Galih Jaya, Dharma, Malawati, Ajisoka, dan pendekar muda yang lain seketika terkejut, tersenyum tak lama setelahnya. Mereka mendekati Limbur Kancana seraya bersiap siaga.Hujan mengguyur semakin deras, disusul angin berembus kencang dan petir yang menggelegar sangat keras.Limbur Kancana memanggil satu tiruannya. “Mari kita lihat apakah kalian bisa mengalahkan satu tiruanku atau tidak.”“Jangan meremehkan kami, Guru. Kami sudah berlatih sangat keras selama ini. Kami tentu tidak akan kalah dengan satu bayangan,” ujar Galih Jaya.“Itu benar.” Dharma tersenyum, menghimpun kekuatan.Malawati mengikat rambutnya. “Pertarungan ini tampaknya cocok untuk melatih jurusku. Aku tentu tidak akan kalah.”“Mari kita lihat apakah kalian hanya sesumbar atau memang bisa mengalahkan tiruanku.” Limbur Kancana melompat ke arah pohon, duduk di dahan.Tiruan Limbur Kancana tiba-tiba melompat ke atas, lantas menghantam serangan bertubi-tubi yang sangat cepat pada para pendekar muda.Galih Jaya, Dharma, Malaw
Hujan mengguyur sangat deras. Petir beberapa kali menggeleger, disusul oleh angin yang berembus kencang. Para pendekar muda tengah beristirahat di gubuk masing-masing.“Latihan hari ini sangat melelahkan.” Malawati mengembus napas panjang, melabuhkan wajah ke meja. Ia melihat api di obor bergerak-gerak karena angin.“Tubuhku sakit sekali.” Gendis duduk di samping Malawati, memberikan sebuah air hangat. “Tapi, entah mengapa aku menyukai latihan ini.”“Kau benar, Gendis.” Malawati menengus minuman, menoleh pada dua temannya yang sudah tertidur di ranjang. Ia beranjak dari kursi, menutup tirai.“Apa menurutmu kita bisa menguasai jurus membelah jiwa, Malawati?”“Jurus membelah jiwa adalah jurus yang sangat hebat. Tentu tidak akan mudah mempelajarinya. Jika kita berlatih sangat keras, kita mungkin bisa menguasai beberapa bulan atau mungkin tahunan.”“Aku sejujurnya tidak terlalu yakin aku bisa menguasai jurus membelah jiwa. Rasa-rasanya aku seperti harus mendaki gunung yang sangat tinggi.”
Limbur Kancana dan Ganawirya mempelajari gulungan selama beberapa waktu. Di saat yang sama, hujan terus mengguyur dengan deras, disusul oleh angin yang berembus kencang. Pepohonan bergoyang ke kanan dan kiri, memadamkan beberapa lampu obor di teras gubuk.Di saat yang sama, Jatnika dan Puspa Sari tiba-tiba terbangun. Mata mereka diselimuti cahaya kemerahan. Keduanya berdiri, berjalan keluar gubuk, menoleh ke arah Limbur Kancana dan Ganawirya berada.Angin seketika menerobos masuk ketika pintu terbuka, membawa hawa dingin dan tetes hujan ke dalam gubuk. Jatnika dan Puspa Sari tiba-tiba mengentak tubuh dan seketika melesat cepat menuju gubuk, menerobos hutan dan petir.Jatnika dan Puspa Sari tiba-tiba berubah menjadi kunang-kunang yang mengelilingi gubuk. Akan tetapi, mereka mendadak terdorong mundur karena penghalang siluman.Jatnika dan Puspa Sari kembali ke gubuk dan tiba-tiba tidak sadarkan diri di teras.“Puspa Sari, apa yang terjadi?” tanya seorang murid tabib wanita seraya turun
Tarusbawa mengamati seorang pemuda dan seorang gadis yang menunggangi kuda. “Siapa mereka dan apa yang mereka lakukan di tempat ini? Jarang sekali manusia memasuki pulai ini. Untuk sampai ke pulai ini, mereka harus melalui perjalanan yang sangat panjang dan berbahaya.”Tarusbawa mengikuti pemuda dan gadis itu hingga mereka kembali ke daratan pulau utama. “Mereka tampaknya bukan pendekar biasa.”Sebuah ledakan tiba-tiba saja terdengar cukup keras.“Lingga tampaknya kembali menghancurkan hutan.” Tarusbawa berbisik dan seketika saja seorang tiruan Limbur Kancana mendekat. “Ikuti pemuda dan gadis itu sekarang juga.”Tiruan itu seketika berlari menuju arah pantai.Tarusbawa kembali ke hutan, melewati dahan pohon, melompat ke atas puncak pohon. Ia tersenyum saat melihat Lingga terbaring di sisi sungai.“Aku kembali gagal.” Lingga duduk seraya memijat kepalanya. Pusaka kujang emas mendadak menghilang dari tangannya. Ia mengamati keadaan sekeliling, berdiri. “Aku kembali menghancurkan pepohon
“Apa yang terjadi?” tanya Malawati seraya mengawasi keadaan sekeliling. “Tiruan Guru Limbur Kancan tiba-tiba saja menghilang.”“Jangan lengah! Guru Limbur Kancana bisa saja sengaja melakukannya. Tetaplah bersiaga dengan penuh kewaspadaan. Dia bisa muncul di mana dan kapan saja,” ujar Galih Jaya.Para pendekar muda bersiaga, bersiap untuk segala kemungkinan.Limbur Kancana tiba-tiba muncul bersama tiruan-tiruannya di atas puncak pohon. Mereka menyerang secara bersamaan, mengeluarkan serangan harimau putih.Galih Jaya pertama kali menyadari serangan itu. Ia segera melompat, melesatkan tendangan kuat. “Aku tidak akan lagi tertipu olehmu, Guru.”“Benarkah?” Limbur Kancana tiba-tiba muncul menggantikan harimau putih, tersenyum. Ia menepis tendangan Galih Jaya, melesatkan dorongan kuat pada pendekar muda itu.Galih Jaya terdorong ke belakang dengan sangat kuat. Dharma, Amarsa, dan Ajisoka berusaha menolongnya, tetapi mereka justru terkena serangan dari harimau putih.Galih Jaya mendarat di
“Terkutuk!” Wira segera menangkis serangan, berputar di udara seraya melesatkan serangan kuku beracun. Di saat pendekar itu menepis serangan, ia bergegas memasuki gua lebih dalam untuk menyelematkan diri.“Aku tidak boleh sampai tertangkap oleh pendekar itu, apalagi sampai bertemu dengan petinggi golongan putih dan Limbur Kancana.”Wira melompat turun, melesatkan serangan ke atas. Pasukan kelelawarnya membentuk penghalang. “Aku akan kesulitan menghadapi pendekar itu.”Wira melompat dari satu batu ke batu lain, berlari ke jalan sebelah kiri. Ia terus mengerahkan pasukan kelelawarnya untuk menyibukkan musuh.Gua tiba-tiba bergetar hebat hingga batu berjatuhan dari atap dan samping. Angin menerobos kencang hingga ke arah Wira. “Mungkinkah ini kekuatan dari petinggi golongan putih? Dia berhasil menghancurkan penghalangku dengan mudah”Wira berlari secepat mungkin, menggertakkan gigi. “Semau ini salahmu, Danuseka. Kau sudah meninggalkanku dan lalai dari tugasmu.”Wira menepis bebatuan yan
“Kau harus menerima balasan atas tindakanmu, Danuseka! Kau harus mati di tanganku!” Wira melompat mundur, melesatkan serangan bertubi-tubi pada Danuseka. Amarahnya membuat kekuatannya meningkat.Danuseka menepis serangan seraya melompat mundur, membalas menyerang dengan kekuatan penuh. Serangannya mampu mendorong Wira hingga pemuda itu membentur dinding batu dengan sangat kuat.“Terkutuk!” Wira ambruk di tanah, memegang perutnya yang kesakitan. Ia bergegas berdiri, bersiap untuk melesatkan serangan susulan.Darmasena bergerak sangat cepat, dan dalam waktu singkat ia sudah berada di belakang Wira. Tangan kanannya diselimuti sisik dan kekuatan hitam kemerahan. Dengan satu kali pukulan, Wira kembali ambruk di tanah“Ah!” Wira meringis kesakitan, menatap Darmasena dengan penuh amarah. “Terkutuk! Kau bekerja sama dengan Darmasena, Danuseka. Kau akan pasti akan mendapatkan ganjaran dari pengkhianatanmu! Aku akan memastikan kau—”“Diam!” bentak Nyi Genit yang mendadak muncul di tengah ruanga
Wira berdiri susah payah. “Terkutuklah kau, Danuseka! Berani sekali kau menghinaku! Kau harus sadar jika kau hanyalah kacungku!”Danuseka menampar Wira dengan keras. “Jaga bicaramu, Wira. Aku bukanlah kacungmu. Aku adalah orang kepercayaan Kartasura. Dia lebih mempercayaiku dibandingkan mempercayaimu sebagai adiknya sendiri! Kaulah yang seorang kacung di sini!”Danuseka mencengkeram wajah Wira dengan kuat. “Aku bersabar selama ini karena aku menghormati Kartasura, tetapi itu tidak berlaku lagi sekarang. Jika suatu saat Kartasura berhasil lolos dari penjara di Jaya Tonggoh dan kau mengadu soal perlakuanku padanya, aku akan meminta Nyi Genit bersaksi untukku.”Danuseka mencengkeram lebih erat. “Sekarang, beri tahu aku jalan menuju tempat tinggal dua siluman bernama Jatna dan Ratih Ningsih itu. Setelah kau memberitahuku, kau bisa beristirahat di tempat ini.”Wira menepis tangan Danuseka, tersenyum bengis. “Aku tidak akan tinggal di tempat ini. Aku akan menunjukkan padamu di mana tempat t