Dua pendekar suruhan Panja itu terlihat telah kembali siap untuk mengeluarkan jurus "Katak Blingsat", sebuah jurus yang mengandalkan kekuatan tubuh dalam melakukan loncatan.
Berbeda dengan Darso dan Darto yang menggabungkan ilmu kekebalan tubuh dengan cara merekatkan dua telapak tangan keduanya, kalau si Pranata dan Pranayan dalam mengeluarkan jurus Katak Blingsatnya itu terlihat dengan cara mengambil posisi jongkok dengan kedua tangan diletakkannya di antara kedua kakinya, yaah mirip-mirip katak yang mau loncat gitu.
Lalu tidak lama setelah itu mulut Pranata dan Pranayan terlihat komat-kamit membaca sebuah mantra, sorot mata kedua pendekar itu terlihat sangat tajam menatap Darso dan Darto, dan selanjutnya tiba-tiba tubuh Pranata dan Pranayan pun mengembung, terutama bagian dua pipi dan area perut, diiringi dengan terdengarnya suara dengungan yang cukup menakutkan.
Ghoung ... krok, krok, krok ... ghoung ... krok, k
"Hei, kau Kepala Desa! Ketahuilah, bahwa sebenarnya aku tidak butuh bantuan mu, saat ini yang aku butuhkan adalah bantuannya Ki Jontor untuk segera menurunkan hujan. Ayo Ki, cepat segera lakukan! Jangan sampai bikin aku jadi tambah marah! Karena kalau sampai itu terjadi! Maka kalian semua akan aku bunuh sama seperti dua pendekar kalian itu!" bentak Darto sambil memandangi sang kepala desa dan Ki Jontor dengan bergantian."Ayolah Ki, turuti permintaan tuan pendekar ini ... jangan sampai mereka membunuh kita ..." pinta sang kepala desa dengan muka merengek."Ya, ya, baiklah ... aku akan bantu tuan berdua untuk menurunkan hujan ... tapi untuk melakukan itu tidak bisa serta-merta bisa dilakukan sekarang ..." ujar Ki jontor yang langsung di sahut oleh sang Kepala Desa."Karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi ... begitu Ki?""Benar Bapak Kepala Desa," balas lelaki tua itu sambil mengangguk.&
Dengan terbunuhnya sang Kepala Desa, kini setidaknya sudah ada tiga mayat yang berada di pelataran kuil itu, dua yang pertama adalah pendekar suruhannya si Panja yaitu Pranata dan Pranayan, dan yang baru saja adalah Bapak Kepala Desa Gunung sari itu sendiri, ya semoga saja setelah itu sudah tidak ada lagi korban dari keganasan si Darto dan si Darso.Sementara itu Ki Jontor yang melihat semua rangkaian peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Darto dan Darso itu, tidaklah bisa berbuat apa-apa, memang benar apa yang dikatakan oleh Nenek Mirah, bahwasanya Ki Jontor itu bukanlah seorang pendekar, dia tidak memiliki ilmu silat apalagi kesaktian, dia hanyalah sesepuh kampung yang dihormati karena memang berkelakuan baik, dan juga sebagai pemuka agama yang biasa memimpin acara ritual keagamaan di situ, jadi ketika melihat semua pembantaian yang di lakukan oleh Darto dan Darso tidak ada yang bisa diperbuat olehnya, kecuali hanya bisa pasrah dan berdoa.
Lalu Darto nampak duduk di sebelah Ki Jontor, lalu dipegangnya kaki keriput yang baru saja terhantam patung kayu itu, kemudian Darto nampak mengurut pelan kaki lelaki tua itu dengan lembut. Sambil terus mengurut-urut Darto mencoba menanyai Ki Jontor dengan pelan."Ki ... Ki Jontor ..." tanya si Darto"Hemm, ada apa ...?" balas Ki jontor dengan suara seraknya."Apakah Ki Jontor merasa lapar?" sahut si Darso gantian yang bertanya."Enggak ... aku masih merasa kenyang ..." balas Ki Jontor sambil memandangi kakinya yang masih diurut oleh si Darto."Sudah mengurutnya, sekarang sakitnya sudah mulai hilang," ujarnya lagi sambil meraih tangan kekarnya si Darto untuk disingkirkannya dari kakinya."Oh iya sudah kalau begitu," balas Darto sambil membenahi posisi duduknya."Oh ya Ki, kira-kira Panja dan teman-temannya itu sampai kapan ya kemb
Waktu terus berjalan, dan malam pun semakin larut. Menunggu sesuatu yang masih belum jelas kapan datangnya membuat Darto dan Darso merasa lelah juga, sempat terbesit keinginan untuk menginterogasi Ki jontor sebagai bentuk tindakan protes kenapa hujannya kok gak turun-turun, namun akhirnya mereka urungkan setelah berpikir bahwa tindakan itu terlalu arogan kalau lelaki tua itu juga harus menerima kegarangan dari keduanya, karena setelah mereka renungkan secara mendalam, untuk Ki Jontor tidaklah sepatutnya bila juga harus mereka perlakukan dengan tindakan yang kasar, karena Darto dan Darso juga tau kalau sejak awal Ki jontor tidak pernah menentang mereka berdua, apa lagi mau membuat celaka pada keduanya.Berbeda halnya dengan tiga orang yang telah tewas sebelumnya, yaitu Pak Kepala Desa, Pranata dan juga Pranayan yang nyata-nyata menantang mereka berdua dan telah bermaksud membuat mereka celaka, karena untuk Pak Kepala Desa memang telah berani memasukkan racu
Setelah merasa cukup mendapatkan beberapa bumbu dan rempah, Darto pun segera balik lagi ke kuil, dan setibanya di situ nampak si Darso belum lagi selesai menghangatkan daging hasil dari memungutnya kemaren, itu dikarenakan kayu bakar yang mereka kumpulkan agak sedikit basah akibat terkena air hujan semalam.Namun begitu, dengan sangat telatennya Darso terus mengipas-ngipasi api yang dia gunakan untuk menghangatkan kembali daging-daging hasil dari memungutnya itu. Dan selagi Darso mengipas dan memanggang nampak si Darto menyiapkan bumbu dengan menghaluskannya di atas sebuah lempengan batu dengan menggunakan batu yang berukuran satu kepal yang dia ambil dari sungai sewaktu mencari aneka rempah tadi.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya selesai jugalah mereka berdua menghangatkan daging-daging tersebut, dan setelah itu Darso pun langsung membalurkan rempah-rempah yang baru saja di haluskan oleh Darto itu dan kemudian kembali menghangatkannya la
Akhirnya tubuh Darto dan Darso jatuh terperosok ke dalam jurang."Aaahhh ... aaahhh ..."Brougs ...!Brougs ...!Tubuh mereka berdua pun jatuh tepat berada di pinggiran kolam yang unik itu dengan saling tumpang tindih."Lho To, tadi aku kok merasa seperti ada yang menarik kakiku dari bawah, kok aneh ya?" ujar Darso dengan tubuh masih menindih saudara kembarnya itu."Lha iya, aku pun juga merasakan seperti itu, tapi tolong kamu cepat turun to ...!" pinta Darto pada Darso yang memang masih menindih tubuhnya itu.Lalu Darso pun segera turun dari tubuh saudaranya itu dan kemudian mereka berdua segera bangkit dan berdiri. Masih dengan perasaan heran, mata Darso dan Darto nampak menyapu seluruh ruangan jurang itu seperti sedang mencari sesuatu."Gimana So, apakah kamu melihat sesuatu yang aneh dalam jurang ini?" tanya
Buks, baks! Buks, baks! Buks, baks!Sungguh-sungguh luar biasa, meskipun dihantam pukulan dari dua manusia raksasa seperti Darto dan Darso nampak siluman kuda itu tidak merasakan sakit apa pun, dia terlihat hanya menggeleng ke kanan dan ke kiri mengikuti arah hantaman pukulan itu menyasar tanpa memperlihatkan ekspresi kesakitan sama sekali.Namun meski begitu, ada kejadian aneh yang terjadi pada diri siluman kuda itu manakala air yang ada di kolam jurang itu berubah warna menjadi merah tiba-tiba wajah siluman yang semula berupa perempuan yang cantik namun kini telah berubah menjadi wanita yang sangat tua dan keriput. Memang begitulah setiap kali air dalam sumur jurang itu berubah warna maka wajah sang siluman pun juga ikut berubah.Lalu setelah cukup lama dua saudara kembar itu menghujani pukulan kepada sang Siluman, akhirnya mereka berdua pun malah merasa capek sendiri."Hihiyyeh, hihiyyeh,
Darto dan Darso nampak masih belum bisa menentukan sebuah keputusan.Oleh siluman kuda itu mereka berdua benar-benar dibikin lemah dan dipaksa bodoh dalam waktu yang sama.Ya, Darto dan Darso jadi lemah memang karena siluman kuda itu terlalu tangguh untuk bisa dikalahkan, juga terpaksa menjadi bodoh karena dihadapkan dengan dua pilihan yang memang sama-sama tidak ada enaknya bagi Darto dan Darso, yaitu antara menyetubuhi siluman atau tidak mendapatkan bunga itu selama-lamanya.Sementara itu, seolah tahu dengan apa yang ada di pikiran Darto dan Darso, nampak siluman kuda itu juga sedang berpikir mencari cara agar supaya Darto dan Darso mau melakukan mantap-mantap dengannya.'Sebaiknya aku buat kabur saja pandangan dua manusia ini, biar mereka mau menyetubuhiku, karena aku tau, kalau mereka berdua merasa tidak bernafsu dengan perwujudan ku yang seperti ini. Lalu tiba-tiba saja mulut s