Begitu Darso mau memasukkan jarinya ke belahan gundukan kecil itu tiba-tiba Galuh langsung memegang jari Darso sambil berucap, "Kang Darso ... kok pakai jari sih ...?" tanya Galuh dengan suara yang lembut nan manja.
"Kenapa gak pakai tombaknya Kakang saja ...? Kan sudah mulai keras lagi ...?" ujar Galuh sambil melirik ke arah tombak tumpulnya Darso yang memang sudah tegang dan terlihat sedang mengangguk-angguk pelan itu. Dan begitu mendengar perkataan Galuh seperti itu Darso pun langsung tersenyum, sesaat dia pandangi wajah wanita cantik itu, lalu dengan suara yang lirih Darso berkata.
"Sekarang pakai ini dulu sebagai permulaan, nanti baru intinya pakai tombak tumpul ini ..."
"Ya sudah kalau begitu, terserah Kakang sajalah, yang penting bikin aku puas lho ya ..." balas Galuh yang nampak memilih untuk pasrah.
Akhirnya Darso pun mengangkat tangan Galuh yang sedari tadi memegangi jarin
Karena kedua-duanya sudah sama-sama mengeluarkan cairan kentalnya maka untuk ronde yang kali ini nampak begitu terkesan lebih lama untuk mencapai puncak klimaksnya.Dan setelah beberapa lama menggoyang namun belum juga mencapai puncak klimaks, lalu Darso pun berinisiatif untuk merubah posisi, namun sebelum mencabut tombak tumpulnya itu Darso nampak ingin memberi tahu dulu kepada si Galuh."Kita ubah posisi ya ...?" bisik Darso lirih."Iya Kakang ..." timpal Galuh menurut.Lalu dengan perlahan Darso pun mencabut tombak tumpulnya itu dari lobang kenikmatannya si Galuh, dan setelah itu dia meminta Galuh untuk berganti posisi dengan gaya nungging dengan hanya memberi isyarat membalikkan telapak tangan. Dan karena memang sudah cukup berpengalaman dalam urusan mantap-mantap maka ketika Darso memberi isyarat seperti itu Galuh pun langsung faham, lalu dengan tidak pakai nunggu lama akhirnya Galuh
Setelah menemukan kata sepakat, masih dari tempatnya itu Darso dan Galuh mendengar cekcok terjadi di bilik tempat Darto dan Ranti berkencan, dan nampaknya keributan pun juga terjadi diantara mereka berdua, dan tentu penyebabnya pun juga sudah bisa ditebak, namun sepertinya mereka berdua belum menemukan kata sepakat.Mendengar keributan yang dialami oleh sahabatnya itu lalu Galuh pun merasa perlu ikutan campur untuk segera bisa membantu mereka menemui kata sepakat seperti yang sudah dia lakukan bersama Darso. Lalu Galuh pun bilang ke Darso untuk menemui sahabatnya itu."Kang Darso tunggu saja disini, saya akan menemui mereka berdua," ujar Galuh sambil bergegas menuju ke bilik yang berada tepat di depan bilik yang dia tempati itu. Dan benar saja tidak lama setelah Galuh menemui mereka berdua akhirnya suara keributan itu pun sudah tidak terdengar lagi, dan selanjutnya setelah merasa menemukan kata sepakat Darso dan Darto pun mohon diri untu
Pemuda yang memiliki nama Panja itu nampak mulai merasa grogi, namun karena dia merasa sebagai orang yang dianggap pemimpin oleh teman-temannya, akhirnya dia pun mencoba memberanikan diri untuk melangkah maju."Hai, kalian berdua ini sebenarnya manusia atau siluman? Kampung kami tidak mau kedatangan perusuh seperti kalian ini," ujar pemuda yang bernama Panja itu.Mendengar ucapan Panja seperti itu, Darto yang memang sudah mulai marah itu langsung melangkah mendekat, dan begitu sudah berhadapan dengan Panja yang hanya memiliki tinggi di bawah pundaknya itu, Darto pun langsung memegang kedua rahang pemuda itu dengan tangan kanannya. Dan karena saking kuatnya cengkeraman tangan Darto, maka Panja pun langsung berteriak kesakitan."Aduhh! Aduhh! Aduhh ...! Lepas ...!" teriak Panja kesakitan dan meminta untuk supaya dilepaskan. Namun si Darso bukannya melepaskan, dia malah mengangkat rahang pemuda itu ke atas.
"Eh, eh, eh ... disini ini tidak ada warung dan tidak ada juga penginapan, tapi kalau tempat mandi banyak. Nak Darto pingin mandi di mana? Kali ada, air terjun ada, curug ada, sendang juga ada," jawab nek Mirah dengan sangat rinci, hingga membuat muka Darto makin bertambah kecut karena menahan malu."Gak ada penginapan Nek? Lha terus biasanya kalau ada orang asing yang datang kemari dan kemalaman kaya kita ini biasanya nginep nya di mana?" tanya Darto menyela."Ya kalau gak di rumah warga seperti Nenek ini ya biasanya di balai dukuh dan biasanya orang yang menginap di balai Dukuh itu orang yang sudah bertemu dengan kepala kampung ini," terang Nenek Mirah."Oh gitu ... ya, ya ..." sahut Darso sambil manggut-manggut."Ya sudah saya tinggal kebelakang dulu, nak Darto dan nak Darso silakan menikmati ketela dan tehnya," ujar nek Mirah sambil terus melangkah ke dapurnya.&nbs
Mendengar perkataan dari dua tamunya itu Nenek Mirah pun tertarik untuk mengomentarinya."Kok ada nama Ranti, Galuh, Sumi terus siapa lagi itu tadi ...?" sela sang Nenek."Darsini Nek," timpal Darto terlihat agak malu-malu."Kok banyak amat, memang siapa mereka-mereka itu Nak Darto?" tanya Nenek Mirah yang nampak masih memiliki jiwa kepo itu."Anu Nek, mereka itu saudara dan teman-teman kita, jadi kemaren itu kita berdua kan sempat menggunakan barang-barang mereka, dan belum sempat kita bayar dan kita janji bayarnya ya sepulang dari mencari daun racun maculata ini, lha ini gak tahunya malah jadi kacau seperti ini," tutur Darto terlihat sangat panik."Oh gitu ... memangnya saudara kalian itu jualan apa to? Kok kalian sampai hutang-hutang gitu?" kepo sang Nenek terus berlanjut.Mendengar pertanyaan dari orang yang sudah menol
"Pokok tadi itu aku sudah menyuruh Pranata dan Pranayan untuk datang kemari pagi-pagi, sebelum acara sesembahan itu dimulai mereka berdua sudah aku minta untuk datang, karena aku yakin dua orang asing itu akan datang juga ke acara sesembahan besok itu," jawab Panja yang terlihat sudah memiliki sebuah rencana."Lalu apakah kamu mau menyerang mereka berdua di acara sesembahan itu?" tanya temannya lagi."Ya itu kita lihat saja besok, kalau sekiranya itu memang harus, ya apa boleh buat ...? Aku harus membuat mereka berdua malu, sebagaimana mereka telah membuat malu padaku seperti tadi sore itu," timpal Panja dengan raut muka yang menaruh dendam.Waktu terus bergulir, dan tidak terasa bahwa malam sudah mendekati pertengahan, nampak Panja dan para pemuda teman-temannya itu juga ingin segera istirahat, mereka nampak tidak ingin bangun kesiangan dan datang telat di acara sesembahan besok pagi.&nbs
"Permisi Bapak-bapak, saya mau tanya!" ujar Darto berbasa-basi, karena sebenarnya dia sudah tahu dengan orang yang sedang dia cari."Ya, ada apa anak muda ...?" balas para bapak-bapak itu dengan suara seraknya."Siapakah diantara Bapak-bapak ini yang bernama ki Jontor?" tanya Darto dengan menatap satu persatu bapak-bapak tua yang sedang duduk berjajar itu."Aku anak muda, Akulah ki Jontor, ada apa engkau mencariku?" lanjut tanya ki Jontor."Aku ada perlu sama kamu Ki, bisakah aku berbicara hanya dengan mu saja?" ujar Darso dengan menatap orang tua itu."Maaf anak muda, ada urusan apakah sehingga engkau memintaku untuk bicara berdua saja?" tanya ki Jontor."Ada urusan yang sangat penting dan mendesak yang harus segera Ki Jontor lakukan!" jawab Darto."Apakah urusan itu mengenai keselamatan nyawa se
"Ya apa boleh buat, kayaknya mereka juga cukup bernyali untuk melawan kita," balas Darso nampak juga setuju."Terus bagaimana dengan Ki Jontor?" lanjut Darto bertanya."Kita selesaikan dulu anak kepala desa dan dua cecunguknya ini dan setelah itu ... " belum juga selesai Darso menjawab namun tiba-tiba ... "Hiyyaat ...! " dua pengawal Panja yaitu Pranata dan Pranayan langsung melakukan tendangan yang sangat keras kepada Darso dan Darto."Heyyaat, heyyaat ..."Bouks ...! Bouks ...!Kedua kaki Pranata dan Pranayan pun mendarat ke tubuh Darso dan Darto, dan karena memang belum siap untuk menghindar apalagi melawan maka tendangan dua pengawal Panja itu pun benar-benar tepat mengenai arah samping tubuh Darso dan Darto. Dan sudah bisa dipastikan Darso dan Darto pun akhirnya terjengkang kesamping beberapa tombak.Braks ... prang ... prang ... pyaar ... pyaar ..
Hingga pada akhirnya sang ratu pun bisa kembali nurut meskipun itu masih dirasa berat untuk dijalaninya, dan adapun menangisnya kali ini itu disebabkan dengan tampilan Santana yang terlihat mirip dengan mantan suaminya yang hadir dalam mimpinya semalam. Tau kalau sang bunda sedang merasakan kesedihan akhirnya Pangeran Santana pun terpaksa harus turun tangan untuk mengatasinya, yakni dengan menggunakan kesaktiannya membuat sang ibu disaat melihat Adhinata seperti melihat wajah mendiang Ayahandanya yaitu Biswara.Pangeran Santana nampak memeluk sang bunda, lalu tanpa ada yang mengerti bahwa sebenarnya pemuda sakti itu tengah memasukkan ilmu pengaburan mata pada sang bunda, namun begitu dia selesai memasukkan ilmu pengaburan mata itu tiba-tiba dia langsung ditegur oleh roh sang ayah yang meminta supaya mencabut kembali ajiannya itu tadi.'Santana! Apa-apaan kamu ini? Kenapa kau tega mengaburkan penglihatan ibumu?! Bukankah itu tindakan penyesatan karena telah menipu?!' tanya protes dari
Sesaat kemudian nampak Pangeran Santana dan Adhinata saling beradu pandang, kedua orang yang berperan penting dalam penggulingan Raja Arya Dipasena itu sepertinya masih belum mengetahui hal apa yang mesti di lakukan untuk menghadapi putra mendiang Prabu Jayantaka yang tidak lain juga merupakan kakek dari Pangeran Santana sendiri itu."Eh ... begini prajurit, perketat saja dulu penjagaan di tempat Pangeran Cayapata dikurung, saya dan Paman Adhinata juga keluarga yang lain akan berembug guna mencari kesepakatan bagaimana dan cara yang seperti untuk memperlakukan Pangeran Cayapata, kami perlu waktu untuk melakukan itu semua," jawab Pangeran Santana. "Baiklah kalau begitu Pangeran, tapi saya sendiri sekarang jadi takut berjaga di tempat Pangeran Cayapata dikurung," kembali prajurit itu mengungkapkan hal yang sama, dan nampaknya memang dia sudah tidak berani lagi untuk melakukan tugasnya tersebut. Kemudian Pangeran Santana nampak sudah memahami dengan perasaan prajuritnya itu.'Kasian pra
"Mmm ... lupa sih enggak Anakku ... tapi apakah kamu sudah membicarakannya dengan Paman Adhinata?" tanya sang bunda langsung membuat hati Santana girang bukan main. "Iyyah!!! Uhuuy ...!!!" teriak Santana tidak bisa lagi menutupi rasa girangnya itu, kemudian secara spontan tiba-tiba Santana mengangkat tubuh bundanya sambil berteriak "Terimakasih Sang Hyang Widhi Wasa ... engkau benar-benar mengabulkan keinginanku dan juga keinginan seluruh rakyat Karmajaya ...!!" diperlakukan seperti itu Putri Nirmalasari pun terkejut. "Santana ... Santana ...!! Kamu ini apa-apaan to?!" ujar Putri Nirmalasari sambil memukul pundak putranya itu."Maaf Bu .. habisnya Santana seneng banget Ibu setuju dengan rencana perjodohan ini," jawab Pangeran Santana sambil menurunkan ibunya itu dari gendongan."Iya ... tapi tadi kamu belum jawab ..!" sanggah sang bunda. "Eh .. tenang saja Ibu ... mengenai Paman Adhinata itu sudah apa kata saya pokoknya, dijamin beres pokoknya Bu," balas Santana terlihat sangat beg
"Dengarlah Eyang Reksa .. seperti yang sudah aku lakukan pada tubuhmu saat engkau masih menjadi mayat, aku selalu menggunakan mayatmu untuk menjadi sumber kekuatan di Kerajaan Karmajaya ini, bahkan tidak cuma engkau saja, karena selain engkau aku juga menggunakan jasa para dedemit-dedemit itu untuk melakukan hal yang sama sepertimu yaitu membantuku untuk membentengi kekuasaanku agar tetap bisa langgeng selama-lamanya ..." tutur Raja Dipasena seolah sedang menceramahi dua makhluk beda alam itu."Dengarlah Eyang Reksa Jagat .. meskipun engkau tidak menjelaskan kepada ku dengan maksud kebangkitanmu ini namun aku sudah mengerti, dan aku kira semua sudah jelas .. bahwa memang kalian berdua ini masing-masing memang memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi pengawal tunggal Kerajaan Karmajaya .. dan aku pun tidak keberatan dengan keinginan kalian berdua," lanjut ceramah sang raja, sungguh rasa percaya diri Raja Dipasena terlalu tinggi sehingga dia tidak menyadari bahwa apa yang ada di
"Hoh .. rupanya orang itu adalah Pak Tua, yah tidak salah lagi, dan ternyata dia sedang menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong, luar biasa sekali orang tua itu, sebaiknya aku akan menyapanya saja," ujar Adhinata sembari berdiri di pinggiran sungai."Hei Pak Tua ... bolehkah aku membantumu ...?!" seru Adhinata."Silahkan saja ...!" balas Kakek Santana. Lalu Adhinata pun segera turun ke sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk itu, dan meskipun tidak terlalu dalam hanya seukuran paha namun aliran air sungai itu terbilang cukup deras dikarenakan memang kondisi tempatnya yang sangat miring dan juga curam. Setelah berada di dalam air Adhinata memperhatikan cara Kakek jelmaan Santana itu menangkap ikan."Bagaimana bisa Pak Tua ini menangkap ikan dengan begitu mudah? Hanya dengan menggunakan tangan kosong dia bisa memunguti ikan-ikan itu, dan rupanya dia juga bisa berjalan di atas air, tak sedikitpun ada air yang membasahi kedua kakinya, bahkan terompahnya sekalipun," tak he
"Hoh apa ini?!" teriak Adhinata nampak begitu terkejut merasakan hal itu, lalu dikarenakan suasana yang sudah mulai suram sebab matahari yang memang hampir tenggelam maka Adhinata pun tidak bisa melihat dengan jelas dengan apa yang sedang berada di dalam air itu atau lebih tepatnya sesuatu yang sedang menjilati kakinya, meskipun dengan kondisi air danau yang begitu jernih.Sementara itu seolah tidak puas dengan cuma menjilati kaki lalu kemudian ular anaconda jadi-jadian itu pun tiba-tiba muncul di depan Adhinata."Hoh!! Astaga! Ular ..!!!" Adhinata terkejut dan langsung melompat ke pinggir danau."Hayo ular brengsek! Maju! Jangan kau kira aku akan takut padamu! Akan aku hadapi kau ..!!" dan seolah mengerti dengan tantangan Adhinata ular anaconda jadi-jadian itu juga langsung meluncur ke arah Adhinata yang telah siap untuk menghadapinya.Dengan gerakannya yang begitu cepat ular jadi-jadian itu langsung menggunakan ciri khasnya dalam menyerang yaitu melilit tubuh lawannya dengan menyabe
Sebuah kondisi berbeda dengan yang dirasakan oleh Pangeran Santana, Putra mendiang Biswara yang tengah merasakan bahagia itu terlihat segera ingin memberikan berita bahagia yang baru saja ia dapatkan, maka Pangeran Santana pun segera bergegas mencari Adhinata dengan mendatanginya ke kamar, namun begitu dia melihat kamarnya terbuka dan setelah dilihat-lihat ternyata kosong maka Pangeran Santana pun langsung menuju ke padepokan tempat tinggalnya para murid perguruan, dan betapa kagetnya Santana setelah dari mereka ternyata tidak ada satupun yang mengetahui dengan keberadaan sang gurunya itu."Terus bagaimana ini Gusti Pangeran? Bagaimana dengan nasib kita?" tanya salah satu murid yang bernama Kuda Jeger."Tenanglah dulu Jeger, aku akan segera mencari Guru kalian, aku kira Paman Adhinata belum terlalu jauh meninggalkan tempat ini, kamu dan kalian semua para murid dan para pendekar yang ada tolong kalian tetap menunggu di sini sampai aku berhasil membawa Paman Adhinata kembali," ujar Pang
"Membangkitkan Reksa Jagat?!!" sahut tanya para Dewa sembari memandang Dewa angin dengan melotot, seolah mereka tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya barusan."Yah benar," balas Dewa angin singkat."Tapi apakah itu mungkin? Dan bukankah itu tidak menyalahi kodrat yang Yang Widi Wasa sendiri tentukan? Yaitu adalah tidak mungkin dengan dihidupkannya kembali seseorang yang telah mati untuk kembali ke dunia berjuang untuk menegakkan sebuah keadilan dan menciptakan kedamaian untuk kehidupan umat manusia? Bukankah itu adalah tugas manusia yang masih hidup?" tanya Dewa Api nampak memprotes jawaban dari Dewa Angin."Dengar dulu Dewa Api, tidak mungkin Yang Widi Wasa akan melanggar kodrat yang dia tentukan sendiri, dalam hal ini ... membangkitkan Reksa Jagat bukanlah menjadikannya sebagai layaknya manusia akan tetapi yang di bangunkannya itu adalah jasad dan kekuatannya saja, adapun akal, pikiran, perasaan dan nafsunya tidak lagi," terang Dewa Angin. Namun nampaknya beberapa Dewa bel
Mendengar ucapan Pangeran Santana seperti itu nampak Adhinata tidak bisa menjawab, tatapan matanya menerawang jauh ke arah depan, dan memang dalam pandangannya itu sukma Adhinata tengah melihat seorang wanita yang sangat cantik dan nampak melambai kepadanya, Pangeran Santana yang melihat itu nampak mengangguk-angguk seolah-olah ia sudah tahu dengan apa yang mesti dia lakukan setelah ini.'Paman Adhinata, apa yang kamu lihat Paman? Perempuan?' tanya Santana dan nampak Adhinata mengangguk dengan tidak menoleh pada Santana.'Kalau Paman suka dengan wanita itu .. silahkan Paman hampiri, silahkan Paman ..' lalu benar Adhinata pun segera beranjak menuju ke tempat dimana sesosok wanita cantik itu berdiri, namun setelah berjalan beberapa jengkal tiba-tiba saja Adhinata menghentikan langkahnya karena tanpa dia ketahui bahwa ternyata tepat dihadapannya terdapat sebuah jurang yang cukup dalam, Adhinata nampak kebingungan melihat keadaan itu, dia menoleh ke kanan dan kiri, juga sesekali melihat k