Ruangan itu menjadi terang, tapi tetap tak bisa terlihat dari luar rumah cahaya terangnya itu. "Siapa penghuni kamar ini?" pikir Pendekar Kera Sakti sambil melangkah memeriksa seluruh ruangan Rumah Busuk itu. "Tak mungkin kamar itu bersih dengan sendirinya jika tidak ada penghuninya! Pasti ada orang yang bersembunyi di kamar itu, entah sudah berapa lama! Apa yang dilakukan orang itu selama bersembunyi di rumah yang terkesan angker ini, tak bisa kuterka. Tak ada tanda-tanda bekas makanan, berarti kamar itu tidak digunakan untuk makan. Tak ada tanda-tanda bekas gempuran, berarti kamar itu tidak dipakai untuk berlatih silat! Dan tak kucium bau wewangian, berarti tempat itu tidak dipakai untuk bermesraan! Lalu, ke mana orang yang menghuni kamar itu sekarang ini? Aku mau minta izin untuk menempatinya beberapa saat!"
Berulang kali Baraka mengelilingi Rumah Busuk itu untuk mencari seseorang yang diduga menjadi penghuni kamar bersih itu, tapi ia tidak temukan apa-apa, kecuali seekor
Tapi tiba-tiba tubuh gadis itu bagaikan terbang, ia melesat ke arah Pendekar Kera Sakti dengan sentakan kedua tangannya pada dinding, ia memekik saat menyerang terbang, "Hiaaat...!"Sambil terbang, tangannya bergerak-gerak cepat memainkan jurus aneh yang sulit diikuti pandangan mata Pendekar Kera Sakti. Agaknya jurus itu cukup handal dan akan mencelakakan jiwa Pendekar Kera Sakti jika tidak segera menghindar. Maka, Pendekar Kera Sakti pun cepat menghindar dengan cara menggulingkan badan ke lantai dua kali.Wutt, wutt...!Gerakan terbang cepat itu tak mengenai sasarannya. Akibatnya, tubuh yang terbang itu membentur dinding yang tadinya dipunggungi oleh Baraka.Brukk...!"Auh...!" gadis itu memekik karena tubuhnya bagai dihajarkan pada dinding, ia jatuh setelah itu dan menyeringai kesakitan. Keningnya diusap-usap karena terasa sakit diadu dengan dinding.Pendekar Kera Sakti tertawa pelan melihat kejadian tersebut, ia dapat membayangkan alangka
TIDAK SETEGA itu Pendekar Kera Sakti terhadap gadis bersumpit emas. Meninggalkan sendirian di Rumah Busuk merupakan tindakan yang tergolong keji, karena sama saja menyiksa hati yang dicekam perasaan takut terhadap hantu-hantu Rumah Busuk. Tetapi agaknya gadis itu bukan seorang yang mudah menyerah. Setelah ia dibebaskan totokannya oleh Pendekar Kera Sakti, ia kembali menyerang dengan berbagai jurus, ia tetap mencurigai Baraka sebagai komplotan Pawang Jenazah.Sampai pada kejap berikutnya, Pendekar Kera Sakti berhasil menangkap tangan gadis itu yang hendak memukulnya dari belakang. Tangan itu ditariknya hingga tak sengaja gadis itu telah memeluk Pendekar Kera Sakti.Baraka sengaja menjebaknya begitu, sehingga gadis berkulit putih itu menjadi merah wajahnya karena malu. Baraka menertawakannya, si gadis bertambah garang. Kemudian ia menyerang Pendekar Kera Sakti dengan pukulan bercahaya kuning lagi. Tetapi cahaya kuning itu memantul balik setelah ditangkis oleh Pendekar Ke
Gadis itu menarik napas dan penuhi rongga dadanya dengan udara. Kejap berikut itu lepaskan napas itu bagai ingin melegakan sesuatu yang mengganjal di dalam dadanya, ia lemparkan pandang matanya kepada Baraka beberapa saat lamanya, ia biarkan Pendekar Kera Sakti pun menatapnya dalam jarak tiga langkah dari tempatnya berdiri, kemudian ia merasa ada debaran kuat di dalam hatinya yang memaksa pandang matanya harus dilempar jauh-jauh, tak berani terlalu lama menatap sorot mata pemuda tampan itu.Kejap lanjutnya lagi, terdengar suaranya yang bening kecil dan berkesan manja itu ucapkan kata, "Namaku Bunga Bernyawa."Sekalipun hanya pendek saja ucapan tersebut, namun cukup membuat Pendekar Kera Sakti sunggingkan senyum kelegaan. Bahkan Baraka mengulang nama itu dengan perasaan kagum."Bunga Bernyawa. Hmmm... indah sekali nama itu. Tapi aku yakin itu nama julukan saja.""Ya. Ayahku yang menjuluki aku dengan nama Bunga Bernyawa!""Siapa ayahmu?""Kais
Terdengar gumam kecil dari mulut Pendekar Kera Sakti yang terkatup sejak mendengarkan penjelasan itu. Kemudian Pendekar Kera Sakti garuk-garuk kepalanya beberapa kali. Saat itu terdengar Bunga Bernyawa melanjutkah kata-kata, "Aku tak tega untuk menculik bayi itu, karenanya aku pulang bersama rombongan. Aku ingin ajukan alasan lain agar bukan aku yang ditugaskan menculik bayi tersebut. Tapi di tengah jalan, rombonganku diserang oleh orang-orang berkuda. Aku tertotok dari jarak jauh dan lumpuh sekujur tubuhku. Namun orang-orang berkuda itu bisa dibuat lari oleh anak buahku atau orang-orang yang ditugaskan mengawalku itu. Tapi mereka tak bisa melepaskan totokan yang membuatku lumpuh di dalam tandu. Sampai suatu saat kami melewati jalan dekat kuburan, dan mayat-mayat itu bangkit menyerang kami dengan liar. Aku masih bisa melihat pengawalku jatuh tunggang-langgang tak bernyawa lagi karena serangan mayat-mayat ganas itu. Tetapi tiba-tiba kepalaku terasa membentur sebuah benda keras, yang
Bunga Bernyawa sunggingkan senyum manisnya. Jantung Baraka menjadi berdetak kencang. Resah menjerat jiwa saat Bunga Bernyawa ucapkan kata, "Sayang sekali tak selamanya kau mau menjaga hatiku. O, ya... siapa namamu, Pendekar tampan?""Baraka...!""Oh, nama sederhana yang mudah diingat namun juga mudah dilupakan. Aku tak tahu harus pilih yang mana, mengingat atau melupakan?""Kusarankan untuk memilih melupakan saja! Biar hatimu tidak gelisah seperti malam ini!"Semburat merah wajah cantik itu. Seperti pencuri yang ketahuan sedang sembunyikan barang curiannya di balik baju. Bunga Bernyawa malu karena Pendekar Kera Sakti mengetahui kegelisahannya, tapi ia bersikap tetap sembunyi rasa.Bunga Bernyawa tersenyum. Cantik sekali. Darah muda Baraka kontan berdesir aneh. Ditatapnya wajah Bunga Bernyawa tanpa bosan. Bila hal ini terjadi beberapa waktu yang lalu. Sudah pasti, Baraka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Karena memang sudah watak Baraka untu
LIMA Orang berambut kepang satu panjang itu mengenakan topi persegi khas topi perwira pasukan Cina. Orang itu berkumis hitam, melengkung ke bawah bagai ingin memagari bibirnya. Jenggotnya pendek dan tipis. Usianya sekitar lima puluh tahun. Pakaiannya dari bahan sejenis satin berkilap warna biru muda dengan celana putih. Baju birunya itu berlengan panjang dengan lis merah mengkilap juga. Baju itu dirangkap dengan jubah tanpa lengan warna merah darah berhias sulaman benang emas bergambar naga bersayap. Siapa lagi orang berwajah keji dan berkesan galak itu jika bukan Laksamana Cho Yung, raja di atas kapal bertiang layar tiga itu.Matanya yang sipit itu memandang tajam kepada dua orang di hadapannya yang tundukan kepala dengan rasa takut dan hormat. Kedua orang itu adalah Perwira Loyang dan Jowala, si baju kuning yang saat bertemu dengan Baraka tak mau turun dari punggung kuda."Memalukan sekali! Seorang perwira kapal semegah ini tak becus mengalahkan bocah ingusan seperti
"Bukan takut, tapi jijik! Aku tak bisa menyentuh kulit orang yang hidupnya bergaul akrab dengan mayat-mayat hidup itu! Jijik sekali!""Sudah jangan banyak dalih! Hadapi mereka dan habisi sekarang juga!" bentak Perwira Loyang dengan galak, ia memang selalu tampil galak jika di belakang Laksamana Cho Yung. Tapi jika ada di depan Laksamana Cho Yung, kegalakannya itu bagai lenyap tanpa bekas.Sengaja Perwira Loyang mencari tempat teduh. Semilir angin dinikmatinya dengan santai sekali. Sementara matanya sesekali memandang ke arah kira-kira sepuluh tombak lebih, di mana terjadi pertarungan antara ketiga anak buahnya melawan lima orang anak buah Pawang Jenazah. Sesekali Perwira Loyang melepaskan tawa terkekeh-kekeh melihat lawannya dibuat berjungkir balik oleh Jowala atau Rompa.Pedang dan golok anak buah Perwira Loyang berkelebat cepat dan memenggal beberapa kepala lawan. Yang sudah terlihat jelas menggelinding adalah dua kepala lawan. Kepala itu terpental saat dipeng
Kemudian, Perwira Loyang serukan suaranya, "Gadra...! Ada apa di sana! Kau baik-baik saja, bukan!"Tak ada jawaban yang terdengar. Sepi tetap sunyi, dan hati Perwira Loyang menjadi makin jengkel karena waswas, ia menggerutu sendiri dengan suara lepas."Dasar orang bisu!"Tanpa senjata apa pun, Perwira Loyang masih bersiap menunggu lawan di tempat. Badannya memutar ke sana-sini, takut ada serangan mendadak dari penyerang gelap, ia sempat melirik mayat Rompa, lalu timbul gagasan untuk mencabut pisau ukuran sejengkal dari dada mayat Rompa. Pisau itu akan digunakan untuk melempar atau menyerang siapa pun yang tahu-tahu menyerangnya dari belakang.Sunyinya hutan kembali dirobek oleh suara jeritan yang memanjang."Aaaa...!"Dalam hati Perwira Loyang berkata dalam keluh."Wah, itu suara Jowala! Apakah dia dalam bahaya" Oh, sebaiknya aku segera mencari Jowala ke arah kiri sana!"Baru saja Perwira Loyang mau bergerak pergi tinggalkan te
Trangg, Trangg..! Wuutt! Wuutt! Trangg...! Breett...!Selama perpaduan pedang di udara, percikan bunga api terlihat jelas bagi siapapun yang menyaksikan pertarungan itu. Tapi kecepatan gerak pedang keduanya tak bisa dilihat jelas oleh setiap orang. Hanya mereka yang terbiasa melihat kecepatan gerak pedang seperti itu saja yang bisa menyaksikannya, seperti Kusuma Sumi dan Pita Biru.Dalam sekejap mereka sudah berpindah tempat saat kaki mendarat. Tapi keduanya masih tegak berdiri dengan kaki merenggang kokoh. Rlndu Malam menggenggam pedangnya dengan satu tangan, tubuhnya tetap tanpa luka dan cidera apapun. Tapi Dewa Rayu yang juga tanpa luka sedikit pun itu sempat merasa malu karena sabuk kain pengikat celana dan tali celananya putus oleh sabetan pedang Rindu Malam. Celana itu sempat melorot sedikit ketika ia menapakkan kaki ditanah, lalu buru-buru dicekal dengan tangan kirinya."Ih...!" Dewa Rayu celingukan, malu sekali. Suara yang mengikik datang dari arah Pita
“Siapa kau sebenarnya?" tanya Rindu Malam dengan menahan hati berdebar-debar."Aku yang berjuluk Dewa Rayu!""Dewa Rayu?!" gumam lirih Kusuma Sumi yang tak berbarengan dengan gumam Pita Biru. Akibatnya Rindu Malam melirik ke arah mereka. Keduanya sama-sama malu ditahan karena gumaman tadi bernada kagum.“Namaku sebenarnya adalah Aryawinuda, Putra Raja Pengging yang dibuang oleh Ibu tiriku sejak usia delapan tahun."“Kasihan!" desah Pita Biru. Karena jaraknya amat dekat dengan Kusuma Sumi, maka tulang kakinya terkena tendangan kecil Kusuma Sumi yang menyuruhnya diam dengan isyarat kaki. Pita Biru menggerutu sambil mendesis sakit.Dewa Rayu kembali berkata dengan Suaranya yang berkharisma, “Aku dirawat oleh Paman Patih Janursulung, dan kemudian minggat dari Istana bersamaku dan akhirnya menjadi seorang resi di Bukit Karangapus"Tiga wajah cantik bungkam, bagaikan terkesima oleh cerita si tampan bermata bening itu. Rindu
"Sayang sekali sewaktu Baraka ada di tempat kita, aku dan Pita Biru sedang menjalankan tugas ke Pulau Gayung, sehingga aku dan Pita Biru tidak melihat seperti apa ketampannya.” Desah resah Kesuma Sumi"Sudah, sudah..., jangan bicara soal ketampanannya. Nanti kalian terkulai lemas membayangkannya!" sergah Rindu Malam. "Sebaiknya kita pergi temui Sumbaruni di pantai semberani!""Apakah Sumbaruni alias Pelangi Sutera itu mengenal Pendekar Kera Sakti?!"Rindu Malam menjawab dengan mulut runcing, "Bukan hanya kenal, tapi juga jatuh cinta kepada Pendekar Kera Sakti!"Kesuma Sumi menyahut. "Kalau begitu, ku rasa Pendekar tampan itu sedang terlena dalam pelukan Sumbaruni!?"Rindu Malam tarik napas dalam-dalam, karena masih ada sisa kecemburuan yang bikin dia deg-deg-an. Betapa pun juga ia harus bisa sisa kecemburuan itu karena takut melanggar peringatan dari ratunya."Jangan bayangkan dia ada dalam pelukan Sumbaruni. Bayangkan saja dia ada dal
Dari semadi yang dilakukannya, Ratu Asmaradani mendapatkan petunjuk kalau kalau Baraka adalah sang pewaris para dewa. Maka, Ratu Asmaradani pun mengirim ilmu 'merambah bhatin' untuk hadir ke alam mimpi Baraka. Tetapi sudah beberapa kali hal itu dilakukan, ternyata Baraka belum datang juga. Terpaksa tiga utusan diperintahkan mencari Pendekar tampan yang namanya sering menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan itu. Sebab Ratu Asmaradani curiga, pasti ada kesulitan yang di alami Baraka sehingga pemuda itu tidak bisa datang ke negeri Samudera Kencana. Karenanya, sang Ratu berpesan kepada Rindu Malam, jika ada sesuatu yang menyulitkan sang Pendekar Kera Sakti, Rindu Malam bergegas membantu melepaskan si Pendekar tampan itu dari kesulitan tersebut. Kesulitan apa yang dihadapi Baraka sebenarnya?Titik pangkal kesulitan itu terletak pada hilangnya Pedang Kayu Petir yang sebenarnya sudah ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu namun pedang tersebut jatuh k
Kapak bergagang panjang dicabut dari selipan sabuk, lalu tubuh Roh Gepuk berkelebat menerjang Pita Biru. Tapi mendadak tubuh itu terpental ke samping. Baru saja melompat belum jauh dari tempat, sebuah pukulan jarak jauh tanpa sinar dilepaskan dari tangan Kusuma Sumi. Roh Gepuk terpekik pendek. Lalu jatuh tak tentu keseimbangan.Pita Biru memandang Kusuma Sumi dengan sikap masih berdiri tegak dan kedua kaki sedikit merenggang. Saat itu Kusuma Sumi segera melangkah maju dan berkata dengan tegas. “yang ini biar kutangani, mundurlah!”Pita Biru segera melompat ke samping. Kejap berikut sudah berdiri tak jauh dari Rindu Malam, yang bersidekap dengan tenang di bawah pohon. Dan ketika Roh Gepuk bangkit kembali, ia terkesiap melihat lawannya sudah berganti pakaian. Tapi segera sadar, bahwa lawannya bukan berganti pakaian, tetapi berganti orang.“Kau yang akan menggantikan nyawa temanmu itu untuk menebus nyawa temanku, ha?!”Kusuma Sumi dia
“Ya, kami tahu. Tapi Nila Cendani sudah mati, kabarnya dibunuh Pendekar Kera Sakti. Entah benar atau tidak, kami tidak ikut terbunuh waktu itu. Tapi kami tahu, Ratu Samudera Kencana pernah terlibat bentrokan dengan Nila Cendani dan mengejarnya sampai ke Teluk Sumbing. Tentunya ratumu tahu dimana Teluk itu berada. Tentu ratumu pun tahu bahwa disana terpendam harta karun rampasan Nila Cendani semasa menjadi ketua Rompak Samudera. Dan tentunya sebagai anak buah Ratu Asmaradani, kalian juga diberitahu letak Teluk itu, untuk sewaktu-waktu menggali harta karun disana”.“Ratu kami tidak pernah memikirkan harta yang bukan miliknya. Kami sudah cukup kaya tanpa merampas harta yang bukan milik kami!” Kata Rindu Malam.Roh Gepuk segera menyahut, “Begini saja nona-nona cantik. Aku akan membuka sayembara. Barang siapa di antara kalian ada yang bisa menyebutkan dimana letak Teluk Sumbing. Akan mendapat hadiah dikawinkan dengan temanku ini, si Cucur Sangi
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p