"Ya apa boleh buat, kayaknya mereka juga cukup bernyali untuk melawan kita," balas Darso nampak juga setuju.
"Terus bagaimana dengan Ki Jontor?" lanjut Darto bertanya.
"Kita selesaikan dulu anak kepala desa dan dua cecunguknya ini dan setelah itu ... " belum juga selesai Darso menjawab namun tiba-tiba ... "Hiyyaat ...! " dua pengawal Panja yaitu Pranata dan Pranayan langsung melakukan tendangan yang sangat keras kepada Darso dan Darto.
"Heyyaat, heyyaat ..."
Bouks ...! Bouks ...!
Kedua kaki Pranata dan Pranayan pun mendarat ke tubuh Darso dan Darto, dan karena memang belum siap untuk menghindar apalagi melawan maka tendangan dua pengawal Panja itu pun benar-benar tepat mengenai arah samping tubuh Darso dan Darto. Dan sudah bisa dipastikan Darso dan Darto pun akhirnya terjengkang kesamping beberapa tombak.
Braks ... prang ... prang ... pyaar ... pyaar ..
Mendapat rentetan serangan yang sangat begitu ketat benar-benar membuat Pranayan merasa pusing, meskipun toh sebenarnya serangan dari Darso itu masih bisa dia tangkis dan belum pernah mengenai sasaran yang tepat dari tubuhnya.'Aku harus cari cara untuk bisa membuat Darso ini mengendorkan serangannya ini, sebab kalau sampai begini terus, aku benar-benar mati kutu karena pergerakanku selalu dia kunci, tapi bagaimana mana ya caranya ...?' ujar hati Pranayan bertanya. Dan selagi Pranayan masih berpikir mencari cara untuk bisa lepas dari kurungan serangannya si Darso, nampaknya itu justru membuat dirinya sedikit lemah dalam mengantisipasi serangan-serangan dari si manusia raksasa itu, hingga akhirnya pada titik tertentu Darso menemukan kesempatan untuk menyarangkan pukulannya ke arah dada si Pranayan."Mampus kau pendekar kunyuk! Heyyak, heyyak, heyyak ...!" Darso pun melepaskan pukulannya itu dengan kekuatan penuh, akan tetapi Prana
Dua pendekar suruhan Panja itu terlihat telah kembali siap untuk mengeluarkan jurus "Katak Blingsat", sebuah jurus yang mengandalkan kekuatan tubuh dalam melakukan loncatan.Berbeda dengan Darso dan Darto yang menggabungkan ilmu kekebalan tubuh dengan cara merekatkan dua telapak tangan keduanya, kalau si Pranata dan Pranayan dalam mengeluarkan jurus Katak Blingsatnya itu terlihat dengan cara mengambil posisi jongkok dengan kedua tangan diletakkannya di antara kedua kakinya, yaah mirip-mirip katak yang mau loncat gitu.Lalu tidak lama setelah itu mulut Pranata dan Pranayan terlihat komat-kamit membaca sebuah mantra, sorot mata kedua pendekar itu terlihat sangat tajam menatap Darso dan Darto, dan selanjutnya tiba-tiba tubuh Pranata dan Pranayan pun mengembung, terutama bagian dua pipi dan area perut, diiringi dengan terdengarnya suara dengungan yang cukup menakutkan.Ghoung ... krok, krok, krok ... ghoung ... krok, k
"Hei, kau Kepala Desa! Ketahuilah, bahwa sebenarnya aku tidak butuh bantuan mu, saat ini yang aku butuhkan adalah bantuannya Ki Jontor untuk segera menurunkan hujan. Ayo Ki, cepat segera lakukan! Jangan sampai bikin aku jadi tambah marah! Karena kalau sampai itu terjadi! Maka kalian semua akan aku bunuh sama seperti dua pendekar kalian itu!" bentak Darto sambil memandangi sang kepala desa dan Ki Jontor dengan bergantian."Ayolah Ki, turuti permintaan tuan pendekar ini ... jangan sampai mereka membunuh kita ..." pinta sang kepala desa dengan muka merengek."Ya, ya, baiklah ... aku akan bantu tuan berdua untuk menurunkan hujan ... tapi untuk melakukan itu tidak bisa serta-merta bisa dilakukan sekarang ..." ujar Ki jontor yang langsung di sahut oleh sang Kepala Desa."Karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ... begitu Ki?""Benar Bapak Kepala Desa," balas lelaki tua itu sambil mengangguk.&
Dengan terbunuhnya sang Kepala Desa, kini setidaknya sudah ada tiga mayat yang berada di pelataran kuil itu, dua yang pertama adalah pendekar suruhannya si Panja yaitu Pranata dan Pranayan, dan yang baru saja adalah Bapak Kepala Desa Gunung sari itu sendiri, ya semoga saja setelah itu sudah tidak ada lagi korban dari keganasan si Darto dan si Darso.Sementara itu Ki Jontor yang melihat semua rangkaian peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Darto dan Darso itu, tidaklah bisa berbuat apa-apa, memang benar apa yang dikatakan oleh Nenek Mirah, bahwasanya Ki Jontor itu bukanlah seorang pendekar, dia tidak memiliki ilmu silat apalagi kesaktian, dia hanyalah sesepuh kampung yang dihormati karena memang berkelakuan baik, dan juga sebagai pemuka agama yang biasa memimpin acara ritual keagamaan di situ, jadi ketika melihat semua pembantaian yang di lakukan oleh Darto dan Darso tidak ada yang bisa diperbuat olehnya, kecuali hanya bisa pasrah dan berdoa.
Lalu Darto nampak duduk di sebelah Ki Jontor, lalu dipegangnya kaki keriput yang baru saja terhantam patung kayu itu, kemudian Darto nampak mengurut pelan kaki lelaki tua itu dengan lembut. Sambil terus mengurut-urut Darto mencoba menanyai Ki Jontor dengan pelan."Ki ... Ki Jontor ..." tanya si Darto"Hemm, ada apa ...?" balas Ki jontor dengan suara seraknya."Apakah Ki Jontor merasa lapar?" sahut si Darso gantian yang bertanya."Enggak ... aku masih merasa kenyang ..." balas Ki Jontor sambil memandangi kakinya yang masih diurut oleh si Darto."Sudah mengurutnya, sekarang sakitnya sudah mulai hilang," ujarnya lagi sambil meraih tangan kekarnya si Darto untuk disingkirkannya dari kakinya."Oh iya sudah kalau begitu," balas Darto sambil membenahi posisi duduknya."Oh ya Ki, kira-kira Panja dan teman-temannya itu sampai kapan ya kemb
Waktu terus berjalan, dan malam pun semakin larut. Menunggu sesuatu yang masih belum jelas kapan datangnya membuat Darto dan Darso merasa lelah juga, sempat terbesit keinginan untuk menginterogasi Ki jontor sebagai bentuk tindakan protes kenapa hujannya kok gak turun-turun, namun akhirnya mereka urungkan setelah berpikir bahwa tindakan itu terlalu arogan kalau lelaki tua itu juga harus menerima kegarangan dari keduanya, karena setelah mereka renungkan secara mendalam, untuk Ki Jontor tidaklah sepatutnya bila juga harus mereka perlakukan dengan tindakan yang kasar, karena Darto dan Darso juga tau kalau sejak awal Ki jontor tidak pernah menentang mereka berdua, apa lagi mau membuat celaka pada keduanya.Berbeda halnya dengan tiga orang yang telah tewas sebelumnya, yaitu Pak Kepala Desa, Pranata dan juga Pranayan yang nyata-nyata menantang mereka berdua dan telah bermaksud membuat mereka celaka, karena untuk Pak Kepala Desa memang telah berani memasukkan racu
Setelah merasa cukup mendapatkan beberapa bumbu dan rempah, Darto pun segera balik lagi ke kuil, dan setibanya di situ nampak si Darso belum lagi selesai menghangatkan daging hasil dari memungutnya kemaren, itu dikarenakan kayu bakar yang mereka kumpulkan agak sedikit basah akibat terkena air hujan semalam.Namun begitu, dengan sangat telatennya Darso terus mengipas-ngipasi api yang dia gunakan untuk menghangatkan kembali daging-daging hasil dari memungutnya itu. Dan selagi Darso mengipas dan memanggang nampak si Darto menyiapkan bumbu dengan menghaluskannya di atas sebuah lempengan batu dengan menggunakan batu yang berukuran satu kepal yang dia ambil dari sungai sewaktu mencari aneka rempah tadi.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya selesai jugalah mereka berdua menghangatkan daging-daging tersebut, dan setelah itu Darso pun langsung membalurkan rempah-rempah yang baru saja di haluskan oleh Darto itu dan kemudian kembali menghangatkannya la
Akhirnya tubuh Darto dan Darso jatuh terperosok ke dalam jurang."Aaahhh ... aaahhh ..."Brougs ...!Brougs ...!Tubuh mereka berdua pun jatuh tepat berada di pinggiran kolam yang unik itu dengan saling tumpang tindih."Lho To, tadi aku kok merasa seperti ada yang menarik kakiku dari bawah, kok aneh ya?" ujar Darso dengan tubuh masih menindih saudara kembarnya itu."Lha iya, aku pun juga merasakan seperti itu, tapi tolong kamu cepat turun to ...!" pinta Darto pada Darso yang memang masih menindih tubuhnya itu.Lalu Darso pun segera turun dari tubuh saudaranya itu dan kemudian mereka berdua segera bangkit dan berdiri. Masih dengan perasaan heran, mata Darso dan Darto nampak menyapu seluruh ruangan jurang itu seperti sedang mencari sesuatu."Gimana So, apakah kamu melihat sesuatu yang aneh dalam jurang ini?" tanya
Hingga pada akhirnya sang ratu pun bisa kembali nurut meskipun itu masih dirasa berat untuk dijalaninya, dan adapun menangisnya kali ini itu disebabkan dengan tampilan Santana yang terlihat mirip dengan mantan suaminya yang hadir dalam mimpinya semalam. Tau kalau sang bunda sedang merasakan kesedihan akhirnya Pangeran Santana pun terpaksa harus turun tangan untuk mengatasinya, yakni dengan menggunakan kesaktiannya membuat sang ibu disaat melihat Adhinata seperti melihat wajah mendiang Ayahandanya yaitu Biswara.Pangeran Santana nampak memeluk sang bunda, lalu tanpa ada yang mengerti bahwa sebenarnya pemuda sakti itu tengah memasukkan ilmu pengaburan mata pada sang bunda, namun begitu dia selesai memasukkan ilmu pengaburan mata itu tiba-tiba dia langsung ditegur oleh roh sang ayah yang meminta supaya mencabut kembali ajiannya itu tadi.'Santana! Apa-apaan kamu ini? Kenapa kau tega mengaburkan penglihatan ibumu?! Bukankah itu tindakan penyesatan karena telah menipu?!' tanya protes dari
Sesaat kemudian nampak Pangeran Santana dan Adhinata saling beradu pandang, kedua orang yang berperan penting dalam penggulingan Raja Arya Dipasena itu sepertinya masih belum mengetahui hal apa yang mesti di lakukan untuk menghadapi putra mendiang Prabu Jayantaka yang tidak lain juga merupakan kakek dari Pangeran Santana sendiri itu."Eh ... begini prajurit, perketat saja dulu penjagaan di tempat Pangeran Cayapata dikurung, saya dan Paman Adhinata juga keluarga yang lain akan berembug guna mencari kesepakatan bagaimana dan cara yang seperti untuk memperlakukan Pangeran Cayapata, kami perlu waktu untuk melakukan itu semua," jawab Pangeran Santana. "Baiklah kalau begitu Pangeran, tapi saya sendiri sekarang jadi takut berjaga di tempat Pangeran Cayapata dikurung," kembali prajurit itu mengungkapkan hal yang sama, dan nampaknya memang dia sudah tidak berani lagi untuk melakukan tugasnya tersebut. Kemudian Pangeran Santana nampak sudah memahami dengan perasaan prajuritnya itu.'Kasian pra
"Mmm ... lupa sih enggak Anakku ... tapi apakah kamu sudah membicarakannya dengan Paman Adhinata?" tanya sang bunda langsung membuat hati Santana girang bukan main. "Iyyah!!! Uhuuy ...!!!" teriak Santana tidak bisa lagi menutupi rasa girangnya itu, kemudian secara spontan tiba-tiba Santana mengangkat tubuh bundanya sambil berteriak "Terimakasih Sang Hyang Widhi Wasa ... engkau benar-benar mengabulkan keinginanku dan juga keinginan seluruh rakyat Karmajaya ...!!" diperlakukan seperti itu Putri Nirmalasari pun terkejut. "Santana ... Santana ...!! Kamu ini apa-apaan to?!" ujar Putri Nirmalasari sambil memukul pundak putranya itu."Maaf Bu .. habisnya Santana seneng banget Ibu setuju dengan rencana perjodohan ini," jawab Pangeran Santana sambil menurunkan ibunya itu dari gendongan."Iya ... tapi tadi kamu belum jawab ..!" sanggah sang bunda. "Eh .. tenang saja Ibu ... mengenai Paman Adhinata itu sudah apa kata saya pokoknya, dijamin beres pokoknya Bu," balas Santana terlihat sangat beg
"Dengarlah Eyang Reksa .. seperti yang sudah aku lakukan pada tubuhmu saat engkau masih menjadi mayat, aku selalu menggunakan mayatmu untuk menjadi sumber kekuatan di Kerajaan Karmajaya ini, bahkan tidak cuma engkau saja, karena selain engkau aku juga menggunakan jasa para dedemit-dedemit itu untuk melakukan hal yang sama sepertimu yaitu membantuku untuk membentengi kekuasaanku agar tetap bisa langgeng selama-lamanya ..." tutur Raja Dipasena seolah sedang menceramahi dua makhluk beda alam itu."Dengarlah Eyang Reksa Jagat .. meskipun engkau tidak menjelaskan kepada ku dengan maksud kebangkitanmu ini namun aku sudah mengerti, dan aku kira semua sudah jelas .. bahwa memang kalian berdua ini masing-masing memang memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi pengawal tunggal Kerajaan Karmajaya .. dan aku pun tidak keberatan dengan keinginan kalian berdua," lanjut ceramah sang raja, sungguh rasa percaya diri Raja Dipasena terlalu tinggi sehingga dia tidak menyadari bahwa apa yang ada di
"Hoh .. rupanya orang itu adalah Pak Tua, yah tidak salah lagi, dan ternyata dia sedang menangkap ikan hanya dengan menggunakan tangan kosong, luar biasa sekali orang tua itu, sebaiknya aku akan menyapanya saja," ujar Adhinata sembari berdiri di pinggiran sungai."Hei Pak Tua ... bolehkah aku membantumu ...?!" seru Adhinata."Silahkan saja ...!" balas Kakek Santana. Lalu Adhinata pun segera turun ke sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk itu, dan meskipun tidak terlalu dalam hanya seukuran paha namun aliran air sungai itu terbilang cukup deras dikarenakan memang kondisi tempatnya yang sangat miring dan juga curam. Setelah berada di dalam air Adhinata memperhatikan cara Kakek jelmaan Santana itu menangkap ikan."Bagaimana bisa Pak Tua ini menangkap ikan dengan begitu mudah? Hanya dengan menggunakan tangan kosong dia bisa memunguti ikan-ikan itu, dan rupanya dia juga bisa berjalan di atas air, tak sedikitpun ada air yang membasahi kedua kakinya, bahkan terompahnya sekalipun," tak he
"Hoh apa ini?!" teriak Adhinata nampak begitu terkejut merasakan hal itu, lalu dikarenakan suasana yang sudah mulai suram sebab matahari yang memang hampir tenggelam maka Adhinata pun tidak bisa melihat dengan jelas dengan apa yang sedang berada di dalam air itu atau lebih tepatnya sesuatu yang sedang menjilati kakinya, meskipun dengan kondisi air danau yang begitu jernih.Sementara itu seolah tidak puas dengan cuma menjilati kaki lalu kemudian ular anaconda jadi-jadian itu pun tiba-tiba muncul di depan Adhinata."Hoh!! Astaga! Ular ..!!!" Adhinata terkejut dan langsung melompat ke pinggir danau."Hayo ular brengsek! Maju! Jangan kau kira aku akan takut padamu! Akan aku hadapi kau ..!!" dan seolah mengerti dengan tantangan Adhinata ular anaconda jadi-jadian itu juga langsung meluncur ke arah Adhinata yang telah siap untuk menghadapinya.Dengan gerakannya yang begitu cepat ular jadi-jadian itu langsung menggunakan ciri khasnya dalam menyerang yaitu melilit tubuh lawannya dengan menyabe
Sebuah kondisi berbeda dengan yang dirasakan oleh Pangeran Santana, Putra mendiang Biswara yang tengah merasakan bahagia itu terlihat segera ingin memberikan berita bahagia yang baru saja ia dapatkan, maka Pangeran Santana pun segera bergegas mencari Adhinata dengan mendatanginya ke kamar, namun begitu dia melihat kamarnya terbuka dan setelah dilihat-lihat ternyata kosong maka Pangeran Santana pun langsung menuju ke padepokan tempat tinggalnya para murid perguruan, dan betapa kagetnya Santana setelah dari mereka ternyata tidak ada satupun yang mengetahui dengan keberadaan sang gurunya itu."Terus bagaimana ini Gusti Pangeran? Bagaimana dengan nasib kita?" tanya salah satu murid yang bernama Kuda Jeger."Tenanglah dulu Jeger, aku akan segera mencari Guru kalian, aku kira Paman Adhinata belum terlalu jauh meninggalkan tempat ini, kamu dan kalian semua para murid dan para pendekar yang ada tolong kalian tetap menunggu di sini sampai aku berhasil membawa Paman Adhinata kembali," ujar Pang
"Membangkitkan Reksa Jagat?!!" sahut tanya para Dewa sembari memandang Dewa angin dengan melotot, seolah mereka tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya barusan."Yah benar," balas Dewa angin singkat."Tapi apakah itu mungkin? Dan bukankah itu tidak menyalahi kodrat yang Yang Widi Wasa sendiri tentukan? Yaitu adalah tidak mungkin dengan dihidupkannya kembali seseorang yang telah mati untuk kembali ke dunia berjuang untuk menegakkan sebuah keadilan dan menciptakan kedamaian untuk kehidupan umat manusia? Bukankah itu adalah tugas manusia yang masih hidup?" tanya Dewa Api nampak memprotes jawaban dari Dewa Angin."Dengar dulu Dewa Api, tidak mungkin Yang Widi Wasa akan melanggar kodrat yang dia tentukan sendiri, dalam hal ini ... membangkitkan Reksa Jagat bukanlah menjadikannya sebagai layaknya manusia akan tetapi yang di bangunkannya itu adalah jasad dan kekuatannya saja, adapun akal, pikiran, perasaan dan nafsunya tidak lagi," terang Dewa Angin. Namun nampaknya beberapa Dewa bel
Mendengar ucapan Pangeran Santana seperti itu nampak Adhinata tidak bisa menjawab, tatapan matanya menerawang jauh ke arah depan, dan memang dalam pandangannya itu sukma Adhinata tengah melihat seorang wanita yang sangat cantik dan nampak melambai kepadanya, Pangeran Santana yang melihat itu nampak mengangguk-angguk seolah-olah ia sudah tahu dengan apa yang mesti dia lakukan setelah ini.'Paman Adhinata, apa yang kamu lihat Paman? Perempuan?' tanya Santana dan nampak Adhinata mengangguk dengan tidak menoleh pada Santana.'Kalau Paman suka dengan wanita itu .. silahkan Paman hampiri, silahkan Paman ..' lalu benar Adhinata pun segera beranjak menuju ke tempat dimana sesosok wanita cantik itu berdiri, namun setelah berjalan beberapa jengkal tiba-tiba saja Adhinata menghentikan langkahnya karena tanpa dia ketahui bahwa ternyata tepat dihadapannya terdapat sebuah jurang yang cukup dalam, Adhinata nampak kebingungan melihat keadaan itu, dia menoleh ke kanan dan kiri, juga sesekali melihat k