Empat siluman raksasa mengamuk ketika melihat satu rekan mereka berhasil diisap oleh para pendekar. Mereka langsung berlari dengan kecepatan penuh seraya mengayun-ayunkan palu godam dengan kuat. Tanah berguncang hebat disertai angin kencang yang bergumuruh. Hal itu membuat para pendekar terdorong ke belakang untuk sesaat.Ketujuh petinggi golongan putih dan Galih Jaya berdiri paling depan dengan kendi yang digenggam erat. Para pendekar berdiri di belakang mereka seraya ikut mengalirkan tenaga dalam.“Bertahan!” teriak Wirayuda dengan kedua kaki yang ditanamkan ke dalam tanah agar ia tidak terdorong ke belakang. Hal serupa juga dilakukan oleh para petinggi golongan putih yang lain. Guncangan tanah begitu kuat terasa hingga beberapa pendekar harus saling berpegangan.Isapan dari kedelapan kendi masih terus terjadi meski hal itu terhalang oleh angin dan guncangan dari keempat siluman raksasa. Sebuan angin dan isapan kendi saling beradu hingga membuat puting beliung yang mengamuk di meda
“Kita harus tetap melenyapkan dua ular siluman itu.” Jatiraga mangayunkan serangan ke arah dua ekor ular siluman. Sabit angin yang tajam segera memotong kedua ular itu hingga menjadi potongan kecil yang kemudian menghilang.Tanah yang dipijak Jatiraga tiba-tiba ambruk. Ia segera mendorong Galisaka dan para pendekar di belakangnya agar menjauh. Kedua kakinya mendadak ditarik ke dalam tanah dengan kuat. Pendekar itu mengayunkan pedang dengan kuat hingga ekor ular yang menariknya terpotong-potong dan lenyap.Jatiraga mengentak udara untuk melompat ke atas. Ketika sudah berada di udara, tiba-tiba saja ia dilahap dan ditarik ke dalam tanah oleh seekor ular yang tidak lain jelemaan dari Wintara.“Jatiraga!” teriak Galisaka karena terkejut. Ia mengentak kedua kaki kuat-kuat, melesat ke dalam tanah untuk menolong Jatiraga. Sayangnya, serangan ekor mendarat telak di tubuhnya hingga ia terdorong dan menabrak beberapa pendekar.“Tetap bertahan!” Wirayuda mengerahkan kekuatan lebih banyak saat ke
Sekar Sari memijat kepalanya yang masih terasa pening. Ia memindai keadaan sekeliling dan terkejut ketika menyadari di mana dirinya saat ini. “Bukankah ini gua di mana Sagara Herang berada? Kenapa aku bisa berada di sini?”Sekar Sari perlahan berdiri, mengamati keadaan sekeliling. Ia mendapati para tabib terbaring tidak sadarkan diri tak jauh darinya. “Apa yang sebenarnya terjadi?”Sekar Sari tercenung di tempat, mengingat-ingat di mana ia dan yang berada terakhir kali. “Aku dan para tabib berada di gua yang sedang diserang oleh musuh saat kami masih berusaha membuat penawar racun kalong setan.”Sekar Sari kembali menoleh ke sekeliling dan mendapati Limbur Kancana sedang duduk bersila di atas sebuah batu runcing. “Kakang Guru. Kemungkinan Kakang Guru yang memindahkan aku dan para tabib ke tempat ini. Aku ingat jika musuh mengirim serangan dahsyat yang hampir membunuh kami semua.”Guncangan tiba-tiba terasa cukup kuat hingga menggetarkan tanah dan dinding gua. Terdengar benda jatuh dan
“Guru, aku merasakan hawa keberadaan seseorang di luar gua. Ada kemungkinan jika dia menggunakan sebuah jurus untuk menyembunyikan keberadaannya.” Sekar Sari mendekat. “Dengan batu ini yang diperkuat dengan penawar racun kalong setan, kita bisa mengungkap siapa yang sedang mengawasi gua.”Ganawirya menerima batu kuning dari Sekar Sari. “Serahkan hal itu pada mereka.”Indra dan Arya dengan cepat memasuki ruangan setelah mendapat tanda dari Ganawirya.“Kakang Indra, Kakang Arya.” Sekar Sari terkejut karena keduanya bisa memasuki ruangan ini, terlebih tidak terlihat bingung melihatnya.“Sekar Sari, syukurlah kau sudah sadar.” Indra bahagia ketika melihat Sekar Sari setelah sekian lama terpisah. Meski begitu, ada hal lebih penting yang harus dilakukan dibanding berbicang dengan gadis itu. Ia segera menoleh pada Ganawirya. “Guru, kami siap menerima perintah.”“Sekar Sari merasakan ada seseorang yang sedang mengawasi gua ini.” Ganawirya memberikan batu kuning pada Indra. “Gunakan batu kunin
Arya kembali bersama Indra di atas gua. Kedua pendekar muda itu melihat Danuseka tengah mengamati keadaan sekeliling.Arya memusatkan seluruh perhatian pada Danuseka. Setelah merasa waktunya, ia melemparkan batu hijau ke arah bawahan Kartasura itu. Lemparannya berhasil mengenai Danuseka dan asap putih seketika mengitarinya.Danuseka tercekat hingga memberi tanda pada kelelawarnya untuk berhenti. “Apa itu tadi? Aku merasa ada sesuatu yang mengenaiku. Lalu asap apa tadi?”Danuseka melihat sesuatu bergerak turun. Ia mulai mencium bau pekat yang amat kuat hingga terbatuk beberapa kali. Kelelawarnya mendadak terbang tidak tentu arah hingga ia harus menghilangkan keberadaan kelelawarnya.Danuseka melompat turun, mendarat di sebuah batu di tengah-tengah air sungai yang berarus deras. Ia mengawasi keadaan sekeliling dengan saksama. Saat menoleh ke atas, sebuah kapak memutar ke arahnya.Danuseka segera menghadapi kapak itu dengan sebuah tendangan. Ia memutar tubuh sesaat, lalu menepis tombak
“Mereka bisa mengetahui keberadaanku.” Danuseka berdecak, melompat untuk menendangan kapak dan tombak. Sesaat sebelum berhasil menjauhkan kedua senjata itu, Indra dan Arya mendadak muncul dan langsung menerjangnya hingga ia terjatuh dari kelelawarnya.Indra dan Arya terlibat pertarungan jarak dekat dengan Danuseka di tengah tubuh mereka yang melesat turun ke arah sungai.Danuseka membuka kendi berisi racun kalong setan di sela-sela menyerang, menepis dan bertahan. Tubuhnya yang masih belum sepenuhnya pulih membuatnya cukup kesulitan menghadapi perlawanan Indra dan Arya.Indra dan Arya melesatkan tendangan bersamaan, disusul dengan tendangan beruntun. Danuseka menahan serangan itu dengan pasukan kelelawarnya yang langsung mengerubungi Indra dan Arya. Akan tetapi, pasukan kelelawarnya berhasil dimusnahkan dalam sekejap.Danuseka terdorong mundur dan berhasil menghindar dari serangan susulan dengan mengerahkan sayap kelelawar yang muncul dari punggungnya. Ia memanjangkan kuku beracun, la
“Kakang Guru.” Indra dan Arya membungkuk hormat.Limbur Kancana menoleh ke arah Jaya Tonggoh. Guncangan keras dan serbuan angin kembali terasa. Dari tempatnya saat ini, ia bisa melihat empat siluman raksasa terus mengamuk serta jurus dan kekuatan yang saling beradu. “Pertarungan akan semakin memanas lebih dari ini. Aku tidak boleh membuang-buang waktu.”Limbur Kancana menoleh pada Indra dan Arya. “Kalian berdua kembalilah ke gua dan lindungi para murid dan para tabib. Jika keadaan memburuk, Ganawirya juga akan turun tangan membantu para pendekar. Kalian berempatlah yang harus melindungi para murid.”“Bagaimana dengan Lingga, Kakang Guru?” tanya Indra.“Lingga masih berada di alam lain saat ini. Dia akan tetap aman selama berada di sana.”“Kami mengerti, Kakang Guru.” Indra dan Arya saling menoleh satu sama lain, melompat ke air terjun, memasuki gua kembali. Keduanya langsung melaporkan hasil pertarungan pada Ganawirya, Meswara dan Jaka.“Ada kemungkinan jika Danuseka berhasil memberi
“Kartasura dan anggota Cakar Setan yang lain berhasil dikalahkan oleh Tarusbawa dalam sebuah pertarungan. Mereka juga berhasil disekap di dalam kendi. Mereka baru bisa bebas setelah Bangasera dan dua siluman bawahan Nyi Genit membantu mereka,” jawab Danuseka.“Tarusbawa berhasil mengurung empat anggota Cakar Setan?” Wira menatap tak percaya. “Aku tidak menduga jika dia sekuat itu.”Danuseka mengangguk. “Setelah berhasil dibebaskan, Kartasura dan yang lain pergi ke hutan siluman untuk memulihkan diri di danau siluman. Nyi Genit memberikan racun kalong setan terbaru yang lebih kuat dari racun sebelumnya pada mereka. Gusti Totok Surya memerintahkan semua anggota Cakar Setan untuk membantu Wintara dan Nilasari.”“Gusti Totok Surya,” gumam Wira.“Saat ini, kartasura dan yang lain sedang bertarung dengan para pendekar golongan putih di Jaya Tonggoh. Pertarungan semakin memanas dari waktu ke waktu