"Mengungsilah demi keselamatan kalian, toh hanya sementara! Jika keadaan sudah aman kembali, kalian bisa tinggal di rumah ini lagi!" sahut Bunga Bernyawa.
Baraka pun kembali berkata, "Tapi jika kalian menolak uluran tangan kami, kami tak keberatan untuk tinggalkan kalian sekarang juga!"
Mayang Suri dan Wicaksono saling pandang dalam kebimbangan.
-o0o-
RUPANYA nama Laksamana Cho Yung sudah bukan nama asing lagi bagi telinga Wicaksono. Ia tahu, Laksamana Cho Yung sedang berurusan dengan Pawang Jenazah karena telah membunuh anak dan istri Pawang Jenazah. Wicaksono juga tahu, Laksamana Cho Yung orang berilmu tinggi yang sudah cukup lama berkelana di tanah Jawa tanpa tujuan yang jelas. Tapi Wicaksono tidak tahu bahwa Laksamana Cho Yung ternyata adik dari Dewa Maut, bekas iparnya itu.
Mendengar penjelasan dari Bunga Bernyawa dan Pendekar Kera Sakti, Wicaksono pun akhirnya putuskan untuk menyerang Laksamana Cho Yung. Mayang Suri disarankan u
"Monyet Kudis!" geram Perwira Loyang sambil bangkit dan membersihkan tanah yang melekat di pakaiannya. "Kenapa kuda itu lari terbirit-birit? Apakah di depan sana ada pasukan mayat yang dikendalikan oleh ilmunya si Pawang Jenazah!"Perwira Loyang tak tahu, bahwa di balik semak belukar tak jauh dari depannya itu, Wicaksono bersembunyi rapat-rapat dan ingin mencelakakan lawannya. Wicaksono menggunakan sebatang ilalang yang direntangkan, lalu ditiup bagian tepian ilalang itu.Tiupan tersebut menimbulkan suara yang tak bisa tertangkap oleh pendengaran manusia, namun cukup jelas diterima pendengaran hewan. Tiupan itu menghadirkan suara melengking tinggi bagi kuda dan menusuk-nusuk gendang telinga hingga kuda tersebut merasa kesakitan. Itulah sebabnya kuda tunggangan Perwira Loyang berjingkrak-jingkrak dengan liar, karena ia memberontak tak mau maju lebih ke depan lagi. Telinganya terasa sakit sekali jika semakin mendekati rimbunan semak di depannya.Wicaksono tersenyu
"Hiaaah...!" Dalam kejap berikut, Perwira Loyang berhasil sentakkan kaki ke tanah dan tubuhnya melenting di udara, bersalto satu kali dan hinggap di tempat kosong, bebas dari incaran Wicaksono."Wicaksono! Rupanya kau memang cari mampus dan perlu kulenyapkan sebelum kucuri keponakanmu itu!""Kau tak akan bisa temui keponakanku! Dia sudah berada di tempat yang aman! Kau tak akan bisa mencari Pegunungan Mahagiri, bahkan mencapai ke sana pun tak akan bisa, sebab Bunga Bernyawa dan Baraka menjaga ketat bayi itu! Kau tak akan bisa kalahkan kedua penjaga tersebut, Perwira Loyang!""Bunga Bernyawa...!" gumam Perwira Loyang."Ternyata dia justru melindungi bayi itu! Keparat betul perempuan cantik itu!"Wusss...!Tiba-tiba Wicaksono melepaskan jurus mautnya dari telapak kaki yang ditendangkan ke depan. Jurus maut itu berupa cahaya merah membara sebesar tampah yang melesat menghantam Perwira Loyang. Tetapi, Perwira Loyang hanya terkesiap sejenak, lalu
Rupanya ia tahu apa yang akan terjadi, sehingga ia cepat sentakkan kaki dan melesat menjauhi gumpalan kabut itu. Kejap berikut terdengar letupan kecil bagai teredam gumpalan asap tersebut.Blabbb...!Rupanya sinar hijau itu pecah bersamaan, dan asap putih pun menyebar buyar, lalu hilang terbawa angin. Sementara itu, Perwira Loyang terbengong kecewa karena serangannya mudah dibekap dengan gumpalan kabut putih.Pada saat ia terbengong itulah, Pawang Jenazah melepaskan satu pukulan mautnya ke arah Perwira Loyang. Pukulan itu keluar dari tangan kanannya, berupa gelombang bercahaya merah melingkar-lingkar membungkus tubuh Perwira Loyang.Zrrrub...!"Aaagh...!" Perwira Loyang mengejang tubuhnya dan menggerinjal-gerinjal kelojotan. Ia bagai dikurung dalam kobaran api yang amat panas. Rambutnya menjadi rontok. Bahkan sebagian rambut menjadi susut, dan kepala mulai botak tak teratur. Kumis dan alisnya pun terbakar hangus, hilang sebagian. Tinggal sisanya ya
"Apa itu...!" gumamnya dengan mata terkesiap.Semakin dikecilkan matanya semakin tajam ia memandang. Rombongan orang berpakaian compang-camping dengan rambut acak-acakan, bahkan ada yang bertubuh somplak sana-sini sedang bergegas bagai pasukan yang siap menyerbu. Ular Setan makin terkesiap setelah ia sadari bahwa puluhan orang yang berlari mendekati kapal itu adalah mayat-mayat yang berlumur tanah kuburan."Celaka...!" gumamnya tegang. Lalu, dengan sedikit gugup Ular Setan berseru kepada awak kapal yang ada di geladak, "Celakaaa...! Eh, bahayaaa...! Bahaya...!"Sejenak para awak kapal di sana saling bingung, saling tak mengerti apa yang dimaksud bahaya oleh Ular Setan. Mereka segera pandangi sekeliling, lalu melihat rombongan mayat sedang menuju ke arah kapal. Mereka segera serukan tanda bahaya, sehingga Laksamana Cho Yung keluar dari kamarnya dan ikut memandang ke arah pantai.Dengan cepat ia serukan perintah, "Serang mereka! Lenyapkan!" Maka saling bere
"Bodoh kau!" maki Laksamana Cho dengan menyesal sekali dan marah tak terlampiaskan. "Sudah tahu ada sinar merah mengapa tidak segera menundukkan kepala, Tolol! Kalau ke sini cuma mau mati, kenapa harus repot-repot ikut lari! Diam saja di kapal sana, kau juga akan mati sendiri dihancurkan mayat-mayat itu! Oh, Ular Bodoh...! Kenapa kau mati dengan sia-sia, hah!"Terdengar suara Pawang Jenazah menyahut dalam tawanya, "Kau pun akan mati dengan sia-sia, Laksamana Cho!"Melihat lawannya berdiri dengan tegak dan tampak jumawa sekali, Laksamana Cho Yung segera bangkit dan menggeram sampai kepalanya gemetar."Kematian ini harus kau tebus dengan nyawamu. Pawang Jenazah!""Aku sudah siap. Tapi apakah kau sudah siap juga. Laksamana?""Babi buntung kau! Sudah sejak dari dulu aku siap melawanmu!""Bagus! Berarti kematian istri dan anakku hampir selesai kutebus! Tak kuizinkan siapa pun orangmu hidup menikmati udara segar di permukaan bumi ini! Gundikmu pun
"Kau masih curiga padaku, Mayang Suri?""Aku tidak curiga! Tapi sebagai seorang ibu, aku harus tetap mendampingi bayiku! Kalau dia mati, harus mati bersamaku!"Bunga Bernyawa cepat ucapkan kata kepada Baraka, "Sebaiknya memang bayi itu tetap ada dalam pelukan ibunya! Barangkali dia butuh minum sewaktu-waktu.""Baiklah, aku mengerti! Kalau begitu, bungkus dia dengan kain yang lebih tebal lagi! Udara sedingin ini bisa bikin dia mati membeku kalau tak dihangatkan!" kata Baraka."Sebaiknya kita teruskan perjalanan, supaya sampai di pesanggrahan masih ada sisa matahari!" kata Sulasih yang membawa kain pembungkus pakaian-pakaian bayi."Aku setuju," jawab Bunga Bernyawa. "Terlalu lama beristirahat bisa bikin urat-urat kita kaku membeku!"Maka, mereka pun kembali teruskan langkah menyusuri tebing. Tanpa diduga-duga, sebuah benda melesat dari arah belakang mereka. Sebatang ranting kering berukuran kecil menghantam punggung Mayang Suri.Deggg..
"Setan Kudis! Aku adalah paman dari bayi Mayang Suri!""Kau bukan paman, Laksamana! Kau adalah iblis bagi bayi itu!""Rupanya kau bocah ingusan yang tak mau turuti nasihat orang tua, hah! Bagus! Dengan begitu aku tak segan-segan membunuhmu!""Apakah kau akan menyambung pedangmu lagi, Laksamana Cho!" sindir Baraka sambil sunggingkan senyum mengejek. Laksamana Cho tak bisa tahan amarah lagi. Maka dengan cepat ia angkat tangannya ke atas kepala, kemudian ia sentakkan kedua tangan itu ke depan bagai mencakar udara secara bersamaan.Wrusss...!Percikan bintang-bintang hijau menebar dalam kecepatan laju mengarah kepada Pendekar Kera Sakti. Kecepatannya itu sangat tinggi, sehingga Baraka hanya bisa menghindar dalam satu lompatan ke samping seperti seekor kera yang sedang melompat.Percikan bintang hijau itu melesat di depan Pendekar Kera Sakti, lalu Sulingnya dihadangkan. Percikan bintang mengenai Suling Naga Krishna.Zrriipp...!Kali
Bunga Bernyawa memandang Baraka setelah sampai sekian lama Baraka tidak kasih jawaban apa-apa. Baraka bahkan menggaruk kepalanya. Santai sekali caranya menanggapi ancaman Pawang Jenazah. Hal ini membuat Pawang Jenazah semakin garang."Kuhitung tiga kali kalau kau tidak mau serahkan perempuan itu, bayi ini kulemparkan ke jurang!" gertak Pawang Jenazah, sementara itu sang bayi masih tetap menangis memilukan hati."Untuk apa kau kehendaki perempuan ini!" tanya Baraka kalem."Dia harus mati juga, karena dia gundiknya Laksamana Cho!""Dia sudah bukan gundiknya lagi! Dia justru menjadi orang yang menentang kekejian Laksamana Cho Yung!""Aku tahu! Tapi saat Laksamana Cho Yung membunuh anak dan istriku, perempuan itu masih menjadi istri gelapnya!""Apakah dia ikut andil membunuh anak dan istrimu!""Memang tidak! Tapi dia adalah bagian dari Cho, karenanya tak akan kubiarkan satu pun orangnya Laksamana Cho Yung yang bisa hidup!""Kau tak
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak