Arya kembali bersama Indra di atas gua. Kedua pendekar muda itu melihat Danuseka tengah mengamati keadaan sekeliling.Arya memusatkan seluruh perhatian pada Danuseka. Setelah merasa waktunya, ia melemparkan batu hijau ke arah bawahan Kartasura itu. Lemparannya berhasil mengenai Danuseka dan asap putih seketika mengitarinya.Danuseka tercekat hingga memberi tanda pada kelelawarnya untuk berhenti. “Apa itu tadi? Aku merasa ada sesuatu yang mengenaiku. Lalu asap apa tadi?”Danuseka melihat sesuatu bergerak turun. Ia mulai mencium bau pekat yang amat kuat hingga terbatuk beberapa kali. Kelelawarnya mendadak terbang tidak tentu arah hingga ia harus menghilangkan keberadaan kelelawarnya.Danuseka melompat turun, mendarat di sebuah batu di tengah-tengah air sungai yang berarus deras. Ia mengawasi keadaan sekeliling dengan saksama. Saat menoleh ke atas, sebuah kapak memutar ke arahnya.Danuseka segera menghadapi kapak itu dengan sebuah tendangan. Ia memutar tubuh sesaat, lalu menepis tombak
“Mereka bisa mengetahui keberadaanku.” Danuseka berdecak, melompat untuk menendangan kapak dan tombak. Sesaat sebelum berhasil menjauhkan kedua senjata itu, Indra dan Arya mendadak muncul dan langsung menerjangnya hingga ia terjatuh dari kelelawarnya.Indra dan Arya terlibat pertarungan jarak dekat dengan Danuseka di tengah tubuh mereka yang melesat turun ke arah sungai.Danuseka membuka kendi berisi racun kalong setan di sela-sela menyerang, menepis dan bertahan. Tubuhnya yang masih belum sepenuhnya pulih membuatnya cukup kesulitan menghadapi perlawanan Indra dan Arya.Indra dan Arya melesatkan tendangan bersamaan, disusul dengan tendangan beruntun. Danuseka menahan serangan itu dengan pasukan kelelawarnya yang langsung mengerubungi Indra dan Arya. Akan tetapi, pasukan kelelawarnya berhasil dimusnahkan dalam sekejap.Danuseka terdorong mundur dan berhasil menghindar dari serangan susulan dengan mengerahkan sayap kelelawar yang muncul dari punggungnya. Ia memanjangkan kuku beracun, la
“Kakang Guru.” Indra dan Arya membungkuk hormat.Limbur Kancana menoleh ke arah Jaya Tonggoh. Guncangan keras dan serbuan angin kembali terasa. Dari tempatnya saat ini, ia bisa melihat empat siluman raksasa terus mengamuk serta jurus dan kekuatan yang saling beradu. “Pertarungan akan semakin memanas lebih dari ini. Aku tidak boleh membuang-buang waktu.”Limbur Kancana menoleh pada Indra dan Arya. “Kalian berdua kembalilah ke gua dan lindungi para murid dan para tabib. Jika keadaan memburuk, Ganawirya juga akan turun tangan membantu para pendekar. Kalian berempatlah yang harus melindungi para murid.”“Bagaimana dengan Lingga, Kakang Guru?” tanya Indra.“Lingga masih berada di alam lain saat ini. Dia akan tetap aman selama berada di sana.”“Kami mengerti, Kakang Guru.” Indra dan Arya saling menoleh satu sama lain, melompat ke air terjun, memasuki gua kembali. Keduanya langsung melaporkan hasil pertarungan pada Ganawirya, Meswara dan Jaka.“Ada kemungkinan jika Danuseka berhasil memberi
“Kartasura dan anggota Cakar Setan yang lain berhasil dikalahkan oleh Tarusbawa dalam sebuah pertarungan. Mereka juga berhasil disekap di dalam kendi. Mereka baru bisa bebas setelah Bangasera dan dua siluman bawahan Nyi Genit membantu mereka,” jawab Danuseka.“Tarusbawa berhasil mengurung empat anggota Cakar Setan?” Wira menatap tak percaya. “Aku tidak menduga jika dia sekuat itu.”Danuseka mengangguk. “Setelah berhasil dibebaskan, Kartasura dan yang lain pergi ke hutan siluman untuk memulihkan diri di danau siluman. Nyi Genit memberikan racun kalong setan terbaru yang lebih kuat dari racun sebelumnya pada mereka. Gusti Totok Surya memerintahkan semua anggota Cakar Setan untuk membantu Wintara dan Nilasari.”“Gusti Totok Surya,” gumam Wira.“Saat ini, kartasura dan yang lain sedang bertarung dengan para pendekar golongan putih di Jaya Tonggoh. Pertarungan semakin memanas dari waktu ke waktu
Sekar Sari segera melebarkan gulungan, memeriksa kembali catatan dengan saksama, membaca tulisan. “Terdapat bangsa siluman raksasa yang disebut siluman Jurig Lolong. Mereka adalah salah satu pasukan siluman terkuat yang pernah terlibat dalam peperangan besar di masa lalu. Mereka hanya akan muncul jika diperintah oleh seorang siluman kuat atau pendekar kuat yang bisa menaklukan mereka. Kehadiran siluman Jurig Lolong adalah pertanda jika pertarungan besar akan terjadi.”“Jurig Lolong tinggal di bawah danau siluman yang memiliki kekuatan untuk menyembuhkan para siluman. Ukuran mereka setinggi tiga kali pohon kelapa, bahkan bisa lebih dari itu. Mereka adalah siluman yang buta, tapi memiliki penciuman, pendengaran dan indra perasa yang sangat tajam. Mereka memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri dengan cepat dan kekuatan yang sangat besar. Kekuatan mereka setara dengan lima ratus pendekar biasa.”“Satu Jurig Lolong berukuran raksasa sama dengan lima puluh Jurig Lolong dalam ukuran tingg
“Kekuatan yang menghalanginya menghilang?” Sekar Sari tiba-tiba terdiam. Secercah cahaya mendadak menerangi pikirannya yang buntu. Ia seketika ingat saat berada dalam penjara Nyi Genit di mana saat itu ia berhasil keluar dari penjara dengan bantuan kendi pengisap.“Apa cara itu akan berhasil?” Sekar Sari mengambil kendi dari balik punggungnya, mendadak ragu. “Bukan saatnya aku ragu. Aku harus mencobanya.”Sekar Sari mengembus napas panjang, mendekatkan tutup kendi ke gulungan. Saat ia membuka penutupnya, secara tiba-tiba jeratan rantai terlihat di balik gulungan yang kosong. Rantai-rantai itu muncul dari gulungan, tertarik ke arah kendi dengan cepat.Sekar Sari menahan kendi sekuat mungkin. Tarikan kendi membuat beberapa kotak dan lembaran gulungan tertarik ke arahnya. Gadis itu segera melemparkan kedua bagian selendangnya ke arah dua batu runcing untuk menguatkan tubuhnya.Rantai-rantai dari dalam gulungan terus terisap sepenuhnya. Di saat yang sama, tarikan kendi bertambah kuat dan
“Raka, Sekar Sari sudah berhasil mengetahui kelemahan dari siluman raksasa bernama Jurig Lolong. Kelemahan mereka berada di kedua mata mereka. Jika kita berhasil melukai kedua mata mereka di saat bersamaan, mereka akan melemah dan berhenti selama satu menit. Dan untuk mengalahkan mereka, kita harus melukai ketiga jantung mereka yang berada di dada bagian kiri, kanan dan juga di balik punggung,” terang Ganawirya.“Jurig Lolong. Jadi, siluman yang kita hadapi di Lebak Angin saat itu hanyalah sebagian kecil dari kekuatan siluman raksasa itu. Baiklah, aku akan segera menyampaikan hal ini pada para pendekar di medan pertempuran. Keadaan mereka semakin terdesak dari waktu ke waktu. Sayangnya, semua tiruanku di medan pertempuran sudah menghilang. Aku tidak memiliki cara lain selain menuju ke sana. Kendi pengisap itu tidak akan terus melemah jika digunakan secara terus-menerus.”Limbur Kancana menoleh ke arah retakan di dinding gua. “Apa mungkin Sekar Sari pergi ke tempat ini? Apa yang dia re
“Apa pun yang kau lakukan sekarang tidak akan berguna, pendekar bodoh!” cibir Wulung dengan tatapan bengis penuh merendahkan pada Wirayuda. Pecutnya sudah diselimuti api berkobar hingga keadaan sekeliling menjadi terang. “Nyawamu sebentar lagi akan berpisah dari ragamu. Aku akan mencincangmu hingga menjadi beberapa potongan.”“Menyerahlah agar kematianmu dan pasukanmu bisa sedikit lebih ringan,” timpal Brajawesi dengan kapak merah yang membesar dan berputar-putar di atas tangannya.“Tidak ada yang bisa kalian lakukan selain menangis. Memohon sampai menangis darah sekalipun, aku tidak akan melepaskan kalian.” Bangasera sudah bersiap membidik anak panahnya. “Anak panahku akan menghanguskan kalian semua hingga menjadi debu.”“Jangan keras kepala! Apa pun yang kalian lakukan tidak akan mengubah apa pun.” Argaseni melemparkan tongkat berkepala ularnya yang bergerak mengelilingi para pendekar yang sudah tidak berdaya.Kartasura hanya diam dengan tatapan bengis. Pasukan kelelawarnya sudah be
Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar
Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm
“Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A
Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat
Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak
Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me
“Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan
Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b
“Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me