Share

799. Part 9

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-22 01:01:56

Dari arah luar halaman rumah itu terdengar seseorang berseru, "Mayang...! Ada apa ...!"

Lelaki berpakaian biru tua itu bergegas mendekati Mayang Suri. Sulasih pun muncul dari dalam dengan perasaan heran melihat ketegangan tersebut. Lelaki yang menyandang golok di pinggang, berwajah kaku, keras, rambut ikal badan besar itu segera ajukan tanya kepada Pendekar Kera Sakti dengan sikap tidak bersahabat,

"Siapa kau? Mau apa datang kemari?"

"Aku Baraka, dan itu temanku, Bunga Bernyawa dari negeri Cina!"

"Apa perlumu kemari? Katakan!" bentak lelaki berbaju biru yang ternyata adalah kakak Mayang Suri bernama Wicaksono, suami Sulasih.

"Jangan kasar-kasar, Kang," bisik Sulasih dan terdengar di telinga Pendekar Kera Sakti.

"Kamu tak perlu ikut bicara!" kata Wicaksono kepada istrinya.

"Kulihat dia punya gelagat tak baik terhadap Mayang Suri!"

Mayang Suri segera berkata, "Mereka ingin membawa bayiku, Kang!"

"Apa...! Ingin membawa bayi

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kera Sakti   800. Part 10

    Tiba-tiba Wicaksono menyentak pendek kedua tangannya itu."Hiaat...!"Wuttt...!Bunga Bernyawa nyaris terpelanting jika tak segera melepaskan pertahanannya dan ia melenting di udara sambil bersalto satu kali. Jika Bunga Bernyawa masih mempertahankan sikapnya maka ia akan terdorong keras ke belakang dan mungkin tubuhnya akan membentur tembok halaman yang berjarak lima langkah di belakangnya itu.Baraka sedikit terkejut melihat kekuatan Wicaksono. "Rupanya dia punya isi cukup lumayan!" pikir Pendekar Kera Sakti. "Dilihat dari sentakan tangannya yang pendek saja tapi bisa membuat Bunga Bernyawa hampir terpental, itu tandanya Wicaksono tak boleh dianggap ringan oleh Bunga Bernyawa. Kalau Bunga Bernyawa meremehkannya, Wicaksono bisa melukainya!"Rupanya Bunga Bernyawa pun membatin demikian. Karena itu, Bunga Bernyawa mulai tak mau menganggap remeh Wicaksono dan lebih berhati-hati lagi."Jangan paksakan diri melawanku jika ilmumu baru seujung ramb

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Kera Sakti   801. Part 11

    "Mengungsilah demi keselamatan kalian, toh hanya sementara! Jika keadaan sudah aman kembali, kalian bisa tinggal di rumah ini lagi!" sahut Bunga Bernyawa.Baraka pun kembali berkata, "Tapi jika kalian menolak uluran tangan kami, kami tak keberatan untuk tinggalkan kalian sekarang juga!"Mayang Suri dan Wicaksono saling pandang dalam kebimbangan.-o0o-RUPANYA nama Laksamana Cho Yung sudah bukan nama asing lagi bagi telinga Wicaksono. Ia tahu, Laksamana Cho Yung sedang berurusan dengan Pawang Jenazah karena telah membunuh anak dan istri Pawang Jenazah. Wicaksono juga tahu, Laksamana Cho Yung orang berilmu tinggi yang sudah cukup lama berkelana di tanah Jawa tanpa tujuan yang jelas. Tapi Wicaksono tidak tahu bahwa Laksamana Cho Yung ternyata adik dari Dewa Maut, bekas iparnya itu.Mendengar penjelasan dari Bunga Bernyawa dan Pendekar Kera Sakti, Wicaksono pun akhirnya putuskan untuk menyerang Laksamana Cho Yung. Mayang Suri disarankan u

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Kera Sakti   802. Part 12

    "Monyet Kudis!" geram Perwira Loyang sambil bangkit dan membersihkan tanah yang melekat di pakaiannya. "Kenapa kuda itu lari terbirit-birit? Apakah di depan sana ada pasukan mayat yang dikendalikan oleh ilmunya si Pawang Jenazah!"Perwira Loyang tak tahu, bahwa di balik semak belukar tak jauh dari depannya itu, Wicaksono bersembunyi rapat-rapat dan ingin mencelakakan lawannya. Wicaksono menggunakan sebatang ilalang yang direntangkan, lalu ditiup bagian tepian ilalang itu.Tiupan tersebut menimbulkan suara yang tak bisa tertangkap oleh pendengaran manusia, namun cukup jelas diterima pendengaran hewan. Tiupan itu menghadirkan suara melengking tinggi bagi kuda dan menusuk-nusuk gendang telinga hingga kuda tersebut merasa kesakitan. Itulah sebabnya kuda tunggangan Perwira Loyang berjingkrak-jingkrak dengan liar, karena ia memberontak tak mau maju lebih ke depan lagi. Telinganya terasa sakit sekali jika semakin mendekati rimbunan semak di depannya.Wicaksono tersenyu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Pendekar Kera Sakti   803. Part 13

    "Hiaaah...!" Dalam kejap berikut, Perwira Loyang berhasil sentakkan kaki ke tanah dan tubuhnya melenting di udara, bersalto satu kali dan hinggap di tempat kosong, bebas dari incaran Wicaksono."Wicaksono! Rupanya kau memang cari mampus dan perlu kulenyapkan sebelum kucuri keponakanmu itu!""Kau tak akan bisa temui keponakanku! Dia sudah berada di tempat yang aman! Kau tak akan bisa mencari Pegunungan Mahagiri, bahkan mencapai ke sana pun tak akan bisa, sebab Bunga Bernyawa dan Baraka menjaga ketat bayi itu! Kau tak akan bisa kalahkan kedua penjaga tersebut, Perwira Loyang!""Bunga Bernyawa...!" gumam Perwira Loyang."Ternyata dia justru melindungi bayi itu! Keparat betul perempuan cantik itu!"Wusss...!Tiba-tiba Wicaksono melepaskan jurus mautnya dari telapak kaki yang ditendangkan ke depan. Jurus maut itu berupa cahaya merah membara sebesar tampah yang melesat menghantam Perwira Loyang. Tetapi, Perwira Loyang hanya terkesiap sejenak, lalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pendekar Kera Sakti   804. Part 14

    Rupanya ia tahu apa yang akan terjadi, sehingga ia cepat sentakkan kaki dan melesat menjauhi gumpalan kabut itu. Kejap berikut terdengar letupan kecil bagai teredam gumpalan asap tersebut.Blabbb...!Rupanya sinar hijau itu pecah bersamaan, dan asap putih pun menyebar buyar, lalu hilang terbawa angin. Sementara itu, Perwira Loyang terbengong kecewa karena serangannya mudah dibekap dengan gumpalan kabut putih.Pada saat ia terbengong itulah, Pawang Jenazah melepaskan satu pukulan mautnya ke arah Perwira Loyang. Pukulan itu keluar dari tangan kanannya, berupa gelombang bercahaya merah melingkar-lingkar membungkus tubuh Perwira Loyang.Zrrrub...!"Aaagh...!" Perwira Loyang mengejang tubuhnya dan menggerinjal-gerinjal kelojotan. Ia bagai dikurung dalam kobaran api yang amat panas. Rambutnya menjadi rontok. Bahkan sebagian rambut menjadi susut, dan kepala mulai botak tak teratur. Kumis dan alisnya pun terbakar hangus, hilang sebagian. Tinggal sisanya ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pendekar Kera Sakti   805. Part 15

    "Apa itu...!" gumamnya dengan mata terkesiap.Semakin dikecilkan matanya semakin tajam ia memandang. Rombongan orang berpakaian compang-camping dengan rambut acak-acakan, bahkan ada yang bertubuh somplak sana-sini sedang bergegas bagai pasukan yang siap menyerbu. Ular Setan makin terkesiap setelah ia sadari bahwa puluhan orang yang berlari mendekati kapal itu adalah mayat-mayat yang berlumur tanah kuburan."Celaka...!" gumamnya tegang. Lalu, dengan sedikit gugup Ular Setan berseru kepada awak kapal yang ada di geladak, "Celakaaa...! Eh, bahayaaa...! Bahaya...!"Sejenak para awak kapal di sana saling bingung, saling tak mengerti apa yang dimaksud bahaya oleh Ular Setan. Mereka segera pandangi sekeliling, lalu melihat rombongan mayat sedang menuju ke arah kapal. Mereka segera serukan tanda bahaya, sehingga Laksamana Cho Yung keluar dari kamarnya dan ikut memandang ke arah pantai.Dengan cepat ia serukan perintah, "Serang mereka! Lenyapkan!" Maka saling bere

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pendekar Kera Sakti   806. Part 16

    "Bodoh kau!" maki Laksamana Cho dengan menyesal sekali dan marah tak terlampiaskan. "Sudah tahu ada sinar merah mengapa tidak segera menundukkan kepala, Tolol! Kalau ke sini cuma mau mati, kenapa harus repot-repot ikut lari! Diam saja di kapal sana, kau juga akan mati sendiri dihancurkan mayat-mayat itu! Oh, Ular Bodoh...! Kenapa kau mati dengan sia-sia, hah!"Terdengar suara Pawang Jenazah menyahut dalam tawanya, "Kau pun akan mati dengan sia-sia, Laksamana Cho!"Melihat lawannya berdiri dengan tegak dan tampak jumawa sekali, Laksamana Cho Yung segera bangkit dan menggeram sampai kepalanya gemetar."Kematian ini harus kau tebus dengan nyawamu. Pawang Jenazah!""Aku sudah siap. Tapi apakah kau sudah siap juga. Laksamana?""Babi buntung kau! Sudah sejak dari dulu aku siap melawanmu!""Bagus! Berarti kematian istri dan anakku hampir selesai kutebus! Tak kuizinkan siapa pun orangmu hidup menikmati udara segar di permukaan bumi ini! Gundikmu pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Pendekar Kera Sakti   807. Part 17

    "Kau masih curiga padaku, Mayang Suri?""Aku tidak curiga! Tapi sebagai seorang ibu, aku harus tetap mendampingi bayiku! Kalau dia mati, harus mati bersamaku!"Bunga Bernyawa cepat ucapkan kata kepada Baraka, "Sebaiknya memang bayi itu tetap ada dalam pelukan ibunya! Barangkali dia butuh minum sewaktu-waktu.""Baiklah, aku mengerti! Kalau begitu, bungkus dia dengan kain yang lebih tebal lagi! Udara sedingin ini bisa bikin dia mati membeku kalau tak dihangatkan!" kata Baraka."Sebaiknya kita teruskan perjalanan, supaya sampai di pesanggrahan masih ada sisa matahari!" kata Sulasih yang membawa kain pembungkus pakaian-pakaian bayi."Aku setuju," jawab Bunga Bernyawa. "Terlalu lama beristirahat bisa bikin urat-urat kita kaku membeku!"Maka, mereka pun kembali teruskan langkah menyusuri tebing. Tanpa diduga-duga, sebuah benda melesat dari arah belakang mereka. Sebatang ranting kering berukuran kecil menghantam punggung Mayang Suri.Deggg..

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24

Bab terbaru

  • Pendekar Kera Sakti   1040. Part 15

    "Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem

  • Pendekar Kera Sakti   1039. Part 14

    "Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari

  • Pendekar Kera Sakti   1038. Part 13

    Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur

  • Pendekar Kera Sakti   1037. Part 12

    "Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di

  • Pendekar Kera Sakti   1036. Part 11

    Nyai Cungkil Nyawa terlempar dan jatuh di atas reruntuhan bekas dinding dua sisi. Ia terkulai di sana bagaikan jemuran basah. Tetapi kejap berikutnya ia bangkit dan berdiri di atas reruntuhan dinding yang masih tegak berdiri sebagian itu. Ia tampak segar dan tidak mengalami cedera sedikit pun. Tetapi Mandraloka kelihatannya mengalami luka yang cukup berbahaya. Kedua tangannya menjadi hitam, sebagian dada hitam, dan separo wajahnya juga menjadi hitam. Tubuhnya pun tergeletak di bawah pohon dalam keadaan berbaring.Pelan-pelan Mandraloka bangkit dengan berpegangan pada pohon, ia memandangi kedua tangannya, dadanya, sayang tak bisa melirik sebelah wajahnya, ia tidak terkejut, tidak pula merasakan sakit yang sampai merintih-rintih. Tapi ia melangkah dengan setapak demi setapak, gerakannya kaku dan sebentar-sebentar mau jatuh.Ia menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata beberapa kejap. Setelah itu, membuka mata sambil menghembuskan napas pelan tapi panjang. Pada waktu itu

  • Pendekar Kera Sakti   1035. Part 10

    Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd

  • Pendekar Kera Sakti   1034. Part 9

    Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m

  • Pendekar Kera Sakti   1033. Part 8

    "Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap

  • Pendekar Kera Sakti   1032. Part 7

    "Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status