SEBUAH kedai di sudut jalan itu tak pernah sepi pengunjung. Bahkan sampai jauh malam kedai itu masih buka. Bukan hanya karena kedai itu menyediakan berbagai macam makanan dan minuman, tapi karena kedai itu mempunyai pemanis. Rusminah, anak gadis Ki Sumowito, pemilik kedai itu, adalah daya tarik utama bagi para pengunjung kedai.
Rusminah perawan desa yang cantik dan menarik hati. Ia ramah dan murah senyum, sehingga pembeli di kedai itu merasa ketagihan. Sekali mereka datang, esoknya ingin kembali datang. Menurut kabarnya, Rusminah bukan hanya cantik tapi juga pandai memasak. Apa saja yang dimasaknya selalu terasa lezat bagi para pembelinya. Entah karena memang Rusminah pandai memasak atau karena kecantikannya itu yang mempengaruhi setiap masakan menjadi lezat, yang jelas setiap pembeli betah nongkrong di kedai Ki Sumowito sampai berlama-lama.
Salah satu pelanggan tetap kedai pojok itu adalah seorang pemuda bertubuh tegap dan berwajah tampan, ia selalu kenakan pakaian bi
"Suruh orang-orang ini tinggalkan kedaimu untuk sementara waktu.""Kenapa begitu?""Ketiga tamu yang baru datang itu akan bikin onar di sini dan sedang cari-cari perkara! Bisiki mereka satu persatu supaya cepat tinggalkan kedaimu ini!"Tiba-tiba si wajah codet berseru kepada Rusminah, "Hai, Perempuan cantik! Kerjamu melayani semua tamu di sini! Bukan hanya satu tamu saja! Coba kau kemari...!""Iyy... iya, sebentar! Sebentar, Kang!""Cepat kemari!"Brakkk...!Si wajah codet menggebrak meja lagi."Kalau dipanggil Garong Codet jangan menunda-nunda, tahu!"Rusminah segera datang dengan rasa takut yang disembunyikan. Tapi mereka menjadi tahu, bahwa orang berwajah codet yang angker itu berjuluk Garong Codet. Sesuai dengan namanya.Dengan suara lantang, Garong Codet ucapkan kata kepada Rusminah,"Siapa namamu, Cah Ayu...!""Rusminah, Kang!""Bagus! Begini, Rus..., kalau sekiranya di kedai ini ada ora
Kemudian semua orang satu persatu dipandangi oleh Garong Codet. Ia tahan napas diam-diam, dan gerakan telapak tangannya di bawah meja bagaikan menekan sesuatu. Terjadi suatu keanehan. Mereka yang ada di kedai menjadi bingung. Cangkir mereka tak bisa diangkat. Sepertinya terpatri dengan meja. Bahkan pisang goreng, ubi rebus, dan makanan lainnya tak bisa diangkat dari tempatnya. Seakan semua makanan punya daya rekat yang amat kuat. Bahkan sebuah kerupuk pun tak bisa diambil dari dalam kalengnya. Pisang, tak bisa dipulir dari tandannya.Mereka saling berkasak-kusuk gemuruh seperti lebah bergaung. Tikus Ningrat dan Setan Culik cekikikan. Hanya mereka berdua yang bisa mengangkat cangkir dan meneguk minumannya. Mereka tahu, ini ulah Garong Codet. Tetapi mereka terkejut melihat pemuda itu dengan entengnya melakukan apa saja yang ingin dilakukan, ia dapat dengan mudah mengangkat cangkirnya, mengambil ubi goreng, bahkan sempat berjalan memetik pisang di meja depan dan mengupasnya deng
SALAH SEORANG murid rendahan Eyang Danujaya melihat peristiwa pemenggalan kepala Soka Loka. Segera sang murid yang bernama Tuban itu menemui Eyang Danujaya di padepokan. Padepokan itu tak jauh letaknya dari desa tempat kedai Rusminah berada. Hanya menyeberangi persawahan beberapa bentangan sudah sampai ke padepokan Eyang Danujaya.Sejak Eyang Danujaya mendirikan padepokan di situ, keadaan desa tersebut menjadi aman. Baru sekarang terjadi kerusuhan yang begitu menggemparkan seluruh masyrakat desa.Tuban menghadap Eyang Danujaya pada saat di paseban terjadi perbincangan antara Eyang Danujaya dengan ketiga murid unggulan, yaitu Jayengrono, Randu Galak, dan Roro Manis.Sebenarnya, jika sedang terjadi satu pembicaraan di paseban, tak ada murid yang berani datang mengganggu atau menyela pembicaraan Eyang Danujaya. Tetapi agaknya kali ini Tuban sengaja memberanikan diri menghadap Eyang Danujaya dengan wajah pucat dan napas terengah-engah tegang."Ampun, Guru! Sa
Garong Codet melangkah di tengah dengan langkah tegapnya. Matanya masih melotot bagai tak bisa berkedip lagi. Ia memandang sekeliling, seperti mencari sasaran lain. Ia berkata kepada kedua anak buahnya, yaitu Tikus Ningrat dan Setan Culik, "Masih banyak kepala yang harus kucari! Jumlahnya harus genap tiga puluh tiga kepala sebelum purnama muncul.""Bagaimana jika hanya tiga puluh dua yang kita peroleh?" tanya Tikus Ningrat."Berarti kepalaku sendiri yang akan hancur sebagai pelengkap tumbal yang ketiga puluh tiga!"Setan Culik menggumam, "Sembilan belas, dua puluh, dua puluh satu yang di hutan, dua puluh dua yang di jembatan, terus....""Kau bicara apa, Setan Culik!" sentak Tikus Ningrat."Aku menghitung jumlah kepala yang sudah terpenggal oleh Cincin Mustika Iblis!" jawab Setan Culik sambil tetap langkahkan kaki.Kemudian Tikus Ningrat tertawa pendek, setelah itu berkata kepada Garong Codet. "Apakah tumbal kepala itu harus dari orang berilm
"Mengapa dengan kumisku, hah!" tanpa sadar tangan Garong Culik meraba kumisnya dan ia tersentak kaget. Ternyata kumisnya yang tebal itu hilang separo. Kumis kiri masih utuh, tapi kumis kanan lenyap dan... tak tersisa sedikit pun."Celeng! Siapa yang berani mempermainkan aku sedemikian rupa!" geramnya dalam hati. Tangannya masih mengusap-usap kumis kanannya yang plontos dan tentunya sangat lucu, karena kumis yang kiri cukup tebal."Alis kananmu juga," kata Setan Culik, buru-buru menutup mulutnya karena takut semburkan tawa lagi.Dan Garong Codet segera meraba alis kanannya. "Monyet Bunting!" cacinya dengan geram kejengkelan. Ternyata alis kanannya pun tercukur habis hingga plontos. Tapi alis kirinya masih tebal menghitam.Alangkah malunya Garong Codet berwajah seperti itu. Tanpa alis dan kumis kanan, sementara alis dan kumis kiri sangat tebal, sungguh merupakan pemandangan yang menggelikan. Lucu dan aneh. Pantas jika Tikus Ningrat dan Setan Culik menertawa
Pada saat Jayengrono bergegas bangkit, Garong Codet berteriak, "Modar kau bocah kunyuk! Hiaaat...!"Pukulan tenaga dalam dilepaskan dari tangan kiri. Jayengrono melompat ke kanan, tapi tangan kanan Garong Codet segera dibuka, matahari pantulkan sinarnya melalui batu Cincin Mustika Iblis itu.Dan, clapp...! Wesss...! Crass...!Sinar merah seperti lidi itu memenggal putus kepala Jayengrono. Tak ada ampun lagi, kepala itu pun menggelinding ke tanah dan tidak keluarkan darah sedikit pun.-o0o-Setelah memakamkan jenazah Soka Loka, Roro Manis berdiri murung di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Wajah dukanya masih terlihat jelas, ia seperti merasa kehilangan saudara kandung. Soka Loka sudah seperti kakaknya sendiri dalam hubungan seharihari. Seperti halnya Jayengrono dan Randu Galak, sudah dianggap saudara sendiri.Sehingga kematian Soka Loka sangat memukul hati wanita cantik berpakaian merah tembaga yang terang mencolok mata warnanya. Eyang
"Uhh...!" Tikus Ningrat terpekik. Pisau itu tetap menancap di betis kurusnya. Dengan cepat dicabutnya sendiri pisau itu, lalu dilemparkan kembali ke arah Randu Galak sambil berseru, "Makan pisaumu sendiri! Hihh...!"Wutt...!Pisau itu meluncur cepat ke dada Randu Galak. Orang itu tidak bergerak menghindar, tapi justru menghadangkan telapak tangannya di dada. Lalu pisau itu membentur telapak tangan tersebut.Tebb...!Pisau itu digenggam cepat oleh Randu Galak. Tangannya tak terluka sedikit pun. Dan jurus seperti itu jarang dimiliki orang. Tentu saja hanya orang berilmu tinggi yang bisa kuasai gerakan pisau dan meredamnya dengan gelombang tenaga dalam lewat telapak tangan.Bahkan begitu pisau terpegang tangan, Randu Galak cepat membalikkan gerak dan melemparkan kembali ke arah Setan Culik yang terlihat bergerak ke samping untuk cari kesempatan menyerang.Wussst...! Pisau itu terbang cepat ke arah dada Setan Culik."Hiaaat...!" Setan Cul
Tikus Ningrat dengan terpincang-pincang mendekati Garong Codet dan berkata pelan, "Perlu kujajal dulu ilmu orang ini!""Tak perlu! Dengan gerakannya yang tahu-tahu ada di belakang kita sudah menunjukkan bahwa dia berilmu tinggi! Dan lagi, dia adalah Guru dari para tumbal kita belakangan ini!"Terdengar suara Eyang Danujaya dengan nada tetap sabar dan bijaksana, "Garong Codet, hentikanlah perburuanmu itu! Sudah cukup banyak korban yang berjatuhan hanya untuk memenuhi nafsu iblismu!""O, belum bisa! Masih kurang banyak kepala! Aku harus mendapatkan tiga puluh tiga kepala sebagai tumbal memiliki Cincin Mustika Iblis!""Aku tahu! Tapi mustika itu hanya akan membawa hidupmu makin sesat saja! Kau makin banyak musuh, makin banyak orang yang menaruh dendam padamu, dan kau akan banyak dikutuk oleh keluarga korban!"Garong Codet melepaskan tawa walau tak keras tapi memanjang dan bernada menyepelekan kata-kata Eyang Danujaya. Kemudian ia pun ucapkan kata bern
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p