Lalu Darto nampak duduk di sebelah Ki Jontor, lalu dipegangnya kaki keriput yang baru saja terhantam patung kayu itu, kemudian Darto nampak mengurut pelan kaki lelaki tua itu dengan lembut. Sambil terus mengurut-urut Darto mencoba menanyai Ki Jontor dengan pelan.
"Ki ... Ki Jontor ..." tanya si Darto
"Hemm, ada apa ...?" balas Ki jontor dengan suara seraknya.
"Apakah Ki Jontor merasa lapar?" sahut si Darso gantian yang bertanya.
"Enggak ... aku masih merasa kenyang ..." balas Ki Jontor sambil memandangi kakinya yang masih diurut oleh si Darto.
"Sudah mengurutnya, sekarang sakitnya sudah mulai hilang," ujarnya lagi sambil meraih tangan kekarnya si Darto untuk disingkirkannya dari kakinya.
"Oh iya sudah kalau begitu," balas Darto sambil membenahi posisi duduknya.
"Oh ya Ki, kira-kira Panja dan teman-temannya itu sampai kapan ya kemb
Waktu terus berjalan, dan malam pun semakin larut. Menunggu sesuatu yang masih belum jelas kapan datangnya membuat Darto dan Darso merasa lelah juga, sempat terbesit keinginan untuk menginterogasi Ki jontor sebagai bentuk tindakan protes kenapa hujannya kok gak turun-turun, namun akhirnya mereka urungkan setelah berpikir bahwa tindakan itu terlalu arogan kalau lelaki tua itu juga harus menerima kegarangan dari keduanya, karena setelah mereka renungkan secara mendalam, untuk Ki Jontor tidaklah sepatutnya bila juga harus mereka perlakukan dengan tindakan yang kasar, karena Darto dan Darso juga tau kalau sejak awal Ki jontor tidak pernah menentang mereka berdua, apa lagi mau membuat celaka pada keduanya.Berbeda halnya dengan tiga orang yang telah tewas sebelumnya, yaitu Pak Kepala Desa, Pranata dan juga Pranayan yang nyata-nyata menantang mereka berdua dan telah bermaksud membuat mereka celaka, karena untuk Pak Kepala Desa memang telah berani memasukkan racu
Setelah merasa cukup mendapatkan beberapa bumbu dan rempah, Darto pun segera balik lagi ke kuil, dan setibanya di situ nampak si Darso belum lagi selesai menghangatkan daging hasil dari memungutnya kemaren, itu dikarenakan kayu bakar yang mereka kumpulkan agak sedikit basah akibat terkena air hujan semalam.Namun begitu, dengan sangat telatennya Darso terus mengipas-ngipasi api yang dia gunakan untuk menghangatkan kembali daging-daging hasil dari memungutnya itu. Dan selagi Darso mengipas dan memanggang nampak si Darto menyiapkan bumbu dengan menghaluskannya di atas sebuah lempengan batu dengan menggunakan batu yang berukuran satu kepal yang dia ambil dari sungai sewaktu mencari aneka rempah tadi.Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya selesai jugalah mereka berdua menghangatkan daging-daging tersebut, dan setelah itu Darso pun langsung membalurkan rempah-rempah yang baru saja di haluskan oleh Darto itu dan kemudian kembali menghangatkannya la
Akhirnya tubuh Darto dan Darso jatuh terperosok ke dalam jurang."Aaahhh ... aaahhh ..."Brougs ...!Brougs ...!Tubuh mereka berdua pun jatuh tepat berada di pinggiran kolam yang unik itu dengan saling tumpang tindih."Lho To, tadi aku kok merasa seperti ada yang menarik kakiku dari bawah, kok aneh ya?" ujar Darso dengan tubuh masih menindih saudara kembarnya itu."Lha iya, aku pun juga merasakan seperti itu, tapi tolong kamu cepat turun to ...!" pinta Darto pada Darso yang memang masih menindih tubuhnya itu.Lalu Darso pun segera turun dari tubuh saudaranya itu dan kemudian mereka berdua segera bangkit dan berdiri. Masih dengan perasaan heran, mata Darso dan Darto nampak menyapu seluruh ruangan jurang itu seperti sedang mencari sesuatu."Gimana So, apakah kamu melihat sesuatu yang aneh dalam jurang ini?" tanya
Buks, baks! Buks, baks! Buks, baks!Sungguh-sungguh luar biasa, meskipun dihantam pukulan dari dua manusia raksasa seperti Darto dan Darso nampak siluman kuda itu tidak merasakan sakit apa pun, dia terlihat hanya menggeleng ke kanan dan ke kiri mengikuti arah hantaman pukulan itu menyasar tanpa memperlihatkan ekspresi kesakitan sama sekali.Namun meski begitu, ada kejadian aneh yang terjadi pada diri siluman kuda itu manakala air yang ada di kolam jurang itu berubah warna menjadi merah tiba-tiba wajah siluman yang semula berupa perempuan yang cantik namun kini telah berubah menjadi wanita yang sangat tua dan keriput. Memang begitulah setiap kali air dalam sumur jurang itu berubah warna maka wajah sang siluman pun juga ikut berubah.Lalu setelah cukup lama dua saudara kembar itu menghujani pukulan kepada sang Siluman, akhirnya mereka berdua pun malah merasa capek sendiri."Hihiyyeh, hihiyyeh,
Darto dan Darso nampak masih belum bisa menentukan sebuah keputusan.Oleh siluman kuda itu mereka berdua benar-benar dibikin lemah dan dipaksa bodoh dalam waktu yang sama.Ya, Darto dan Darso jadi lemah memang karena siluman kuda itu terlalu tangguh untuk bisa dikalahkan, juga terpaksa menjadi bodoh karena dihadapkan dengan dua pilihan yang memang sama-sama tidak ada enaknya bagi Darto dan Darso, yaitu antara menyetubuhi siluman atau tidak mendapatkan bunga itu selama-lamanya.Sementara itu, seolah tahu dengan apa yang ada di pikiran Darto dan Darso, nampak siluman kuda itu juga sedang berpikir mencari cara agar supaya Darto dan Darso mau melakukan mantap-mantap dengannya.'Sebaiknya aku buat kabur saja pandangan dua manusia ini, biar mereka mau menyetubuhiku, karena aku tau, kalau mereka berdua merasa tidak bernafsu dengan perwujudan ku yang seperti ini. Lalu tiba-tiba saja mulut s
Mendapat genjot dari lawan yang masih utuh staminanya, nampak siluman kuda itu hanya bisa pasrah, dengan mulut terlihat menganga dia nampak sangat menikmati tusukan demi tusukan yang dilancarkan oleh Darto.Darto sendiri nampak begitu menikmati gigitan lobang milik sang siluman, tangan kanan yang semula dia gunakan untuk memegangi ekor siluman kuda itu kini dia gunakan untuk berpegangan pada pangkal pahanya, Darto sudah tidak menghiraukan lagi dengan ekor siluman yang sesekali menerpa wajahnya, dia nampak terus menghujamkan rudal kenyalnya itu dengan kuat dan semakin cepat hingga pada saatnya Darto nampak merasa kalau tidak lama lagi dia akan segera mencapai klimaks.Lalu demi bisa mendapatkan kenikmatan yang sempurna dalam puncak klimaksnya itu Darto nampak menarik mundur rudalnya dan baru kemudian dia hentakan lagi rudal kenyalnya itu dengan sangat kuat masuk ke dalam lobang sang siluman."Heeek'eh ...!"
"Malam Ki ..." sapa Darso pada lelaki tua itu."Malam, lho kamu Nak Darso? Gimana apakah sudah dapat daun racun itu?" tanya Ki Jontor."E, gini Ki, kami telah mendapatkan daun yang tumbuh di dalam jurang itu, tapi kok warna bintiknya tidak sama seperti yang kami cari ya?" ujar Darto terlihat kebingungan."Emang seperti apa daun yang telah kamu dapatkan?" tanya Ki Jontor."Ini Ki," sahut Darso sambil menunjukkan daun yang telah didapatkannya itu.Begitu melihat dan memeriksa daun racun itu, nampak Ki Jontor tidak langsung memberikan komentarnya, sesaat lelaki tua itu nampak seperti orang yang sedang berpikir, dan tidak lama kemudian dia pun kembali bertanya."Apakah kamu bertemu dengan Nyi Sendang?" tanya Ki jontor sambil menatap pada Darto dan Darso bergantian."Nyi Sendang? Siapakah Nyi Sendang itu Ki?" tanya Darso nampak tidak tahu dengan nama yang di tanyakan oleh Ki Jontor tersebut.
Melihat ada dua orang yang datang dan hendak masuk ke dalam istana para prajurit penjaga yang berjumlah empat itu pun langsung menghadangnya."Hei, berhenti!" seru salah satu prajurit penjaga. Darto dan Darso sebenarnya sudah banyak dikenal oleh para prajurit istana, itu dikarenakan saking seringnya mereka berdua datang ke kediaman Rakryan Dipasena. Karena tidak ingin ada keributan di pagi buta, Darto dan Darso pun langsung menghentikan langkah kudanya."Aku Prajurit, ini aku! Tolong bukakan gerbangnya," seru Darto. Setelah mengamati dengan jelas barulah keempat prajurit penjaga tahu dengan dua orang yang datang itu. Dan begitu pintu gerbang utama Kerajaan Karma Jaya dibuka, Darto dan Darso pun segera langsung melaju kudanya masuk, dan karena memang masih sangat pagi jadi belum banyak orang yang melakukan aktivitas di situ, bahkan beberapa prajurit yang berjaga di kediaman para punggawa Kerajaan pun juga terlihat masih terlelap dalam tidurnya.