan kebencian yang teramat sangat. Membuang dirinya pada sekumpulan serigala setelah seenaknya membunuh kakek dan adik yang begitu disayanginya.

"Keparat! Bajingan sialan! Pendekar busuk!" Xiao Long berteriak hingga pita suaranya seperti akan meledak. Semua itu tak serta-merta menghilangkan kepedihan di hatinya. Seumur hidup sekalipun, Xiao Long tak pernah mengumpat seperti itu karena Xiao Qizuan begitu membenci kata-kata kotor yang hanya akan mendatangkan keburukan. 

Teriakan melolong Xiao Long menimbulkan geraman di antara serigala-serigala buas, liur jatuh di gigi mereka yang sangat tajam. Berdarah oleh daging anak kecil yang baru saja mereka makan. 

Xiao Long yang telah dilalap kemurkaan sampai tak menyadari bahwa serigala itu kompak menyerang, dia menghindar dalam ketakutan dan kemarahan yang masih campur aduk.

"Kalian tak jauh bedanya dengan pendekar busuk itu ...."

Jarak Xiao Long dengan kawanan serigala semakin memendek, Xiao Long takkan pernah bisa menang jika disandingkan dengan binatang buas seperti mereka. Dalam serangan selanjutnya Xiao Long terpojok, sementara kakinya menyenggol akar kaki pohon. Membuatnya jatuh terduduk.

Serigala yang paling besar menerjang, tepat di depan wajah Xiao Long dengan mulut terbuka lebar memperlihatkan gigi-gigi taring penuh air liur.

"MATI!"

Xiao Long menjerit, berharap dengan menyumpahi serigala itu dia dapat selamat begitu saja. Tak terdengar apa pun, hanya bunyi suara binatang sekarat dan serigala yang terkaing-kaing ketakutan. 

Xiao Long membuka mata perlahan, menepikan rasa takut agar bisa melihat apa yang sebenarnya telah terjadi.

Begitu terkejut dia saat melihat mulut serigala membuka lebar tepat di depannya, namun di leher serigala menancap sebilah pedang. Darah mengalir dari tubuh itu sedang di belakangnya, kawanan serigala mati begitu saja.

Xiao Long menangkap kehadiran lain di tempat itu, benar saja seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tahun dengan caping dan juga jubah merah berdiri tak begitu jauh. Dia membenarkan posisi pelindung kepala sehabis membunuh kawanan serigala itu.

"Siapa namamu?" 

Pria itu melepehkan darah serigala yang tercipta di mulutnya sambil menyarungkan pedang, sosoknya yang tinggi tegap di tengah malam yang gelap gulita membuat Xiao Long terpana dan tak bisa berkata-kata. Sepertinya baru kali ini dia melihat seorang pendekar dengan kharisma yang begitu kuat.

"Kau bisu?" Pria itu mendengkus canggung, lalu berdeham untuk mencairkan suasana. 

"Pergilah, desa ini tidak lagi aman bagimu."

Xiao Long terkesiap dari lamunannya, sejurus tatapan anak itu berubah sendu. "Aku tak punya tempat lain selain di desa ini."

"Huh? Menurutmu aku peduli dengan kisah sedihmu itu. Di Kekaisaran ini, banyak orang yang menderita bahkan jauh lebih parah darimu. Berhentilah bersikap manja jika kau takut terbunuh." 

Tak mau menerima tanggapan apa pun lagi pria itu berjalan, menebas belukar yang setinggi lututnya. 

"Ma-maaf, Anda siapa sebenarnya? Dan mengapa bisa ada di tempat ini?"

 Lantas pria itu tak langsung menjawab, dia membuang pandangannya pada malam yang kelabu. Awan gelap berarak di atas sana, sementara angin badai tak henti-hentinya memberi peringatan bahwa sebentar lagi akan turun hujan.

"Aku hanya seorang pendekar kelana, kupikir ada sebuah penginapan di sini sehingga aku bisa berteduh dan mengisi perut. Sayang hanya ada seorang bocah lemah yang dikerubungi kawanan serigala. Membuatku kesal saja."

Laki-laki itu pergi, tak menoleh ke belakang lagi walau sedikit pun. Meninggalkan Xiao Long di tengah hutan sendirian. Anak laki-laki itu berjalan menuju sebuah rumah yang dibangun dengan papan yang saat ini sudah rusak parah. Bau bangkai menyeruak dari dalam, tubuh kakeknya telah dimakan oleh belatung. 

Xiao Long menatap tubuh itu sambil bersimpuh, bertanya pada sang kakek yang telah tiada.

"Apa yang harus aku lakukan? Yin'er telah tiada, karena kesalahanku. Aku tak cukup kuat untuk melindunginya, dan juga untuk melindungimu ..." Kedua tangan Xiao Long menempel pada lantai, kepalanya menunduk dirundung luka akan kematian keduanya. 

Tangis Xiao Long pecah, di tengah desa yang begitu sunyi itu. Hanya angin malam yangg berusaha mendengar kepedihan hatinya. Tak lama hujan turun dan langit mengamuk dengan guntur yang menyambar-nyambar.

Hujan masih terus turun ketika Xiao Long selesai menggali dua makam; untuk Xiao Yin dan Xiao Qizuan. Dinginnya tetesan air hujan tak membuat dia menggigil, air mata Xiao Long telah mengering jauh sebelum dia selesai menguburkan dua mayat itu. Memberikan penghormatan terakhir pada arwah mereka.

"Apa kau mengerti pentingnya nyawa seseorang?"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mirles
sedih aku kak .........
goodnovel comment avatar
Nuralina
semoga kau cepat menjadi kuat
goodnovel comment avatar
irwin rogate
pejahat brengsek tak sayang pada gadis kecil umur 5 tahun harus mati oleh serigala rakus, kasihan benar kakaknya hidup sebatang kara.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 04 - Bai Huang dan Sekte Awan Merah

    "Apa kau mengerti pentingnya nyawa seseorang?"Xiao Long yang pucat pasi sadar tak sadar dengan kehadiran seseorang di belakangnya, masih setengah tak percaya. Senyum di wajahnya menampakkan kegetiran."Aku ingin melindungi orang-orang yang penting bagiku."Lelaki itu tertawa singkat, "Maka jadilah seorang pendekar yang hebat. Sepuluh Terkuat, dikenal sebagai para pengawal Kaisar Qing. Dengan begitu, kau dapat melindungi semua orang dengan kedua tanganmu."Xiao Long menatap kedua tangannya, tak percaya apakah tangan itu dapat menyelamatkan ratusan hingga ribuan nyawa. Dia terlalu lemah. Bahkan untuk sekedar percaya bahwa perkataan orang itu benar adanya."Aku ..." Xiao Long mengepalkan kedua tangan, lalu menggeleng. "Tidak ada lagi yang bisa kulindungi. Mereka sudah tiada."Setelah itu Xiao Long berjalan membelakangi pria itu, memasuki rumahnya yang sepi tak berp

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 05 - Petualangan Baru

    Sore hari di mana petang sudah berganti malam yang hening. Xiao Long terbangun, dia dibuat pingsan oleh senior-seniornya. Sebelah tangannya terasa seperti akan patah, begitu juga kakinya. Darah mengalir di sudut bibir Xiao Long yang kini melewati lorong-lorong asrama, hendak kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya.Namun yang dia lihat sekarang adalah kamar yang berantakan. Beberapa pakaian dirobek dan diinjak dengan sepatu kotor. Xiao Long bahkan tak sempat membersihkan dirinya yang berbau kotoran kuda, mendapati tiga orang senior yang tadi menyiksanya telah berdiri menunggu di atas meja, melipat kedua tangan dengan tatapan mata pongah."Kau masih berpikir untuk kembali? Aku sudah menyuruhmu untuk meninggalkan tempat ini jika tidak ingin nyawamu kuhabisi. Kau mengejekku?"Dua orang menarik Xiao Long dengan paksa ke dalam ruangan, menghadap Gu Xian yang tengah dilalap kemurkaannya sendiri. Pedang dia tarik hingga

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-18
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 06 - Di Ujung Maut

    Menempuh jalur hutan yang jarang dilewati manusia memiliki rintangan tersendiri, begitu banyak marabahaya menanti Xiao Long. Semenjak meninggalkan sekte Awan Merah semuanya berubah menjadi menakutkan. Dia tidak diterima di mana pun, binatang saja enggan melihatnya. Xiao Long baru saja menemukan aliran air sungai dan berhenti di sana sembari melepas dahaga. Dia sudah berjalan satu harian, telapak kakinya serasa terbakar saat berdiri di bebatuan sungai yang besar. Jernihnya aliran air memantulkan wajah Xiao Long yang hanya terpaku untuk beberapa saat. Menatap diri sendiri dan tenggelam akan pikirannya. Dia hanya sendiri di dunia ini. Dan identitas yang dibawanya takkan pernah berubah. Penyelamat atau bencana. Semua itu berputar-putar di kepalanya. Membuat kepala Xiao Long pusing, dia merebahkan tubuh pada batu besar di pinggir sungai. Menatap birunya langit di atas yang hanya dilewati garis-garis tipis awan. Tanpa disadari waktu telah berlalu dua jam dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 07 - Raja Hutan

    Malam itu, Xiao Long baru menyadari betapa kerasnya hidup di luar. Dia selalu tak mempercayai omongan kakeknya. Dia selalu tak menghargai kehidupan aman yang selalu diberikan kakeknya dan bersikeras untuk pergi ke luar. Menemui hal berbahaya dan merasa sanggup untuk melewati itu semua. Hati yang dingin. Manusia di perkampungan ini hanya mempedulikan tidurnya yang lelap dibandingkan membukakan pintu untuknya. Xiao Long tersenyum tak percaya, dia mendengar langkah kaki binatang yang menggema di jalanan. Membuat debu-debu kering beterbangan. Mata-mata merah para serigala menangkap keberadaan Xiao Long. Anak itu merangkak ketakutan. Berusaha lari sekencang-kencangnya, melompati pagar tinggi dan menatap ke belakangnya sekali lagi. Perkampungan itu menjadi pembelajaran pertamanya. Tentang bagaimana dunia yang sebenarnya bekerja. Menempuh perjalanan yang terjal, Xiao Long lagi dan lagi hampir terjatuh ke dalam jurang yang dalam. Dia yakin tempat ini masih terhubung deng

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 08 - Demi Sumpah

    Kaki Xiao Long berusaha untuk menyeret tubuhnya ke belakang di mana para manusia sudah ambil posisi untuk menyerang mahkluk tersebut. Mereka memakai zirah perang dan senjata tajam. Beberapa panah berapi berhasil menancap di tubuh mahkluk itu, membuatnya melompat kesakitan. Matanya yang semula hitam berubah menjadi merah, menyapu pandangannya pada manusia-manusia yang memeranginya. Tombak dan anak panah menancap penuh di tubuh tersebut, disertai tawa dan sorak-sorai yang terdengar heboh. Manusia itu kemungkinan adalah pendekar yang kebetulan sedang berburu siluman. Mereka tampak antusias untuk menyerang siluman yang tengah tak berdaya tersebut. Xiao Long dapat melihat siluman itu kesakitan. Tak ada yang membantunya di sana. Seperti saat dirinya meminta pertolongan dari orang-orang. Xiao Long berteriak kencang."Lepaskan dia!" Namun hanya gertakan itu tak serta-merta membuat pendekar itu berhenti menyiksa mahkluk tersebut. Xiao Long berteriak

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-09
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 09 - Pertarungan Tanpa Henti

    Langkah para siluman pelan-pelan mendekati Xiao Long, mereka memasang gelagat waspada sambil terus mengitarinya. Menunggu anak manusia itu lengah agar bisa melakukan serangan. Dilihat dari tubuhnya yang lemah saja sudah tentu dalam satu serangan Xiao Long akan tumbang. Mereka menggertak sambil menggeram keras.Sementara itu Xiao Long masih berdiri di tempatnya, mengawasi setiap pergerakan yang akan mengancam nyawanya. Ada tiga siluman yang berada di sekitarnya dan tanpa diduga serangan sudah dimulai. Xiao Long menepi saat tangan besar beruang nyaris mengenai kepalanya, dia setengah berjongkok. Tak menyadari dari arah belakangnya mulut harimau terbuka lebar, siap menelannya hidup-hidup. Xiao Long menoleh merasakan nyawanya terancam dan melihat ketika gigi taring itu hendak menembus kepalanya, siluman lain mendorong harimau tersebut dan berganti menyerangnya.Xiao Long berusaha kabur sejauh mungkin hingga kakinya yang telah terluka menimbulkan j

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 10 - Langkah yang Berisik

    Xiao Long mengerjap beberapa kali, darah dari kepala menetes menghalangi pandangannya. Dia memegang sebelah lengannya, menyeret langkah kaki lebih cepat lagi dan lagi. Kini Xiao Long berlari terengah-engah, dia baru dapat melihat jelas di ujung terowongan dua penjaga bertombak tengah berjaga. Mereka berdua menyadari kedatangan Xiao Long dan segera mengambil ancang-ancang.Xiao Long menerobos sembarangan, berkali-kali tangannya ditarik tapi dia tetap dapat meloloskan diri. Dia memasuki sebuah hutan lebat yang banyak ditumbuhi pepohonan tinggi. Tanpa berpikir panjang lagi, Xiao Long segera bersembunyi saat melihat akar pohon yang cukup besar. Dia menyandarkan tubuhnya hingga menempel erat pada kayu, mendengar setiap bunyi tapak yang detik demi detik semakin mendekat ke tempatnya.Bahunya gemetar menahan darah yang memaksa keluar dari mulutnya, Xiao Long tak berani mengeluarkan suara sampai mereka menjauh. Dia memasang telinga baik-baik, menunggu waktu yang tepat un

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • Pendekar Pedang Api   Ch. 11 - Terjebak

    Ikan-ikan yang berenang mengikuti arus sungai berpencar sewaktu bayangan hitam bergerak di atas permukaan sungai. Air memancar tinggi ke atas sewaktu ekor Salamender Api menghantam. Lima hari sudah aliran sungai terhambat oleh tubuh Salamender yang menghalangi jalannya air. Mahkluk itu sekarat, beberapa bagian tubuhnya terkoyak saat jatuh mengenai ujung bebatuan yang tajam.Sementara sayapnya rontok dan patah, kepala Salamender Api tenggelam dalam arus sungai yang deras. Darah dari tubuhnya menyatu dengan aliran air, lebih sedikit dari hari-hari sebelumnya.Xiao Long mengerjapkan mata beberapa kali, merasakan hidungnya seperti dipatuk oleh sesuatu. Silaunya cahaya dari atas membuat mata Xiao Long sakit, dia melindungi kepalanya dengan lengan tangan yang berlumuran darah. Beberapa bagian tubuhnya terluka parah. Saat duduk telinga Xiao Long berdenging hebat, dia merasakan denyut di bagian kepalanya.Xiao Long baru menyadari dirinya terjatuh

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-21

Bab terbaru

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 167 - Gulungan Kuno Iblis Pembunuh

    Dou Jin pernah mendengar salah satu gulungan kitab tertua bernama 'Iblis Pembunuh' yang hilang dari sebuah klan yang dibantai secara misterius beberapa tahun lalu. Gulungan itu sengaja disembunyikan di sebuah tempat yang dilindungi oleh kepala klan terkuat dari sebuah wilayah terpencil, gulungan tua tersebut memiliki nilai tinggi dan dikatakan amat berbahaya. Hanya orang dengan kekuatan besar yang mampu menggunakan jurus tersebut. Di dalam gulungan itu terdapat sebuah teknik dari pendekar aliran hitam kuno yang seharusnya telah musnah dari muka bumi. Satu-satunya jurus terakhir dari pendekar aliran hitam yang dimiliki kitab itu telah menjadi incaran selama ratusan tahun sehingga Kaisar terdahulu menyebarkan berita palsu bahwa benda itu telah dilenyapkan.Namun Dou Jin tidak salah lagi, ini sama seperti yang diketahuinya tentang jurus itu. Jika dia tidak segera pergi dari sana sesuatu yang buruk akan terjadi.Dengan pedang hitam di tangannya, aliran kekuatan hitam mengalir tajam sepert

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 166 - Di Ambang Kematian

    Langkah kaki Xiao Long mendadak terhenti, dia merasakan aura yang begitu aneh di sekitar, tubuhnya membeku dan tidak dapat digerakkan sama sekali. Ketika Xiao Long menyadari apa yang telah terjadi Dou Jin segera mendekatinya. Seperti yang Xiao Long khawatirkan, dia terjebak di jurus mematikan dari mata terkutuk milik Dou Jin, Lari dari Kematian.Jurus ini sendiri harus menggunakan jurus Mata Pikiran untuk mempengaruhi pikiran musuh, lalu masuk ke dalam kesadaran orang tersebut, bahkan bisa membunuhnya di sana."Kau masih mengingat latihan kita?"Xiao Long melebarkan matanya.Dou Jin yang hanya pulang beberapa bulan sekali, Teknik Enam Pembunuh dan dua belas pedang latihannya yang selalu hancur. Masa-masa itu membuat keduanya kembali lima tahun lalu. Sedikit Xiao Long mengingat soal latihan jurus yang digunakan Dou Jin saat ini dan dia mulai kembali merasakan sakit yang pernah dirasakannya hari itu.Tangan lelaki itu dengan cepat menembus dada Xiao Long yang seketika memuntahkan darah

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 165 - Putaran Naga Angin

    Begitu pun dengan Dou Jin yang mengeluarkan jurus yang sama, dia terkejut bukan kepalang.Dou Jin dan Xiao Long terhempas ke dua arah yang saling berlawanan. Darah mengucur dari bekas luka Xiao Long sebelumnya.Dou Jin menapak mundur satu langkah setelah berdiri dari jatuhnya, kemudian terbatuk mengeluarkan darah segar.Energi pemuda itu begitu besar, ditambah lagi pedang hitam itu menambah serangannya menjadi berkali lipat.Xiao Long menarik napas berat sambil tertawa. "Seperti yang kau bilang. Aku sudah membunuh ratusan jenderal dan prajurit. Aku telah melewati puluhan kali sekarat namun kematian tak kunjung menjemputku.""Kau tahu kenapa?"Mata Dou Jin turun ke pedang hitam yang berada di tangan Xiao Long. Aura mengerikan menguar dari sana selayaknya es yang menusuk hingga ke tulang. Perlahan Dou Jin menyentuh pipinya yang tergores oleh satu dari 12 tebasan Xiao Long. Darah miliknya tertinggal di pedang itu. "Pedang terkutuk ini bisa menyerap energi melalui darah musuh yang dia d

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 164 - Aku adalah Bencana

    Garis sinar matahari menembus matanya bersama jatuhnya debu-debu dari atas langit yang tertutupi oleh bayangan seorang pendekar terkuat dari Kekaisaran Qing, sosoknya yang memiliki aura dingin ikut membuat tempat itu sama mencekam seperti dirinya. Bebatuan kerikil berjatuhan di atas tubuhnya yang rebah tak berdaya, rasa sakit menjalar dari dadanya yang mengeluarkan darah kental. Seperti dalam tiba-tiba sayatan silang telah berada di sana sebelum Xiao Long dapat menyadarinya. Goresan dalam tersebut semakin banyak mengeluarkan darah hingga Xiao Long tidak mampu untuk sekedar bangun dari sana. Dia mencoba menopang berat badannya dengan kedua tangan menahan di sisi badan namun pada akhirnya pemuda itu kembali terjatuh telentang.Sosok di atas sana melayang di atas udara persis seperti hantu. Mata hitam yang amat kelam itu membangunkan bulu kuduknya sesaat. Dou Jin tampaknya masih menahan diri sebelum kembali menyerangnya lagi."Aku mengakui kau memiliki bakat. Namun bakatmu digunakan un

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 163 - Ingin Menyerah?

    "Kau kira aku diam saja saat tahu nyawaku sedang diincar?"Senyum getir muncul perlahan di wajah Dou Jin, hanya sesaat sebelum akhirnya wajahnya kembali dingin. "Tunjukkan padaku jika kau begitu percaya di-"Xiao Long berlari sangat cepat sebelum Dou Jin menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu membuka mata lebar.Tidak ada pergerakan semenjak Xiao Long hilang dua detik lalu. Dia benar-benar raib seperti hantu. Insting Dou Jin mengatakan Xiao Long masih ada di sana.Ketika mengingat kembali Dou Jin tahu seseorang pernah mengatakan satu teknik yang membuat diri Xiao Long dijuluki sebagai Sang Bayangan.Kekuatan hitam mengudara di sekitarnya, Dou Jin menangkis satu serangan yang masuk dengan bilah pedang. Ketika dia menyadari, Sembilan Bayangan mengelilinginya membentuk lingkaran. Mereka bergerak bersamaan, dalam sekali waktu mengincar tubuhnya. Membuat Dou Jin terpental menghantam tanah.Dou Jin memuntahkan darah, matanya berkilat tajam. Meskipun dalam keadaan terjatuh, Xiao Long dapat mel

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 162 - Sang Bayangan

    Dou Jin bersiap dengan menyentuh ujung gagang pedang di pinggangnya, dengan sebelah kaki setengah ditekuk. Serangan awal itu bisa saja mengecohkan keseimbangan Xiao Long, karena memang pada dasarnya Dou Jin paling ahli dan menguasai semua jurus yang diturunkan dalam garis klannya. Teknik ini juga memungkinkannya untuk mendengarkan pergerakan lawan, sekecil apa pun. Xiao Long masih bergeming di tempat, membaca teliti setiap inci gerakan yang mungkin dikeluarkan musuhnya.Matanya terlalu lamban untuk mengikuti pergerakan Dou Jin, laki-laki itu semakin cepat dari yang terakhir kali Xiao Long tahu. Tebasan melingkar di area kepala datang, Xiao Long menunduk namun angin dari tebasan itu masih sempat mengenai ujung telinga. Xiao Long mundur, jarak sedekat itu amat berbahaya untuk langsung berhadapan dengan Dou Jin.Tetesan darah kental mulai berjatuhan dari goresan di telinganya. Xiao Long harus segera mengambil sikap atau Dou Jin bisa menjadi lebih berbahaya dari sebelumnya. Namun seakan

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 161 - Lenyapnya Arah Tujuan

    Musim dingin membawa angin dingin yang menerpa pepohonan hias di kediaman Klan Mou. Pagi menjelang dengan damai, di sebuah kolam dengan hiasan patung bangau putih tetesan merah berjatuhan dan terus mengubah warna air. Kepala klan menggantung di atas permukaan air, tubuhnya terbaring di tepian tak bernyawa. Nasibnya tidak berbeda jauh dengan semua orang di tempat itu. Amis darah bekas pertarungan menguar ke mana-mana mengundang puluhan masyarakat sekitar. Orang yang pertama kali menemukan mayat itu berteriak sejadi-jadinya, langsung melapor ke pengawal kota setempat."Lagi dan lagi," Seorang pendekar pedang berdiri di atas atap kediaman, memandang ke bawah sambil menggelengkan kepala."Mantan muridku memang berbakat, sayangnya dia semakin mirip dengan ramalan yang telah digariskan dalam takdirnya." Lelaki itu tersenyum dingin. Mengingat seseorang yang mungkin sedang menggigit kuku di kursi jabatannya. "Kau meninggalkan iblis ini sendirian, dia akan mengamuk sejadi-jadinya jika tidak

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 160 - Ini Tentang Perintah

    Di depan rumah susun milik Jiang Chen bahkan ditempel selebaran pengumuman, dengan lukisan seorang laki-laki dengan topeng Rubah hitam putih dan jubah dan pedang berwarna hitam. Sosok dalam lukisan itu berjalan masuk ke rumah susun Jiang Chen setelah membeli beberapa barang. Tiba di kamar dia membaca surat yang ditinggalkan Jiang Chen."Mou DaiZho. 50 keping emas. Barat daya Kota Tang."**Pesan singkat itu dimasukkannya ke dalm saku, Xiao Long duduk bersila. Dia tak bisa tertidur lelap selama beberapa hari belakangan. Setiap kali matanya tertutup sekelibat bayangan hitam dan ingatan samar muncul, merasuk dalam dirinya dan membawa sebuah kenangan yang telah memudar.Xiao Long hanya berpikir untuk membunuh dan membunuh. Jiang Chen adalah pusat kehidupannya saat ini, dia nyaris tak pernah membangkangi laki-laki itu walau sepatah kata pun.Mata hitam tersebut menatap lamat-lamat, topeng rubah miliknya retak sebagian dari pertarungan terakhir kali. Dia bahkan lupa dari mana topeng terseb

  • Pendekar Pedang Api   Ch. 159 - Sang Bayangan yang Hampa

    Arc II - Sang Pembunuh BayaranUsai kematian Menara Iblis dan Gui Liang tak terdengar lagi kabar mengenai Mata Jelaga. Seakan raib dalam dinginnya malam, nama tersebut tersapu oleh angin badai yang datang silih berganti. Tak ada yang pernah mendengar nama itu lagi setelah satu tahun terlewati. Atau mungkin si pemilik nama telah mati. Sayup-sayup bunyi tonggeret dari dalam hutan mereda saat sang raja langit naik. Cahaya kuning keemasan menembus celah-celah daun, hingga sekiranya berada di atas kepala menurunkan hawa panas di sepanjang jalan berdebu. Seorang pemuda berusia 17 tahun atau bahkan lebih muda menyusuri tapak demi tapak jalan berbatu, dari kejauhan bayang-bayang anak kecil terlihat sedang bermain. Jubah besarnya menutupi barang-barang yang dibawa, termasuk pedang yang disusupkan di pinggang. Caping bambu di kepalanya terangkat ketika seorang anak tak sengaja menabrak."Ah-eh, ma-maaf."Kincir angin di tangan gadis kecil dengan gigi keropos tersebut jatuh ke bawah kaki. Pemu

DMCA.com Protection Status