Wadal membatin dalam hatinya, "Celaka! Bagaimanapun tingginya ilmuku, tak mungkin aku bisa melawan dia! Dia seperti angin, tak bisa disentuh dan dilukai! Kalau begini caranya aku bisa mati di tangannya! Sebaiknya aku melarikan diri saja sebelum kutemukan jurus maut untuk menandingi ilmunya itu!"
Blasss...!
Wadal segera melompat meninggalkan tempat itu dengan cepatnya. Ia ditertawakan oleh Tulang Neraka. Bahkan ia mendengar suara Tulang Neraka berseru dari tempatnya, "Ke mana pun larimu, kukejar kau sampai dapat, Tikus Busuk! Hah ha ha ha...!"
Pelarian Wadal semakin kencang dan cepat. Api saja diterabasnya selagi masih bisa dipakai untuk lewat. Ia benar-benar ketakutan sekali, ketika dilihatnya ke belakang, ternyata Tulang Neraka benar-benar mengejarnya. Kecepatan lari mereka seimbang, sehingga jarak mereka pun selalu sama. Tapi ketika Wadal tersungkur jatuh dan segera bangkit lagi, jarak mereka menjadi lebih pendek. Ini membuat Wadal makin mempercepat larinya. B
Dewi Taring Ayu diam, seakan membenarkan kesimpulan adiknya. Tetapi Pendekar Kera Sakti segera berkata, "Ki Darma Paksi pernah mengatakan padaku, bahwa eyang buyut kalian pernah mengeluarkan semacam wasiat, bahwa kelak pada suatu saat, ia akan menitiskan ilmu itu kepada salah satu keturunannya.""Menitiskan...?" gumam Arum Kafan sambil memandang Pendekar Kera Sakti dengan dahi berkerut."Ya. Itu yang kudengar dari mulut Ki Darma Paksi."Dewi Taring Ayu segera berkata, "Jelas sudah sekarang! Kitab itu pasti ada pada Tulang Neraka, mungkin disimpan di Pulau Neraka. Selama ini ia mendekam di sana hanya dengan alasan mencari titisan ilmu setan itu, jelas tak mungkin! Dari mana dia tahu bahwa Eyang Buyut Bayan Maruto ingin menitiskan ilmunya kepada dia? Pasti ia tekuni ilmu itu, sampai tiba ilmu itu menitis dengan sendirinya di luar rencana sebenarnya."Delima Ungu segera berkata, "Yang perlu kita pikirkan sekarang, apa yang harus kita lakukan! Menyerangnya de
"Ahg...!" cukup pendek pekikan Wadal, setelah itu ia roboh tak bernyawa lagi.Dewi Taring Ayu sempat berpikir untuk memancing gerakan lawan agar semakin menjauhi rumahnya. Walaupun Dewi Taring Ayu tadi sempat melihat kelebatan ketiga adiknya lewat pintu belakang, tapi ia khawatir Tulang Neraka mengetahui dan segera mengejarnya. Karena itu, Dewi Taring Ayu pun segera berlagak menyerangnya dengan jurus pukulan jarak jauhnya. Sekalipun ia tahu tak akan mengenai sasaran tapi pancingan menjauhnya itu membuat Tulang Neraka semakin geram semakin penasaran untuk membunuh Dewi Taring Ayu."Percuma kau mempunyai ilmu 'Kidung Mantei Gaib' jika membunuhku saja tak mampu!" seru Dewi Taring Ayu. "Mana kehebatanmu sebagai Manusia Tembus Raga, hah! Mana...!""Bangsat kau, Dewi! Ke mana pun kau lari akan ku buru nyawamu!" teriak Tulang Neraka yang merasa terhina oleh ucapan Dewi Taring Ayu. Maka ia pun mengejar perempuan itu. Bertarung mengalahkan kegesitan gerakan Dewi Taring A
"Menyimpan segenggam cinta adalah lebih abadi daripada mencurahkannya, Cah Ayu. Barangkali kalian belum mengetahui, bahwa Pendekar Kera Sakti itu telah terikat hatinya oleh perempuan lain yang anggun dan bijaksana.""Siapa perempuan itu, Ki Darma?" sergah Kembang Darah ingin tahu.Tersenyum Ki Darma Paksi memandangi Kembang Darah, lalu ia menjawab, "Aku tak punya wewenang untuk menyebutkan nya, sekalipun aku tahu siapa orangnya! Jadi menurut naluri tuaku ini, sebaiknya simpan saja cinta kalian kepada Pendekar Kera Sakti itu, karena Baraka tak akan jatuh hati lagi kepada perempuan lain. Cintanya telah menjadi karang abadi dan hanya perempuan itulah yang merasuk dalam jiwa, darah, dan sukmanya. Tetapi sebagai seorang sahabat, Baraka bisa lebih hangat dari seorang kekasih dalam batas-batas tertentu. Tak ada ruginya kalian bersahabat dengan murid Setan Bodong yang sebenarnya adalah kakak dari eyang buyutmu itu!""Barangkali memang kita harus begitu, Delima," kata Ke
"Dewi Taring Ayu...!" terdengar suara berteriak kasar dan keras dari pekarangan."Aku tahu kau lari kemari, karena darahmu yang menetes di bumi menunjukkan kepadaku! Kau tak akan bisa lari dari kematianmu, Dewi Taring Ayu! Ha ha ha ha...!""Keparat si Tulang Neraka itu!" Delima Ungu menggeram, lalu segera bergegas keluar. Tapi tangan Ki Darma Paksi menghadang, menghalanginya dan berkata, "Bukan dia tandinganmu, dan bukan kamu tandingannya, Delima Manis! Biarkan Baraka yang menghadapi angkara murka, si setan sesat berjiwa laknat itu!"Baraka selesai mengobati Dewi Taring Ayu. Saat itu terdengar suara Ki Darma Paksi, "Saat inilah kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan, yang hitam akan dihancurkan oleh yang putih, dan sudah saatnya kau turun tangan mengatasi kesesatan jiwa ini sebagai murid Setan Bodong!""Jangan, Baraka! Jangan menghadapi dia!" kata Dewi Taring Ayu."Dia benar-benar tak bisa dilawan!" tambah Dewi Taring Ayu setelah Baraka menyunggin
KEGELAPAN malam bagaikan selubung kematian warna hitam. Sekalipun langit cerah berbintang tanpa rembulan, tapi tak sedikit pun bias sinar cerah ada yang menerangi jalanan di ujung jembatan bambu. Jembatan itulah yang menghubungkan Tanah Merah dengan Lembah Kabut.Rindangnya dedaunan di sekitar Jembatan bambu itu yang membuat kadang sinar rembulan pun tak bisa menerobos masuk untuk menyinari jalanan penghubung itu. Sementara mereka yang akan melintas dari Tanah Merah ke Lembah Kabut tak punya pilihan lain kecuali melewati jalanan tersebut. Karena di bawah Jembatan bambu yang sering berderit reot jika terkena angin kencang itu adalah jurang yang amat dalam dan tak mungkin bisa dilalui orang. Tetapi sudah tiga malam ini di ujung jembatan nyala api lentera yang cukup menerangi keadaan sekitarnya. Memang tak bisa sampai ke seberang jembatan bias sinar lentera itu, tapi setidaknya bisa digunakan pemandu langkah sebelum memasuki jembatan bambu.Seorang berpakaian putih bersam
Esoknya, gemparlah seluruh Lembah Kabut membicarakan tentang kematian kelima orangnya. Peristiwa itu sungguh membuat dunia seakan menjadi heboh, karena kematian lima korban itu ternyata membawa korban lain.Setiap orang yang mengangkut korban tersebut beberapa saat kemudian mengalami nasib yang sama. Mengejang, kaku, mata melotot, dan keluarkan keringat amis, setelan itu mati.Dalam waktu singkat sembilan korban mati dengan keadaan sama seperti kelima korban malam hari itu. Kesembilan korban itu segera ditolong, dirawat mayatnya, tapi toh tetap saja membawa korban baru sehingga jumlah keseluruhan sampai siang hari ada dua puluh tiga korban yang mati aneh. Kedua puluh tiga korban itu sama-sama keluarkan keringat berbau amis.Perguruan Kobra Hitam ditimpa musibah misterius. Logayo, sebagai ketua perguruan tersebut segera keluarkan perintah, "Jangan sentuh lagi mayat-mayat korban!""Bagaimana kami mau memakamkan mereka Ketua!Mengapa Ketua melarang kami menye
Ekayana mengambil napas, menahan kesabaran. Ia mengangkat tangannya sambil berkata, "Baiklah, baiklah...! Kita cari dulu kemungkinan di tempat lain. Embun Salju adalah kemungkinan terakhir jika memang di tempat lain tak ada orang yang memiliki Racun Getah Tengkorak itu!"Kemudian setelah terjadi hening sekejap, Logayo bertanya kepada Brajawisnu dengan sisa suara geramnya."Siapa lagi yang pantas kita curigai menurutmu?""Tabib Cawan Maut!" jawab Brajawisnu."Apa urusannya orang setua renta begitu masih mau mengganggu ketenangan kita!" Ekayana menyanggah, karena ia tahu, Tabib Cawan Maut sudah sangat tua, bahkan untuk berjalan pun sudah payah, pelan, terbungkuk-bungkuk, sempoyongan, dan tertatih-tatih. Tabib Cawan Maut tak pernah keluar dari pondoknya. Mereka yang butuh obat datang kepadanya dan ia tak pernah bersedia dibawa keluar dari rumah."Mengapa kau mencurigai orang setua Tabib Cawan Maut?" tanya Logayo kepada Brajawisnu."Dia pu
Sementara itu, si Jubah Putih juga duduk bersila dengan kedua tangan di depan dada, hanya dua telunjuk dan dua ibu jarinya yang saling bertemu, sisa jari lainnya menggenggam. Orang itu juga tampak sedang memusatkan segenap jiwa, batin dan pikirannya untuk mengeluarkan serangan tenaga dalam kepada lawannya. Mulut mereka sama-sama bungkam mencapai lima puluh helaan napas. Tetapi tiba-tiba dari ujung jari telunjuk si Jubah Putih melesat sinar biru memanjang bagaikan sebatang tongkat kecil. Sinar biru itu melesat menuju Nini Pasung Jagat.Tetapi dari tengah kening Nini Pasung Jagat mendadak keluar sinar merah berbentuk bola sebesar jeruk nipis. Cahaya merah berpendar-pendar itu berkelebat bagai di panahkan dari tengah dahi Nini Pasung Jagat, kemudian menghantam sinar biru bagaikan menyongsong serangan sang lawan.Blarrr...!Entah untuk yang keberapa kalinya bunyi ledekan menggelegar itu terjadi di atas perairan laut biru itu. Ledakan yang kali ini ternyata menimbulk
"Kuhitung sampai tiga kali kalau kau tak serahkan cambuk itu, kau akan kukirim ke neraka secepatnya!" gertak si baju hijau."Berhitunglah sampai seribu kali, aku tetap tak akan serahkan cambuk itu, karena aku memang tidak tahu menahu tentang cambuk tersebut!" kata Baraka."Bangsat! Heaah...!" si baju biru menyerang dengan jurus tangan kosong yang melepaskan selarik sinar merah lurus ke dada Baraka.Pendekar Kera Sakti tak menyangka orang itu yang akan menyerangnya, ia segera melompat ke atas, suutt...!Menghindari sinar merah itu. Tetapi ujung suling mustikanya terkena sinar merah yang segera membalik arah, membias ke samping dan sinar itu bergerak lebih cepat serta lebih besar, menghantam dada si baju hijau dengan telaknya.Blaarr...! Asap hitam mengepul tebal. Membungkus orang berkumis tebal yang tidak menduga akan terkena serangan balik dari sinar merah milik temannya. Di dalam asap tebal itu terdengar suara mirip pohon rubuh.Bruugk...!
Wuuuttt...! Seettt...! Tab!Sebuah pisau bergagang hias bulu merah ditangkap oleh gerakan cepat tangan Baraka. Pisau terbang itu terselip di sela jari Baraka dan dijepitnya kuat-kuat. Mata Pendekar Kera Sakti segera menatap semak-semak yang dicurigainya. Maka, dengan gerakan cepat Baraka melemparkan pisau itu ke arah semak-semak sambil merendahkan badan.Wuuuttt...! Zlaappp...!Gusrak...!"Aauh...!" suara orang terpekik terdengar jelas dari semak-semak itu. Kejap berikutnya muncullah seraut wajah lelaki berusia sekitar empat puluh tahun dengan seringai kesakitan, ia melangkah dengan sempoyongan. Rupanya betis orang itu terkena lemparan pisau dari Pendekar Kera Sakti tadi. Orang berpakaian biru tua itu memaki dalam gerutuan. Matanya memandang tajam penuh kemarahan, ia berusaha mencabut pisau terbang yang dikembalikan Baraka dengan seringai sakit yang membuat wajahnya bagaikan terkumpul di tengah hidung.Sleeb...! Pisau berhasil dicabut. Ketika ingin
Sedangkan lelaki yang jatuh dari atas pohon itu berkata dalam hati, "Berapa ketinggian tempatku jatuh ini? Mengapa tulang punggungku jadi seperti patah begini? Ternyata sangat tak enak jatuh dalam keadaan telentang. Lain kali aku harus punya cara jatuh yang nyaman!"Baraka menghampiri lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun yang berpakaian serba hitam tapi mengenakan ikat kepala merah itu. Busur panahnya patah karena tertindih badannya. Sisa anak panah di punggung menjadi berantakan, dua batang anak panah ada yang patah juga. Pendekar Kera Sakti segera mencengkeram baju orang itu dan menariknya ke atas, sehingga orang itu menjadi berdiri dengan sangat terpaksa."Kembalikan pakaian gadis itu, atau kutenggelamkan kau ke dasar telaga!" ancam Baraka dengan tegas."Ak... aku... aku tidak mencuri pakaiannya!" kata orang tersebut. "Lalu mengapa kau mau membunuh gadis itu dengan panahmu?""Ak... aku... aku hanya disuruh!""Siapa yang menyuruhmu!"
"Kalau kau membentak-bentakku, sebaiknya aku pergi saja dan silakan cari pakaianmu sendiri!" Baraka berpura-pura ingin pergi."Tunggu!" teriak gadis itu. "Baiklah, aku tidak membentakmu lagi," suaranya mereda. "Tolonglah, carikan pakaianku, nanti kuberi upah.""Apa upahnya?""Akan kuajarkan padamu sebuah jurus yang jarang dimiliki orang."Senyum Pendekar Kera Sakti melebar. "Jurus apa itu?""Jurus pukulan 'Malaikat Rela'," jawab gadis itu dengan suaranya yang selalu keras dan bening.Baraka sempat tertawa dalam gumam. "Lucu sekali nama jurus itu.""Jangan menertawakan. Kalau kau tahu kehebatan jurus itu kau akan terbengong-bengong!""Apa kehebatannya?""Pukulan 'Malaikat Rela' dapat merobohkan delapan pohon dalam satu kali hentakan. Jika dilepaskan kepada lawanmu, dia akan tumbang setelah bernapas tiga kali. Percayalah, jurus itu tak ada yang memiliki kecuali diriku. Maka carilah pakaianku dan kau akan kuajarkan jurus te
"Ahg...!" Dampu Sabang tersentak dan diam seketika dengan tangan masih mau disentakkan. Lama sekali dia tak bergerak. Kelana Cinta dan Raja Hantu Malam sempat merasa heran melihat Dampu Sabang bagaikan menjadi patung. Tetapi ketika angin berhembus kencang, mereka terkejut melihat tubuh Dampu Sabang berhamburan ke mana-mana. Rupanya pada saat itu Dampu Sabang sudah tak bernyawa lagi. Pisau-pisau kecil itu telah membuat Dampu Sabang berubah menjadi debu yang masih saling bergumpalan. Itulah kehebatan dan kedahsyatan jurus 'Manggala' milik Pendekar Kera Sakti, pemberian dari Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi, calon mertuanya itu.Dengan terbunuhnya tubuh Dampu Sabang, maka persoalan Raja Hantu Malam palsu pun terselesaikan. Ki Randu Papak segera ditolong olah Baraka menggunakan hawa ‘Kristal Bening’-nya, dan Baraka meminta maaf kepada tokoh tua yang bijak itu. Sedangkan Ratu Asmaradani tubuhnya menjadi pulih seperti sediakala, terbebas dari pengaruh 'Racun Siluman' yang ju
Praaak...! Terdengar seperti suara cermin pecah. Lalu sinar biru itu menghantam tubuh Raja Hantu Malam.Zruub! Tepat mengenai iga kanan Raja Hantu Malam."Aaahhhg...!" Raja Hantu Malam mengejang dengan kepala terdongak dan kedua kakinya menekuk ke depan. Sekujur tubuhnya berasap, warna kulitnya menjadi merah retak-retak.Baraka terbelalak melihat keadaan Raja Hantu Malam. Lukanya sangat parah, tapi agaknya ia bertahan untuk tetap lakukan serangan ke arah Dampu Sabang. Tapi serangannya sangat lunak dan mudah dihindari Dampu Sabang yang tertawa terbahak-bahak kegirangan. Baraka dalam kebimbangan. Mau menolong, tapi yang ditolong adalah yang menjadi musuhnya dan ingin dibinasakan jika tak mau tawarkan racun yang mengenal Ratu Asmaradani. Jika ia tidak menolong, ia tak tega melihat orang yang pernah dikagumi itu menderita siksaan begitu keji.Dalam keadaan bimbang itu, tiba-tiba Baraka dikejutkan oleh gerakan halus yang datang dari arah belakangnya. Baraka ce
Rupanya Ki Randu Papak berlari menuju arah datangnya sinar merah yang meletup di angkasa tadi. Tetapi gerakannya mampu dipatahkan oleh Baraka yang tahu-tahu menghadang langkahnya.Jleeg...!"Mau lari ke mana kau, Raja Hantu Malam!" tegur Baraka tak ramah lagi."Baraka, minggirlah dulu. Aku punya urusan dengan seseorang! Setelah kuselesaikan urusanku ini, kita bicara lagi mencari kebenaran fitnah itu!""Tak kubiarkan kau lari tinggalkan tanggung jawabmu. Raja Hantu Malam!""Jangan paksa aku melukaimu, Baraka!""Tidak. Aku hanya ingin paksa dirimu mengobati Ratu Asmaradani yang terkena 'Racun Siluman' itu!""Itu bukan tanggung jawabku, Baraka! Aku tidak melakukannya!" sentak Ki Randu Papak. "Tapi kalau kau ingin aku membantumu, aku sanggup membantumu. Tapi nanti, setelah kuselesaikan urusanku dengan Dampu Sabang!""Sekarang juga kau harus lakukan penyembuhan terhadap Ratu Asmaradani!""Tidak bisa! Aku sudah punya janji unt
Perubahan wajah yang ada pada Ki Randu Papak tampak jelas sebagai ungkapan rasa kaget, namun juga rasa tidak percaya. Baraka sengaja diam untuk menunggu kata-kata dari sang kakek itu."Apa maksudmu dengan mengatakan aku menipumu, Pendekar Kera Sakti? Kata-katamu menyimpang dari watak kependekaranmu yang harus bicara jujur.""Aku bicara yang sebenarnya, Ki Randu Papak. Kau boleh buktikan sendiri ke Lembah Sunyi. Hanya ada dua murid yang selamat dari pembantaian sadis itu, karena mereka sedang diutus ke pesisir selatan.""Sepertinya kau bicara mengigau. Tapi baiklah, kucoba untuk mempercayai kata-katamu. Lalu, bagaimana dengan Resi Wulung Gading sendiri? Apakah dia ikut menjadi korban?"Baraka menggeleng berkesan dingin, "Resi Wulung Gading bertapa di Gua Getah Tumbal. Mungkin sampai sekarang belum mengetahuinya.""Kalau begitu aku harus ke Gua Getah Tumbal untuk memberitahukan hal itu kepada Resi Wulung Gading!" tegas Ki Randu Papak.Tiba-tib
Blaaar...!Sinar hijau itu pecah menjadi lebar, lalu padam seketika. Tubuh Siluman Selaksa Nyawa terpelanting dalam keadaan mengepulkan asap. Kerudung kain hitamnya hangus sebagian. Mulutnya keluarkan darah kental. Matanya menjadi merah bagai digenangi cairan darah. Tongkat El Mautnya menjadi putih bagaikan dilapisi busa-busa salju."Keparat!" gumamnya lirih, lalu ia sentakkan kaki dan lari tinggalkan tempat itu secepatnya. Baraka pun bergegas mengejar, tetapi Sumbaruni segera berseru, "Biar kubereskan dia!" dan perempuan cantik itu segera melesat dengan cepat mengejar Siluman Selaksa Nyawa. Sedangkan Baraka segera berpaling ke belakang untuk melihat siapa orang yang telah selamatkan jiwanya dari serangan lima larik sinar hijau tadi."Oh, kau...!" Baraka terkejut bukan kepalang.Ternyata orang yang melepaskan sinar merah berbentuk lingkaran tadi adalah Raja Hantu Malam, alias Ki Randu Papak."Kau terlambat sedikit, Baraka! Sinar hijau itu harus dib