Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 46. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

46. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-12 15:46:10

“Sebaiknya kita mencari tempat yang sepi,” usul Indra.

“Baik, kakang,” sahut Lingga.

Lingga dan yang lain kini berada di tempat yang cukup jarang dilalui lalu lalang murid padepokan. Limbur Kancana memilih berbaring di dahan pohon.

“Sebelum Ki Petot meninggal, dia sempat memberikan kami selembar kain,” ujar Indra sembari menyodorkan kain yang dimaksud pada Lingga.

Lingga menerima kain merah tersebut, mengamatinya dengan saksama.

“Alirkan tenaga dalammu pada kain itu, Lingga,” ucap Meswara.

Lingga mengalirkan tenaga dalamnya sesuai yang diperintahkan. Secara tiba-tiba tangan kanannya menerobos kain tersebut. “Apa yang terjadi, Kakang?”

“Kain itu adalah kain yang digunakan untuk menyimpan senjata-senjata yang sudah dibuat oleh Ki Petot,” terang Indra, “senjata yang kami gunakan saat malam tadi adalah senjata yang kami peroleh dari kain tersebut. Sesuai dengan

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Mr
guru gak ada akhlak.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   47. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga langsung memasang kuda-kuda. Untung saja, bagian tubuh yang sempat tegak tadi kembali ke keadaan semula. Tatapannya dengan cepat menyisir keadaan sekeliling.“Jadi kau pemuda yang seringkali dibicarakan para gadis itu?” tanya seorang pemuda yang datang bersama dua pemuda lain dari arah semak-semak. Ketiganya sama-sama tengah membawa keranjang bambu berisi kayu bakar di punggung.Lingga kembali bersikap biasa ketika melihat ketiga pemuda itu memakai pakaian murid padepokan. “Apa mau kalian?”“Apa kau juga sedang dihukum seperti kami?” tanya pemuda yang berdiri di tengah.“Iya,” jawab Lingga sembari memperhatikan ketiganya bergantian.“Namaku Geni.” Pemuda yang berdiri di tengah memperkenalkan diri, kemudian menoleh pada dua rekannya yang lain.“Aku Jaya,” ujar Pemuda yang berada di sebelah kiri Geni.“Namaku Barma,” ucap pemuda gemuk yang berada

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Pendekar Kujang Emas   48. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Malam kembali menaungi langit Lebak Angin. Para murid padepokan tengah sibuk menikmati makan malam. Pekarangan tampak sepi di mana sekelilingnya terlihat bercahaya karena dihiasi api obor yang bergerak-gerak ketika tertiup angin.Di salah satu dahan pohon, Limbur Kancana tengah berbaring sembari membersihkan sela gigi dengan batang rumput kecil. Kaki kanannya menyilang di atas kaki kiri. Ia bersenandung sembari mengamati taburan bintang di langit.“Raka,” ujar Ganawirya yang mendadak muncul di depan Limbur Kancana. Pria paruh baya itu membungkuk hormat sesaat. “Ada hal yang ingin aku bicarakan dengan Raka mengenai Lingga.”“Apa ini soal Lingga yang berteman dengan tiga muridmu, Ganawirya?” tanya Limbur Kancana yang kemudian melompat turun. Pandangannya tertuju pada ruang makan padepokan. Tampak Lingga bersama tiga kawan barunya tengah menikmati makanan bersama.“Benar, Raka,” ujar Ganawirya yang ikut mengali

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Pendekar Kujang Emas   49. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga kembali berlatih saat malam sudah berada di puncak. Pemuda itu kini tengah bertarung dengan tiruan Limbur Kancana di sebuah batu yang berada di dekat air terjun.“Kau masih gegabah seperti biasanya Lingga,” ujar Limbur Kancana yang tengah berbaring di dahan pohon. Pria itu menguap beberapa kali dengan mata yang sudah mengantuk berat.Lingga terdorong ke belakang ketika mendapat serangan di perut. Pemuda itu memiliki tugas untuk mengambil seruling dari tiruan Limbur Kancana. Hanya saja sudah lebih dari setengah jam berlalu, ia belum juga berhasil mendapatkannya.Lingga mengamati gerakan tiruan Limbur Kancana dengan saksama. Meski sudah mengerahkan semua kemampuannya, pada kenyataannya ia masih mengalami kesulitan untuk sekadar mendaratkan serangan.“Kemampuanku ternyata masih belum ada apa-apanya dibanding tiruan paman,” ujar Lingga di sela mengawasi gerakan lawan. Kedua tangannya terkepal erat dengan sorot mata menajam. &ldq

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Pendekar Kujang Emas   50. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Limbur Kancana langsung berjongkok di batu tempat tiruannya menghilang. Pria itu mengamati tubuh Lingga yang mengambang di sungai. Ia mengambil sebuah ranting kecil, kemudian mengorek-gorek telinga dan lubang hidung pemuda itu. “Apa kau sudah mati, Lingga? Aku tidak tahu kalau kau akan pergi secepat ini. Semoga kau tenang di alam sana.” “Hentikan, Paman.” Lingga menepis ranting, lalu melompat ke dekat Limbur Kancana. “Aku hanya kelelahan.” “Aku pikir kau mati.” Limbur Kancana terkekeh. “Padahal kau masih muda dan belum sempat merasakan kenikmatin yang tiada duanya.” “Kenikmatan apa itu, Paman?” Limbur Kancana berbisik di telinga Lingga, “Kenikmatan yang hanya bisa kau capai dengan seorang wanita. Kau akan dibuat terbang ke langit tinggi, merasakan kenyamanan yang luar biasa sampai kau lupa rasanya bersedih.” “Hen-hentikan, Paman.” Lingga mendadak merasakan panas di wajahnya. Ia kemudian melompat ke seberang sungai. “Aku tahu Paman hanya ingin mengerjaiku lagi. Bukan saatnya bagiku

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-14
  • Pendekar Kujang Emas   51. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga benar-benar kelelahan hingga tertidur pulas sepulang dari latihan. Dengkuran cukup keras terdengar memenuhi kamar. Di sisi lain, Limbur Kancana nyatanya pergi ke sebuah tempat tanpa sepengetahuan Lingga.Malam akhirnya terusir pagi. Kokok ayam terdengar besahutan. Embusan angin merangkak ke lubang jendela, menerbangkan api obor yang menyala di dinding kayu. Lingga menggeliat sesaat, menggaruk rambut, kemudian kembali tertidur. Tanpa diketahuinya, kamar sudah dipenuhi oleh murid laki-laki padepokan.“Lingga.” Geni menggoyang-goyangkan lengan Lingga.“Aku masih mengantuk, paman.” Lingga menepis tangan Geni, mengubah posisi tidur menjadi menyamping.“Lingga.” Jaya dan Barma menggoyang-goyangkan kaki Lingga.“Hentikan, paman.” Lingga menendang pelan tangan Jaya dan Barma. “Jangan mengangguku.”Geni, Jaya, Barma dan beberapa murid padepokan saling melempar tatapan, kemudian kembal

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Pendekar Kujang Emas   52. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Sekar Sari dan para gadis langsung bergegas menuju padepokan. Ketika tiba di sana, mereka melihat jika para murid laki-laki sudah berbaris di halaman.Sekar Sari terkejut ketika melihat Lingga berada di antara para murid laki-laki yang akan dihukum. “Apa yang sebenarnya Lingga lakukan? Apa mungkin dia ikut mengintip bersama para murid mata keranjang itu? Ternyata dia sama saja dengan laki-laki lain.”“Kalian segeralah membersihkan diri,” perintah Ganawirya tanpa menoleh sedikit pun pada para gadis.“Baik, Guru,” jawab para gadis serentak.Para gadis dengan cepat kembali ke sungai, sedang Sekar Sari masih berada di sisi halaman dengan wajah cemberut ketika melihat Lingga.“Sekar Sari, apa yang masih kau lakukan di sini?” tanya Ganawirya sembari berbalik.“Ma-maafkan aku, Guru.” Sekar Sari membungkuk sesaat, kemudian segera menyusul teman-temannya yang lain.Sekembalinya para g

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Pendekar Kujang Emas   53. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Para murid perempuan tampak lahap menikmati hidangan di ruang makan. Mereka dengan sengaja memamerkan makanan pada para murid laki-laki yang tengah mengintip di luar ruangan.Dibanding ikut mengintip, Lingga lebih memilih berada di dahan pohon, memegang perutnya yang keroncongan. Setelah pulang dari hutan, Ganawirya mengambil semua makanan yang dibawa, kemudian menyerahkan pada para pelayan untuk segera dimasak.Lingga mengernyit ketika perih di bokongnya kembali terasa. Pukulan Ganawirya tidak main-main. Sampai sekarang, ia masih kesulitan jika ingin duduk atau berjongkok.Lingga menoleh pada teman-temannya yang masih mengerumuni ruang makan. Ia berdiri ketika Ganawirya mendadak muncul dan langsung meminta para murid laki-laki menjauh. Lingga mendengar suara tawa membahana dari dalam ruang makan bersamaan dengan teman-temannya yang lari terbirit-birit ketika Ganawirya mengacungkan tongkat kayu.Lingga kemudian turun dari dahan pohon, mengedarkan pandanga

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17
  • Pendekar Kujang Emas   54. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Limbur Kancana tengah berada di puncak pohon dengan kedua tangan berada di belakang punggung. Tatapannya tertuju pada bulan purnama yang memancarkan cahaya keemasan. Ia menoleh sesaat ketika mendapati Ganawirya muncul di puncak pohon di belakangnya.“Apa ini sudah waktunya, Raka?” tanya Ganawirya.Limbur Kancana berbalik. “Aku sudah mengetahui bagaimana si pengkhianat Wira itu meracuni Aji Panday. Dia ternyata menggunakan sebuah lukisan yang sudah dialiri racun Kalong Setan. Lukisan itu diberikan Wira sebagai hadiah ketika dirinya tiba di Padepokan Maung Bodas.”“Ampun, Raka.” Ganawirya membungkuk. “Dari mana Raka mengetahui hal tersebut?”“Aku mengetahuinya dari Lingga. Lingga mengatakan jika lukisan itu memiliki bau seperti bangkai yang dibakar. Sepertinya di antara kita hanya Lingga yang bisa mencium bau racun tersebut,” ungkap Limbur Kancana, “aku cukup yakin jika lukisan itu masih terg

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-17

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status