Panggil sang Prabu dengan suara lirih, dan ternyata Purbasari dan sang Putri yang bernama Nirmalasari memang belum tidur.
"Bu ... itu sepertinya suara Gusti Prabu," ujar Nirmalasari pada ibunya.
"Ya memang benar, sana bukakan pintunya," pinta selir Purbasari.
"Baik Bu ..." balas Nirmalasari.
Lalu sang Putri yang mulai beranjak dewasa itu pun langsung berjalan menuju pintu Puri untuk membukanya.
Kreeek ....
"Gusti Prabu ..." sambut Nirmalasari sambil membungkukkan tubuhnya untuk memberi penghormatan.
"Berdirilah Nirmala ..." ujar Prabu Jayantaka sambil memegang dua pundak Putrinya itu. Lalu setelah itu Prabu Jayantaka pun langsung merangkul Putrinya tersebut dan kemudian sepasang Ayah dan Putrinya itu pun berjalan beriringan mendekati Selir Purbasari yang sedang berdiri di samping ranjangnya.
Sementara itu begitu melihat junjungannya berjalan mendekatinya Selir Purbasari pun langsung membungkukkan badannya sama seperti yang dilakukan ol
Prabu Jayantaka pun langsung menciumi seluruh tubuh Selir Purbasari itu dengan sangat bernafsu, nampak sang Prabu terlihat sudah sangat kangen dengan Selirnya itu, karena sebagai seorang istri yang hanya berstatus sebagai seorang Selir maka Purbasari pun cuma bisa menahan dan bersabar manakala gejolak birahinya itu datang menghampirinya.Didatangi oleh sang Prabu adalah merupakan sebuah kesempatan bagi Purbasari untuk menumpahkan segala rindu yang menggumpal di dalam dada, maka begitu dia mulai disentuh oleh Prabu Jayantaka Selir Purbasari pun langsung segera menyambut dan mengimbangi serangan dan permainan yang dilakukan oleh Prabu Jayantaka.Lalu begitu pula dengan Prabu Jayantaka itu sendiri, sebagai seorang lelaki yang sudah berani memilih untuk memiliki banyak wanita yang dia jadikan sebagai Permaisuri maupun Selir, maka tanggung jawab untuk mencukupi apa yang jadi kebutuhan para wanita-wanita itu adalah sebuah keharusan yang tidak bisa dia abaikan begitu saja, me
"Lho, mana Ratu Danuardara kok tidak datang bersama kalian ...?" tanya Prabu Jayantaka."Lho, hamba tidak tahu Kanda Prabu ... tadi itu saya begitu dipanggil oleh Dayang langsung bergegas kemari ..." jawab Ratu Manika beralasan."Mungkin Ratu Naeswari melihatnya?" lanjut tanya Ratu Manika pada saudara sesama Permaisurinya itu."Sama, saya juga tidak melihatnya ... malahan tadi itu saya mengira kalau Ratu Danuardara sudah disini ... ya sudah biar hamba coba panggil ke Puri nya," timpal Ratu Naeswari sambil memandang Prabu Jayantaka untuk sekedar minta izin. Lalu sang Prabu pun langsung menganggukkan kepalanya menandakan bahwa dia memberi izin.Kemudian dengan segera Ratu Naeswari pun melangkahkan kakinya menuju ke Puri tempat tinggalnya Ratu Danuardara yang sebenarnya jaraknya pun juga berdekatan dengan Puri tempat tinggalnya sendiri, akan tetapi begitu Ratu Naeswari baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba saja dia berpapasan dengan Dayang yang tadi memanggil
Sementara itu dengan kematian Ratu Danuardara ini ternyata juga langsung membuat Pangeran Cayapata sendiri terkejut, bahkan dia yang saat itu sedang kumpul bersama teman-temannya spontan langsung berteriak memanggil nama ibu kandungnya itu."Bunda ... Bunda Ratu Danuardara ... ohoho, oh, oh ..." tangis Pangeran Cayapata pun akhirnya pecah juga, dia yang semula berdiri, begitu mendengar berita itu akhirnya langsung jatuh dengan duduk bersimpuh sambil meremas dan memukuli wajahnya sendiri.Pangeran Cayapata yang selama ini bisa dibilang tidak pernah nurut manakala sang Bunda memberi nasehat, kini sepertinya benar-benar terpukul dengan meninggalnya sang Bunda, terbayang dalam ingatannya sosok sang Ibu yang tidak pernah bosan memberinya nasehat, terlebih saat dia mengingat kasih sayang yang tulus manakala dia jatuh sakit, dengan telatennya sang Bunda merawat dengan menyuapinya makanan dan memberinya obat ramuan, karena meskipun ramuan itu adalah pemberian dari tabib istana n
Dan begitulah, akhirnya Pangeran Cayapata pun terus berjalan menuju kediaman Rakryan Dipasena Pamannya. Dan dikarenakan kalau menuju rumah Rakryan Dipasena Pamannya itu harus melewati Puri tempat tinggalnya Ratu Danuardara, maka Pangeran Cayapata pun akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak untuk sekedar melihat keadaan di dalam.'Sebaiknya aku masuk dulu ke dalam Puri, aku ingin melihat jasad Bunda Ratu Danuardara untuk yang terakhir kalinya,' ujar Pangeran Cayapata di dalam hati. Dan selagi dia berjalan, dikarenakan suasana halaman Puri yang sudah sangat ramai dengan pelayat baik itu dari Punggawa, Prajurit dan juga warga yang tinggal di sekitar lokasi Kerajaan, ditambah suasana di malam hari maka banyak orang yang tidak memperdulikan dengan kehadiran sang Pangeran.Nampak Pangeran Cayapata terus berjalan sambil berusaha mencari celah dengan menyibakkan kerumunan orang yang hadir memenuhi halaman Puri itu."Ayo tolong minggir, tolong minggir, beri aku jalan," u
Lalu kemudian dengan diikuti ketiga Permaisurinya, sang Prabu segera bangkit dan beranjak pergi meninggalkan Pangeran Cayapata sendiri di dalam Puri. Dan akhirnya Pangeran Cayapata pun semalaman suntuk menunggui jasad Bundanya itu.Lalu di pagi harinya nampak kesibukan di halaman Candi Plaosan mulai terlihat, para Prajurit yang baru saja menggantikan tugas Prajurit yang berjaga di waktu malam nampak mulai sibuk berlalu-lalang membawa dan menumpuk kayu bakar sebagai persiapan upacara pembakaran jasad Ratu Danuardara sebagai puncak dari rangkaian pemulasaraan jasad sang Ratu. Dan Candi Plaosan itu sendiri adalah sebuah Candi yang dibangun oleh mendiang Prabu Linggarjati sebagai tempat peribadatan keluarga beliau, meskipun hanya sebuah candi yang berukuran kecil namun kalau bicara halaman candi Plaosan itu memiliki sebuah halaman yang sangat luas.Terus selanjutnya, meskipun waktu telah beranjak siang, namun mulai dari pagi sang Surya memang tidak menampakkan sinarnya. Ya
"Kenapa? Aku kan suamimu? Dan engkau adalah Permaisuriku ..." ujar Prabu Jayantaka dengan wajah terlihat agak kecewa. Lalu dengan kembali melemparkan senyum manisnya Ratu Danuardara menjawab pertanyaan dari suaminya itu."Hmmm ... Kanda Prabu ... aku menemui mu ini tidak lain hanya untuk menyampaikan sebuah pesan, bukan untuk yang lain."Mendapat jawaban seperti itu dari Permaisurinya Prabu Jayantaka nampak tidak membalas, dia terlihat kembali memasang muka memelas dan mengiba pada Istrinya itu agar supaya bersedia untuk dia sentuh. Sementara itu meskipun tidak dijelaskan namun sepertinya Ratu Danuardara sudah bisa memahami dengan apa yang jadi keinginan dari suaminya itu."Sudahlah Kanda Prabu, sudah habis masanya kita melakukan hubungan layaknya suami istri, bukankah kemaren malam kita baru saja melakukanya?" tanya Ratu Danuardara dalam mimpi Prabu Jayantaka berlanjut."Tolong Dinda Danuardara ... penuhi permintaan suamimu ini," jawab Prabu Jayant
"Terus rencana pembunuhan terhadap Gusti Prabu untuk kali ini masih belum berhasil, karena memang yang melakukan hanya seorang Selir yang ruang geraknya sangat terbatas," ujar Dipasena yang tiba-tiba langsung dipotong oleh Pangeran Cayapata dengan sebuah pertanyaan."Terus kalau bukan para Selir memangnya mau siapa Paman ...?" lanjut tanya Pangeran Cayapata."Lha inilah pertanyaan inti yang aku tunggu-tunggu ... jadi gini Nanda Pangeran, menurutku ... orang yang paling tepat untuk memasukkan racun itu tidak lain adalah Nanda Pangeran sendiri, dan inilah jawabannya kenapa kok mulai saat ini Nanda Pangeran harus bisa bersikap baik dan sopan kepada Gusti Prabu Jayantaka? Dan selain itu Nanda Pangeran juga harus terus berusaha untuk lebih bisa akrab lagi dengan beliau, karena dengan begitu ketika nanti Nanda Pangeran masuk ke ruang makannya sudah tidak ada lagi orang yang curiga termasuk Gusti Prabu sendiri," ujar Dipasena menyudahi penjelasannya.Sesaat setelah men
Salam ... rampes ... uhuk, uhuk, uhuk!" balas sang Pangeran sambil terbatuk-batuk, dan sontak saja makanan yang masih ada di dalam mulutnya pun akhirnya berhamburan keluar, lalu betapa kagetnya Pangeran Cayapata begitu dia mendongakkan kepala tiba-tiba dihadapannya sudah berdiri sosok Ayahandanya bersama dengan perempuan yang sangat dia kagumi."Oh, kamu lagi makan to? Ya sudah lanjutkan dulu," ujar Prabu Jayantaka sambil kembali melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan lain.Pangeran Cayapata tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia nampak hanya menyeka mulutnya yang masih belepotan dengan sisa-sisa makanan.Sementara itu Ratu Manika terlihat berjalan dengan menggandeng tangan suaminya itu. Melihat itu jantung Pangeran Cayapata pun langsung berdegup dengan keras, jujur itu adalah sebuah pemandangan yang sangat tidak dia sukai, melihat wanita yang sangat dia idam-idamkan berjalan beriringan dengan Ayahandanya, dan Ratu Manika sendiri sepertinya juga sengaja meman