Namun, sekali lagi Dewi Pedang Halilintar berseru lantang. "Tunggu...! Sebenarnya, aku bukan tak mau meladeni sikap sombong dan congkak mu ini. Tapi karena aku mempunyai urusan yang amat penting, harap kau sudi membiarkan aku pergi."
"Ha ha ha...!" Iblis Pemetik Bunga tertawa bergelak. "Di kotapraja, kau telah meneriaki ku dengan sebutan 'Penjahat Culas Penculik Dayang'. Tentu kau tahu dengan mata kepala sendiri. Sebelum aku berhasil melarikan wanita yang kuinginkan, puluhan prajurit telah datang mengepung ku. Hmmm.... Kini, aku telah menjadi seorang buronan. Semua itu gara-gara ulah mu, Nenek Gendeng!"
"Ngaco belo!" maki Dewi Pedang Halilintar, keras menggelegar. Mendengar tuduhan Iblis Pemetik Bunga, nenek yang punya sifat keras kepala ini agaknya mulai naik pitam. "Pandai sekali kau menjatuhkan kesalahan pada orang lain, Lelaki Busuk! Sejak dulu kau telah menjadi buronan kerajaan! Itu bukan salahku! Siapa pun tahu kalau kau adalah seorang penjahat edan yang suka men
"Kau terkejut melihat senjata yang kubawa ini?" cibir Iblis Pemetik Bunga. "Kau ingat pada kakek jompo bergelar Dewa Keadilan. Hmmm.... Ketahuilah, Nenek Gendeng, bekas kekasihmu itu telah menerima keadilannya sendiri. Tubuhnya telah kucincang untuk menjadi santapan tikus-tikus pemakan daging di Lembah Kebencian! Dan..., hemmm..., beruntung sekali diriku. Dewa Keadilan mati, senjata andalannya menjadi milikku! Ha ha ha...!"Iblis Pemetik Bunga tertawa sombong penuh kegembiraan. Dewi Pedang Halilintar yang tak pernah menyangka bila Dewa Keadilan telah menemui ajal di tangan lelaki bertopeng itu tampak menundukkan kepala. Batinnya terpukul. Telah lama dia berpisah dengan Dewa Keadilan yang pernah mengukir kenangan indah di dalam ingatannya. Tapi sekarang yang muncul justru berita kematiannya. Maka, siapa yang tak akan menjadi sedih dan berduka. Tanpa terasa, air bening bergulir dari sudut mata Dewi Pedang Halilintar. Beban batinnya bertambah lagi. Dewi Pedang Kuning muridnya ya
"Hmmm.... Pemuda lugu itu tahu kalau aku membawa batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air' karena diberi tahu oleh Ratu Perut Bumi. Sungguh aku tak menduga. Kiranya, Ratu Perut Bumi benar-benar memiliki mata siluman yang bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh manusia biasa...," pikir Iblis Seribu Wajah.Karena khawatir kata-kata Baraka tadi didengar oleh Raja Penyasar Sukma, Iblis Seribu Wajah mengedarkan pandangan ke segenap penjuru. Namun, kekhawatirannya tidak beralasan karena Raja Penyasar Sukma tak terlihat."He, kenapa kau malah tengok sana tengok ini, Mahisa Birawa!” tegur Baraka."Jangan buat dosa lebih banyak lagi. Segera serahkan cermin ajaib yang diminta oleh Ratu Perut Bumi! Serahkan pula batu mustika 'Menembus Laut Bernapas Dalam Air'! Kemuning yang tidak bersalah apa-apa harus segera kuselamatkan...."Ucapan Pendekar Kera Sakti ditimpali Iblis Seribu Wajah dengan tawa bergelak."Ha ha ha...! Kau meminta seperti seorang raja
Walau dia berhasil meredam angin pukulan senjata mustika Baraka, tak urung darah segar meleleh dari sudut bibirnya. Itu tandanya bila luka dalam yang diderita Iblis Seribu Wajah telah bertambah parah.Namun, sebagai tokoh tua yang sudah punya nama besar di rimba persilatan, tentu saja Iblis Seribu Wajah tak sudi dipecundangi oleh seorang tokoh muda yang belum begitu ternama macam Pendekar Kera Sakti. Maka, dicarinya daya upaya untuk dapat memukul roboh pemuda lugu itu."Luka dalam yang ku derita tak memungkinkan aku untuk bertempur," kata hati Iblis Seribu Wajah."Jalan satu-satunya untuk dapat meloloskan diri adalah dengan mengandalkan kekuatan Gamabunta."Mengikuti pikiran di benaknya, kakek berwajah pemuda itu menepuk lagi leher sang katak raksasa Gamabunta seraya memerintah, "Keluarkan Lidah Mautmu, Gamabunta! Rampas senjata di tangan bocah geblek itu! Lalu, potong-potong tubuhnya sesukamu!""Khrokkk...! Khrokkk...!"Sang katak raksasa G
Hawa amarah dalam diri guru Dewi Pedang Kuning itu membuatnya jadi mata gelap. Dalam benaknya hanya punya satu keinginan, yaitu membunuh Iblis Pemetik Bunga secepatnya. Tapi, dia sendiri lupa bila Iblis Pemetik Bunga juga punya keinginan yang sama. Hingga sampai suatu saat....Trang...! Wuttt...!Bentrokan senjata terjadi. Dewi Pedang Halilintar mendelikkan mata melihat pedang kuningnya terbelit oleh Cambuk Api Neraka. Sambil mendengus gusar, Dewi Pedang Halilintar mengempos seluruh tenaganya untuk dapat melepas belitan. Tapi, tali cambuk pusaka itu bagai punya perekat yang amat kuat, terus membelit senjata Dewi Pedang Halilintar tanpa dapat dilepaskan lagi!"Ha ha ha...!" Iblis Pemetik Bunga tertawa pongah. "Ayo, terus kerahkan tenagamu, Nenek Gendeng! Semakin banyak kau mengeluarkan tenaga, kau akan segera merasakan kehebatan cambuk ini! Ha ha ha...!""Jahanam!" sentak Dewi Pedang Halilintar. "Boleh kau berkata semaumu, tapi kau juga harus mau melihat k
"Dewa Geli...," desis Dewi Pedang Halilintar yang telah mengenal sosok bocah berpakaian kedodoran.Kalau Dewi Pedang Halilintar berseru girang dalam hati melihat kehadiran Dewa Geli, berlainan benar dengan Iblis Pemetik Bunga. Betapa takutnya lelaki bertopeng itu saat Dewa Geli mengacungkan sebilah pisau ke arahnya."Jangan! Jangan!" Iblis Pemetik Bunga berseru lagi sambil menekap celana bagian depannya. "Aku berjanji.... Ya, aku berjanji....!""Hi hi hi...!" bocah yang disebut sebagai Dewa Geli tertawa cekikikan. "Aku sudah bosan mendengar janji-janji manis mu! Hayo! Cepat kemari! Kau harus disunat lagi sampai habis! Sudah berapa banyak gadis yang kau renggut kehormatannya? Hukuman itu sangat cocok untukmu!"Dewa Geli menutup perkataannya dengan suara tawa mengikik. Iblis Pemetik Bunga terus melangkah mundur. Agaknya, lelaki bertopeng itu menyimpan perasaan takut yang berlebihan terhadap Dewa Geli. Bagaimana bisa begitu?Walau wujud lahir Dewa Gel
"Hmmm.... Rupanya, sebelum disunat, kau masih ingin main-main dulu...," ujar Dewa Geli. "Hi hi hi...! Boleh! Boleh saja! Agar kau nanti tak penasaran setelah 'barang'-mu itu benar-benar ku potong habis!"Rasa takut dalam diri Iblis Pemetik Bunga membuatnya jadi nekat. Sekali lagi, dia sabetkan Cambuk Api Neraka di tangannya!Jderrr...!Seperti tadi, Dewa Geli menadahi sabetan cambuk pusaka itu. Dia pun tetap berdiri tegak di tempatnya tanpa kurang suatu apa. Namun, ketika Iblis Pemetik Bunga hendak mendaratkan sabetan berikutnya, Dewa Geli mengangkat tangan kirinya. jari-Jari mungil bocah berpakaian kedodoran itu berkelebat cepat sekali. Tahu-tahu Cambuk Api Neraka telah berpindah tangan."Senjata ini kuserahkan kepadamu, Nenek Budiman.... Kupikir, kau lebih berhak," ujar Dewa Geli.Cambuk Api Neraka yang telah berhasil dirampasnya dia lemparkan ke arah Dewi Pedang Halilintar. Bergegas Dewi Pedang Halilintar menangkap cambuk pusaka yang telah kemba
“Rupanya, kau benar-benar seorang durjana licik yang patut mati, Mahisa Birawa!” seru Pendekar Kera Sakti, naik pitam.Melihat Baraka menatap dengan mata berkilat penuh nafsu membunuh, Iblis Seribu Wajah tersurut mundur. Pada langkah ketiga, tiba-tiba dia membalikkan badan seraya mengambil langkah seribu!“Pengecut! Mana mungkin aku melepaskanmu!” Menggembor keras si pemuda lugu Baraka. Dikeluarkannya Ilmu ‘Kelana Indra’ untuk dapat mengejar kelebatan tubuh Iblis Seribu Wajah yang menggunakan ilmu peringan tubuh bernama ‘Angin Pergi Tiada Berbekas’.Sebenarnya, ilmu peringan tubuh dua anak manusia ini seimbang. Namun, karena Iblis Seribu Wajah tengah menderita luka dalam, dia tak dapat mengempos tenaga sekehendak hatinya. Akibatnya, belum genap berlari dua puluh tombak, dia telah terkejar!“Berhenti kau!” geram Baraka. Jemari tangan kanannya mengepal untuk menggedor punggung Iblis Seribu
Baraka hendak menolak ajakan manusia setengah ular itu. Iblis Seribu Wajah telah dapat dikalahkannya. Tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi untuk merobohkan pula Raja Penyasar Sukma. Tapi..., tiba-tiba Ratu Perut Bumi menyambar tubuh Baraka!Dengan memeluk tubuh pendekar muda itu, Ratu Perut Bumi melenting ke atas, lalu menukik deras, dan amblas ke dalam tanah!Bersamaan dengan lenyapnya sosok Ratu Perut Bumi dan Pendekar Kera Sakti, dari arah tenggara melesat gumpalan cahaya kuning yang diiringi tiupan angin kencang.“Raja Penyasar Sukma...!” desis Iblis Seribu Wajah di antara rasa benci dan suka.-o0o-Tak kuasa Dewi Pedang Halilintar melihat adegan yang akan segera berlangsung di hadapannya. Dia pun menutup mata dengan segudang rasa ngeri dan jijik.“Hi hi hi...! Hayo! Buka! Buka celana mu itu, Orang Jahat! Hi hi hi...!”Sambil tertawa cekikikan, Dewa Geli memutar-mutar pisau yang dibawanya.
Angin berhembus ke utara. Awan pun bergerak ke arah yang sama. Ternyata di balik awan ada rembulan. Sekalipun tidak penuh dan tampak jauh, tapi cahayanya cukup membuat malam menjadi pucat. Batu dan tanaman rumput mulai bisa terlihat. Keadaan remang membuat Baraka merasa senang, karena dengan begitu matanya dapat memandang sekeliling dengan lebih jelas lagi."Hei, ada gerakan di sebelah barat sana? Hmmm... apa itu? Oh, seseorang melesat menuju sela-sela rumah penduduk. Nah, itu dia! Bayangan hitam itu akhirnya datang juga. Aku harus segera mengejarnya ke sana!"Zlaaap...!Baraka pergunakan gerakan peringan tubuh yang mampu melesat dengan cepat tanpa suara. Dalam waktu singkat ia tiba di belakang sebuah rumah, tempat bayangan tadi menghilang di sela-sela dua rumah. Baraka merunduk di balik tanaman singkong yang tingginya baru sebatas dada manusia dewasa. Matanya memandang dengan waspada ke berbagai arah.Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari seberang.
"Jika memang dia berilmu tinggi tentunya dia sangat mudah menangkis gerakan tanganku dalam menampar tadi. Jika ia berlimu tinggi, tak mungkin pipinya menjadi merah, karena tamparanku tak begitu keras untuk ukuran orang berilmu tinggi. Aku tak percaya kalau dia adalah bayangan hitam.""Kau kasar sekali, Baraka," ucapnya dengan suara bergetar karena menahan tangis.Baraka tarik napas panjang-panjang jauhi dipan."Untuk apa kau membohongiku, Sundari? Aku tahu bukan kau orang yang disebut-sebut sebagai bayangan hitam itu.""Memang aku orangnya!" Sundari cemberut. "Karena itu, kuharap kau jangan hadapi dia karena itu sama saja kau berhadapan denganku dan aku tak tega jika harus membunuhmu."Baraka sunggingkan senyum tak percaya. "Kalau memang kau bayangan hitam yang dikatakan sakti dan mampu bergerak secepat kilat hingga seperti bayangan lewat, maka kau pasti akan mampu menangkis gerakan tanganku tadi. Ternyata kau tidak mampu menangkisnya, itu berarti
Maka, pendekar tampan yang ternyata sejak tadi diintip oleh Sundari dari celah pintu dapur itu, mencoba mengutarakan maksudnya kepada Pak Tua pemilik kedai tersebut. "Apakah kau menyediakan kamar untuk penginapan, Ki?""Tidak. Maksudmu bagaimana, Baraka?""Kalau ada kamar, aku akan bermalam di sini. Aku ingin tahu siapa bayangan hitam itu. Karena..., terus terang saja, kedatanganku kemari adalah dalam perjalanan menemui Raja Hantu Malam.""Hahh...!" Ki Rosowelas terkejut. Baraka memang tidak jelaskan pokok masalah sebenarnya agar tak mengundang perhatian terlalu besar bagi si pemilik kedai itu.Baraka hanya berkata, "Aku punya sedikit urusan dengan Raja Hantu Malam dan harus segera kuselesaikan. Jika bayangan hitam itu memang Raja Hantu Malam, berarti aku tak perlu susah-susah mendaki Gunung Keong Langit. Jika memang bukan dia, maka kita semua akan tahu siapa sebenarnya bayangan hitam itu.""Tapi dia berbahaya, Baraka. Bayangan hitam itu, baik dia
Karena tutur katanya sopan dan wajah Baraka tidak kelihatan bengis, maka Ki Rosowelas pun mempersilakan Baraka untuk masuk ke kedainya. Kedai itu tidak ditutup semua, melainkan disisakan satu pintu untuk keluarnya Baraka nanti. Selain mengisi perutnya, Baraka juga memesan secangkir arak. Dua potong ketan bakar dinikmati pula sebagai pengisi perutnya. Ki Rosowelas menemani Baraka dengan ikut menikmati secangkir arak pula.Seorang gadis manis berkulit hitam segera bergegas ke belakang setelah membantu beberes tempat itu. Gadis manis berusia sekitar dua puluh tahun itu adalah anak tunggal Ki Rosowelas yang terlambat lahir. Gadis itu bernama Sunari, yang lahir pada saat Ki Rosowelas sudah berusia empat puluh tahun.Mulanya Ki Rosowelas dan mendiang istrinya merasa tidak akan punya keturunan, karena sudah bertahun-tahun hidup berumah tangga tapi tidak pernah mempunyai anak. Ketika mereka sudah berusia separo baya, sang istri justru hamil. Tapi sayang sang istri harus mening
"Kuhancurkan tubuh Sumbaruni jika kau tak mau tunduk padaku, Baraka!" kata Nila Cendani mengancam dengan suara dingin."Aku tak akan pernah tunduk pada orang sesat sepertimu, Nila Cendani!""Bagus. Kalau begitu kau ingin lihat tubuh Sumbaruni hancur sekarang juga!"Wuuut...! Claaap...!Dari mata Nila Cendani melesat selarik sinar biru bening ke arah tubuh Sumbaruni yang terkapar tak berdaya itu. Baraka yang memang mengetahui kalau serangannya bisa menyentuh Ratu Tanpa Tapak, cepat patahkan sinar biru itu dengan lepaskan jurus 'Tapak Dewa Kayangan', yaitu Sinar putih perak yang keluar dari telapak tangan yang disatukan di dada dan disentakkan ke depan.Baraka memang sudah mengetahui keistimewaan akan dirinya yang akan selalu perjaka, walaupun keperjakaannya itu sudah di obral kesana kemari.Claap...!Blegaaarrr...! Ledakan lebih dahsyat dari yang tadi telah membuat tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Tiga pohon di seberang sana tumba
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O