Share

813. Part 4

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 01:04:11

SALAH SEORANG murid rendahan Eyang Danujaya melihat peristiwa pemenggalan kepala Soka Loka. Segera sang murid yang bernama Tuban itu menemui Eyang Danujaya di padepokan. Padepokan itu tak jauh letaknya dari desa tempat kedai Rusminah berada. Hanya menyeberangi persawahan beberapa bentangan sudah sampai ke padepokan Eyang Danujaya.

Sejak Eyang Danujaya mendirikan padepokan di situ, keadaan desa tersebut menjadi aman. Baru sekarang terjadi kerusuhan yang begitu menggemparkan seluruh masyrakat desa.

Tuban menghadap Eyang Danujaya pada saat di paseban terjadi perbincangan antara Eyang Danujaya dengan ketiga murid unggulan, yaitu Jayengrono, Randu Galak, dan Roro Manis.

Sebenarnya, jika sedang terjadi satu pembicaraan di paseban, tak ada murid yang berani datang mengganggu atau menyela pembicaraan Eyang Danujaya. Tetapi agaknya kali ini Tuban sengaja memberanikan diri menghadap Eyang Danujaya dengan wajah pucat dan napas terengah-engah tegang.

"Ampun, Guru! Sa

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kera Sakti   814. Part 5

    Garong Codet melangkah di tengah dengan langkah tegapnya. Matanya masih melotot bagai tak bisa berkedip lagi. Ia memandang sekeliling, seperti mencari sasaran lain. Ia berkata kepada kedua anak buahnya, yaitu Tikus Ningrat dan Setan Culik, "Masih banyak kepala yang harus kucari! Jumlahnya harus genap tiga puluh tiga kepala sebelum purnama muncul.""Bagaimana jika hanya tiga puluh dua yang kita peroleh?" tanya Tikus Ningrat."Berarti kepalaku sendiri yang akan hancur sebagai pelengkap tumbal yang ketiga puluh tiga!"Setan Culik menggumam, "Sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu yang di hutan, dua puluh dua yang di jembatan, terus....""Kau bicara apa, Setan Culik!" sentak Tikus Ningrat."Aku menghitung jumlah kepala yang sudah terpenggal oleh Cincin Mustika Iblis!" jawab Setan Culik sambil tetap langkahkan kaki.Kemudian Tikus Ningrat tertawa pendek, setelah itu berkata kepada Garong Codet. "Apakah tumbal kepala itu harus dari orang berilm

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Pendekar Kera Sakti   815. Part 6

    "Mengapa dengan kumisku, hah!" tanpa sadar tangan Garong Culik meraba kumisnya dan ia tersentak kaget. Ternyata kumisnya yang tebal itu hilang separo. Kumis kiri masih utuh, tapi kumis kanan lenyap dan... tak tersisa sedikit pun."Celeng! Siapa yang berani mempermainkan aku sedemikian rupa!" geramnya dalam hati. Tangannya masih mengusap-usap kumis kanannya yang plontos dan tentunya sangat lucu, karena kumis yang kiri cukup tebal."Alis kananmu juga," kata Setan Culik, buru-buru menutup mulutnya karena takut semburkan tawa lagi.Dan Garong Codet segera meraba alis kanannya. "Monyet Bunting!" cacinya dengan geram kejengkelan. Ternyata alis kanannya pun tercukur habis hingga plontos. Tapi alis kirinya masih tebal menghitam.Alangkah malunya Garong Codet berwajah seperti itu. Tanpa alis dan kumis kanan, sementara alis dan kumis kiri sangat tebal, sungguh merupakan pemandangan yang menggelikan. Lucu dan aneh. Pantas jika Tikus Ningrat dan Setan Culik menertawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Pendekar Kera Sakti   816. Part 7

    Pada saat Jayengrono bergegas bangkit, Garong Codet berteriak, "Modar kau bocah kunyuk! Hiaaat...!"Pukulan tenaga dalam dilepaskan dari tangan kiri. Jayengrono melompat ke kanan, tapi tangan kanan Garong Codet segera dibuka, matahari pantulkan sinarnya melalui batu Cincin Mustika Iblis itu.Dan, clapp...! Wesss...! Crass...!Sinar merah seperti lidi itu memenggal putus kepala Jayengrono. Tak ada ampun lagi, kepala itu pun menggelinding ke tanah dan tidak keluarkan darah sedikit pun.-o0o-Setelah memakamkan jenazah Soka Loka, Roro Manis berdiri murung di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Wajah dukanya masih terlihat jelas, ia seperti merasa kehilangan saudara kandung. Soka Loka sudah seperti kakaknya sendiri dalam hubungan seharihari. Seperti halnya Jayengrono dan Randu Galak, sudah dianggap saudara sendiri.Sehingga kematian Soka Loka sangat memukul hati wanita cantik berpakaian merah tembaga yang terang mencolok mata warnanya. Eyang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Pendekar Kera Sakti   817. Part 8

    "Uhh...!" Tikus Ningrat terpekik. Pisau itu tetap menancap di betis kurusnya. Dengan cepat dicabutnya sendiri pisau itu, lalu dilemparkan kembali ke arah Randu Galak sambil berseru, "Makan pisaumu sendiri! Hihh...!"Wutt...!Pisau itu meluncur cepat ke dada Randu Galak. Orang itu tidak bergerak menghindar, tapi justru menghadangkan telapak tangannya di dada. Lalu pisau itu membentur telapak tangan tersebut.Tebb...!Pisau itu digenggam cepat oleh Randu Galak. Tangannya tak terluka sedikit pun. Dan jurus seperti itu jarang dimiliki orang. Tentu saja hanya orang berilmu tinggi yang bisa kuasai gerakan pisau dan meredamnya dengan gelombang tenaga dalam lewat telapak tangan.Bahkan begitu pisau terpegang tangan, Randu Galak cepat membalikkan gerak dan melemparkan kembali ke arah Setan Culik yang terlihat bergerak ke samping untuk cari kesempatan menyerang.Wussst...! Pisau itu terbang cepat ke arah dada Setan Culik."Hiaaat...!" Setan Cul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Pendekar Kera Sakti   818. Part 9

    Tikus Ningrat dengan terpincang-pincang mendekati Garong Codet dan berkata pelan, "Perlu kujajal dulu ilmu orang ini!""Tak perlu! Dengan gerakannya yang tahu-tahu ada di belakang kita sudah menunjukkan bahwa dia berilmu tinggi! Dan lagi, dia adalah Guru dari para tumbal kita belakangan ini!"Terdengar suara Eyang Danujaya dengan nada tetap sabar dan bijaksana, "Garong Codet, hentikanlah perburuanmu itu! Sudah cukup banyak korban yang berjatuhan hanya untuk memenuhi nafsu iblismu!""O, belum bisa! Masih kurang banyak kepala! Aku harus mendapatkan tiga puluh tiga kepala sebagai tumbal memiliki Cincin Mustika Iblis!""Aku tahu! Tapi mustika itu hanya akan membawa hidupmu makin sesat saja! Kau makin banyak musuh, makin banyak orang yang menaruh dendam padamu, dan kau akan banyak dikutuk oleh keluarga korban!"Garong Codet melepaskan tawa walau tak keras tapi memanjang dan bernada menyepelekan kata-kata Eyang Danujaya. Kemudian ia pun ucapkan kata bern

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pendekar Kera Sakti   819. Part 10

    Garong Codet makin menggigil, ia dibantu Tikus Ningrat dan Setan Culik agar bisa berdiri dan pergunakan mustika itu. Karenanya, gerakan sinar mustika tidak bisa terkendali. Memotong ke sana-sini, walau akhirnya, clapp...! Crasss...!Leher Danujaya pun terpenggal putus seketika. Roro Manis memekik keras di kejauhan karena ia melihat saat kepala gurunya menggelinding jatuh di tanah."Guruuu....!"Roro Manis ingin menghamburkan tangis memeluk gurunya. Tapi kilat cahaya merah memotong pohon di sampingnya.Clapp...! Crass...!Wrrr... bruk...!Pohon itu rubuh. Roro Manis merasa dalam bahaya jika mendekati jenazah gurunya yang sudah tidak berkepala lagi itu. Maka dengan cepat Roro Manis pun melesat pergi tinggalkan tempat itu.Tangisnya dibawa lari secepatnya, karena ia mendengar suara Garong Codet berseru gemetar, "Kejar gadis itu! Kejaaar...!"-o0o-SEKELEBAT bayangan keemasan berlari cepat. Namun mendadak ia te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pendekar Kera Sakti   820. Part 11

    Wesss...! Brukk...!Nenek tua itu jatuh terkapar, lalu segera bangkit dan berdiri lagi. Napasnya ngos-ngosan. Dalam hatinya Nyai Komprang membatin, "Siapa anak muda ini! Hebat sekali ilmunya! Dia bisa menahan sodokan tongkatku dan mendorongku sebegini rupa! Kalau tidak berilmu tinggi, tidak mungkin dia bisa melakukannya! Berarti benar dugaanku, kedua muridku itu terpotong lehernya oleh kelakuannya!"Pendekar Kera Sakti berkata kepada Nyai Komprang, "Nyai... kusarankan agar jangan menuduhku! Nanti di antara kita ada pertikaian. Itu tak baik, sebab antara kita sebenarnya memang tidak ada persoalan apa-apa! Percayalah, bukan aku yang memenggal kepala kedua muridmu ini! Bukan aku, Nyai! Kau lihat sendiri, aku tidak membawa pedang atau senjata apa pun! Sedangkan potongan pada kepala dan leher korban itu sangat rapi, bagai dipotong dengan senjata yang amat tajam!""Aku tahu kau berilmu tinggi! Tanpa pedang pun kau bisa memotong pohon besar atau memenggal kepala orang!

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Pendekar Kera Sakti   821. Part 12

    Nenek yang berjuluk Nyai Komprang ini tampak sangat penasaran, karena sejak tadi jurusnya bisa ditangkis dan dihindari oleh lawannya.Sang lawan adalah seorang lelaki berusia sekitar tujuh puluh tahun, sama dan sebaya dengan usia Nyai Komprang sendiri. Orang ini mengenakan jubah abu-abu, rambut putih, botak tengahnya, badan agak gemuk dan sedikit pendek, celananya biru bersabuk hitam besar. Di pinggangnya tergantung kantong dari kulit kambing berisi makanan. Sebentar-sebentar orang gemuk ini melahap singkong bakar yang sudah dikuliti dan dimasukkan dalam kantong kulit yang menyerupai atas itu. Nyai Komprang memanggil lawannya dengan sebutan Madang Wengi.Nyai Komprang tersentak kaget, ia membatin, "Konyol betul orang itul Mestinya sinar hijau itu akan meleburkan tubuhnya, menjadi berkeping-keping! Tapi kini ia tetap utuh dan tetap makan! Edan! Sekarang malah sinar hijauku itu padam!"Sinar hijau memang padam. Tubuh Madang Wengi tidak lagi terbungkus sinar hijau.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • Pendekar Kera Sakti   1040. Part 15

    "Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem

  • Pendekar Kera Sakti   1039. Part 14

    "Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari

  • Pendekar Kera Sakti   1038. Part 13

    Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur

  • Pendekar Kera Sakti   1037. Part 12

    "Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di

  • Pendekar Kera Sakti   1036. Part 11

    Nyai Cungkil Nyawa terlempar dan jatuh di atas reruntuhan bekas dinding dua sisi. Ia terkulai di sana bagaikan jemuran basah. Tetapi kejap berikutnya ia bangkit dan berdiri di atas reruntuhan dinding yang masih tegak berdiri sebagian itu. Ia tampak segar dan tidak mengalami cedera sedikit pun. Tetapi Mandraloka kelihatannya mengalami luka yang cukup berbahaya. Kedua tangannya menjadi hitam, sebagian dada hitam, dan separo wajahnya juga menjadi hitam. Tubuhnya pun tergeletak di bawah pohon dalam keadaan berbaring.Pelan-pelan Mandraloka bangkit dengan berpegangan pada pohon, ia memandangi kedua tangannya, dadanya, sayang tak bisa melirik sebelah wajahnya, ia tidak terkejut, tidak pula merasakan sakit yang sampai merintih-rintih. Tapi ia melangkah dengan setapak demi setapak, gerakannya kaku dan sebentar-sebentar mau jatuh.Ia menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata beberapa kejap. Setelah itu, membuka mata sambil menghembuskan napas pelan tapi panjang. Pada waktu itu

  • Pendekar Kera Sakti   1035. Part 10

    Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd

  • Pendekar Kera Sakti   1034. Part 9

    Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m

  • Pendekar Kera Sakti   1033. Part 8

    "Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap

  • Pendekar Kera Sakti   1032. Part 7

    "Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status