Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 139. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Share

139. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-24 23:21:06

Sekar Sari menoleh pada Geni, Jaya, Barma dan satu per satu murid. Gadis itu bisa melihat raut penolakan dari teman-temannya. Namun, baik dirinya maupun teman-temannya sama sekali tidak memiliki alasan apa pun lagi selain menurut.

Suasana mendadak hening. Para murid satu per satu duduk, termasuk Sekar Sari. Gadis itu memunguti barang-barang yang terjatuh. Ia sempat membuka sebuah kitab, memperhatikan isinya sekilas, kemudian menyimpannya bersama benda lain ke dalam lemari kayu.

Indra dan Meswara mulai membagi ramuan penyembuh yang berada di dalam sebuah kendi besar pada para murid. Ramuan tersebut hanyalah obat untuk mempercepat proses penyembuhan dari luka dan kelalahan. Untuk sementara waktu, mereka bertahan di dalam ruangan untuk memulihkan diri. Akan sangat berbahaya jika mereka bergerak dalam keadaan lelah dan terluka.

Getaran dan keributan dari luar masih terdengar dan terasa hingga ke dalam ruangan. Hanya saja tidak ada siapa pun yang berbicara untuk sementara waktu. Keheningan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kanoe
lanjootttt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   140. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Diamlah.” Sekar Sari menekan bibirnya dengan satu jari, memelotot dengan mata yang nyaris keluar dari tempatnya. Gadis itu bahkan melayangkan selendangnya hingga menutup wajah Geni, Jaya dan Barma.“Ada apa denganmu, Sekar Sari?” tanya Geni kebingungan, “kau seperti pencuri yang tertangkap basah oleh orang banyak.”“Kubilang diam!” Sekar Sari menoleh ke depan dan belakang, mengawasi keadaan di depan dan belakang. Akan jadi masalah jika Indra atau yang lain mengetahui jika dirinya mengambil sesuatu dari ruangan Ganawirya. Mencuri adalah kesalahan fatal dengan hukuman paling berat yang harus diterima siapa pun yang berani melakukannya.Geni, Jaya dan Barma mengamati buku yang dipegang Sekar Sari sampai akhirnya gadis itu menyembunyikannya di dalam baju.“Sekar Sari, Geni, Jaya, Barma!” teriak Indra dari depan.Keempat pendekar muda itu kembali berjalan. Para murid saat ini tengah menyebrangi sungai, lalu diteruskan dengan melewati rerimbunan pohon. Tampak sisa pertarungan berupa tombak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-25
  • Pendekar Kujang Emas   141. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Kau benar, Geni.” Sekar Sari mengangguk. “Dengan jurus ini kita bisa membuat anggota Cakar Setan dan seluruh pasukan pendekar golongan hitam terkunci raganya. Waktu tersebut bisa digunakan Guru Ganawirya dan Kakang Guru Limbur Kancana untuk menyelamatkan Lingga.”“Aku setuju,” sahut Geni dengan tangan terkepal kuat. Ia menoleh pada tempat pertempuran dengan perasaan yang perlahan lega. Setidaknya, ia tidak akan menjadi beban yang terus-menerus karena melarikan diri dari pertempuran. “Aku pasti akan menolongmu, Lingga.”“Aku juga setuju,” ujar Jaya dan Barma serempak.“Aku juga setuju.”“Kami juga setuju.”“Kita tidak boleh tinggal diam di saat teman dan guru kita dalam bahaya.”“Aku setuju.”Satu per satu murid mulai mengangkat tangan, menyatakan persetujuan meski beberapa orang masih tampak ragu. Akan tetapi, karen

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • Pendekar Kujang Emas   142. Bangkitnya Pusakan Kujang Emas

    Melihat Kartasura berhasil mengangkap Lingga, Wulung, Bangasera, Brajawesi dan Argaseni segera mengejar Kartasura seraya melayangkan serangan silih bergantian.Kartasura dalam wujud kelelawar mengepakkan sayap kuat-kuat untuk menepis rentetan serangan tersebut, lalu melesat menuju rimbunnya pepohonan. Pendekar itu dengan cepat mengubah wujud menjadi manusia, membawa Lingga yang masih dalam kurungan kubah dengan kawanan kelelewar di atas kepalanya.Wulung melayangkan pukulan ke depan. Angin kencang seketika menerjang ke depan, membelah pepohonan menjadi dua bagian sekaligus membuka pesembunyian Kartasura yang tengah melompati satu per satu dahan pohon.“Pemuda itu milikku, Kartasura!” Argaseni melesat cepat melewati Bangasera, Brajawesi dan Wulung. Tongkat ularnya memanjang seperti ular yang sedang mengejar mangsa.Kartasura menghindar dengan cara memutar tubuh di udara, lalu menendang kepala tongkat Argaseni untuk menghentikan pergerakannya. P

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-27
  • Pendekar Kujang Emas   143. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    “Aku berada di padepokan,” gumam Lingga seraya mengamati keadaan sekeliling.Saat ini, Lingga tengah berada tepat di depan gerbang padepokan. Bangunan kayu, halaman luas yang biasa digunakan para murid berlatih serta sekeliling padepokan yang dikelilingi pepohonan, begitu terlihat nyata di matanya. Ia bahkan bisa merasakan embusan angin sepoi-sepoi yang merangkak di kulit.“Aku ... benar-benar berada di padepokan,” ujar Lingga dengan tatapan berkaca-kaca. Ada kerinduan, kesedihan dan kebahagiaan yang terpancar dari sorot matanya. Akan tetapi, ketika menyadari sesuatu, ia tiba-tiba terdiam. “Tapi ... bagaimana mungkin aku bisa berada di tempat ini? Bukankah aku sedang berada dalam pertarungan?”Lingga berjalan dengan tatapan yang masih mengamati sekeliling. Dilihat dari sudut manapun, tempat ini benar-benar Padepokan Maung Bodas. Pemuda itu mendekat pada kendi di samping gerbang padepokan. Ia terkejut ketika melihat penampilannya di pantulan air yang masih berwujud sosok pemuda.“Apa y

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Pendekar Kujang Emas   144. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga kembali berpindah tempat. Saat ini, pemuda itu berada di sebuah jalan setapak. Dari kejauhan, ia melihat sosok kecil dirinya tengah menaiki tanjakan dengan wajah yang masih cemberut. Angin tiba-tiba berembus kencang, menggoyangkan dedaunan, menyelinap masuk ke celah pepohonan bambu di sisi kiri dan jalan hingga mencipta alunan suara.Lingga menyentuh sosok kecil dirinya ketika sosok itu melewatinya. Untuk kedua kalinya, ia berhasil mendaratkan tangan di tubuh masa kecilnya.Lingga kecil tiba-tiba berhenti, mengamati keadaan sekeliling, menggaruk tengkuk beberapa kali. “Sejak tadi, aku merasa ada seseorang yang mengawasiku.”Lingga terhenyak ketika mengingat peristiwa ini. Lima tahun yang lalu, pemuda itu memang merasakan kehadiran seseorang yang mengawasinya, tetapi ia tidak menyadari jika sosok itu adalah dirinya sendiri.Lingga mundur dengan tatapan yang masih tertuju pada sosok kecilnya. “Apa mungkin hal yang terjadi padaku saat ini adalah sebuah petunjuk yang memang dituju

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • Pendekar Kujang Emas   145. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Matahari sudah kembali ke peraduan beberapa jam lalu. Bulan purnama tampak menggantung gagah di langit, memancarkan cahaya keemasan. Suara serangga malam menemani keheningan padepokan. Angin berembus pelan, menyelinap masuk melalui lubang sebuah ruangan, mencumbu kesadaran Lingga kecil yang masih tertidur pulas.Lingga tiba-tiba berada di ruangannya. Pemuda itu melihat sosok dirinya baru saja terbangun, meneguk segelas air, kemudian membawa gulungan dari bawah dipan.“Aku harus segera berlatih.” Lingga kecil melompat dari dipan, berjalan menuju pintu, membukanya perlahan di mana tatapannya mengawasi keadaan sekeliling. “Aman.”Lingga kecil menerobos kegelapan malam, melompati satu per satu dahan pohon hingga akhirnya tiba di dekat air terjun. Anak itu melompat ke tengah sungai, duduk bersila di sebuah batu, kemudian membuka isi gulungan.Lingga mengamati sosok dirinya semenjak keluar dari gubuk kecil di belakang bangunan padepokan hingga ke tempat ini. Ia melompat ke batu yang berada

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-29
  • Pendekar Kujang Emas   146. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Lingga kembali berpindah tempat. Saat ini, pemuda itu berada di ruangannya. Ia menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka dari luar. Sosok kecilnya memasuki kamar, mengganti busana, menyimpan gulungan di bawah dipan, kemudian berbaring di tempat tidur. Tak lama setelahnya, terdengar dengkuran halus.Lingga masih berada di sisi dipan, mengamati sosok kecilnya yang sudah tertidur pulas. Pintu kembali terbuka dari luar. Lingga terkejut ketika mendapati Ki Petot memasuki kamar.“Apa yang dilakukan aki di kamarku?” tanya Lingga, “apa mungkin aki melihatku baru saja memasuki kamar? Atau justru aki mengikutiku sejak tadi?”Ki Petot mendekat ke arah dipan, melewati Lingga, mengawasi keadaan sekitar sebelum akhirnya duduk di sisi ranjang.“Aki,” gumam Lingga dengan tatapan tertuju pada kakek tua itu.Ki Petot mengembus napas panjang, menggurat senyum di wajah penuh keriputnya. Satu tangannya terulur, mengelus rambut Lingga kecil. “Sepertinya aku terlalu keras padamu hari ini, Lingga. Maafkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-29
  • Pendekar Kujang Emas   147. Bangkitnya Pusaka Kujang Emas

    Sementara itu, selama anggota Cakar Setan saling memperebutkan Lingga, Limbur Kancana menghimpun kekuatan di sebuah puncak pohon. Pendekar itu memasang kubah gaib yang memungkinkan siapa pun dari luar tidak bisa melihat keberadaannya, termasuk Ganawirya sekalipun. Meski demikian, di saat yang sama, ia bisa mengawasi keadaan luar.Limbur Kancana duduk bersila dengan keadaan melayang dari puncak pohon. Kedua tangannya menyatu di depan dada dengan mata tertutup. Tubuhnya diselimuti cahaya kuning keemasan. Beberapa tiruannya diperintahkan mengawasi jalannya pertarungan Cakar Setan yang sampai saat ini masih memperebutkan Lingga, sedang sisanya berusaha mengejar pergerakan Indra dan yang lain.Dalam keadaan biasa, Limbur Kancana hanya membutuhkan waktu cukup singkat untuk menyiapkan jurus pamungkasnya. Hanya saja, dalam keadaan dirinya yang sudah lemah dan terkena racun kalong setan beberapa kali, waktu tersebut bertambah panjang hingga dua kali lipat.Di sisi lain, Ganawirya tengah berta

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-31

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status