Gemetar sekujur tubuh Baraka mendengar nama Eyang Purbapati dan Nini Galih adalah kakek dan neneknya Siluman Selaksa Nyawa. Padahal Eyang Purbapati dan Nini Galih adalah gurunya si Setan Bodong dan Dewi Pedang. Sedangkan Pendekar Kera Sakti adalah murid dari Setan Bodong. Tapi selama menjadi murid mereka, Baraka tidak pernah mendengar cerita tentang kutukan hidup sesat dari Eyang Purbapati kepada Rawana Baka. Apakah si Setan Bodong merahasiakannya, atau memang tidak tahu? Jika si Setan Bodong tidak tahu, mengapa Hantu Laut yang sebagai budak Kapal Neraka, orang bawahannya Tapak Baja, bisa mengetahui urutan silsilah tersebut? Mengapa Hantu Laut bisa hafal semua nama dan kejadian leluhur Siluman Selaksa Nyawa? Benarkah ia mampu mengingat segala yang pernah didengarnya dari Begawan Sangga Mega?
Hantu Laut berdebar cemas ketika Pendekar Kera Sakti melangkahkan kaki mendekatinya. Kemudian Pendekar Kera Sakti menepuk-nepuk pundak Hantu Laut sambil ucapkan kata, "Lupakan tentang sik
Baraka ucapkan kata lagi kepada Hantu Laut, "Seharusnya kau memang menjalani hukuman mati karena dosamu terlalu banyak. Tapi menurutku, lebih baik mati kejahatanmu daripada mati jiwamu. Karena mati jiwa tidak bisa menebus dosa, tapi mati kejahatanmu bisa membuatmu punya kesempatan menebus dosa! Dan sekarang ini kau sebenarnya sedang menjalani hukuman dari dosamu, yaitu menjadi pembela kebenaran dan pelindung kebaikan, itulah hukuman yang harus kau jalani seumur hidupmu, Hantu Laut!"Belum selesai Pendekar Kera Sakti bicara, perahunya kembali terasa diguncangkan oleh suatu kekuatan tenaga dalam yang membuat ketiga orang itu hampir terlempar ke laut. Baraka cepat perintahkan kepada Dewa Racun."Lacak suara yang ada di sekitar sini, Dewa Racun!"Maka, Dewa Racun yang punya keahlian menyadap pembicaraan dari jarak jauh itu segera pejamkan mata dan kedua telunjuknya menekan pelipis kanan kiri. Si kerdil berpakaian putih bulu itu berdiam diri beberapa saat. Kejap beri
"Pulau apa ini namanya, Dewa Racun?"Hantu Laut yang ada di belakang Baraka menyahut, "Namanya Pulau Padang Peluh!"Pendekar Kera Sakti palingkan wajah kepada Hantu Laut, "Kau pernah datang ke pulau ini?""Ya. Sewaktu mengantar pertarungan Tapak Baja dengan Nagadipa, murid Iblis Pulau Bangkai. Tapak Baja berhasil hancurkan Nagadipa hanya dengan tiga jurus.""O, jadi Nagadipa telah mati?""Mungkin saja mati," jawab Hantu Laut. "Sebab, sebelum jelas kematiannya, Nagadipa telah diserobot oleh tokoh tua yang punya ilmu lebih tinggi dari Tapak Baja, lalu Nagadipa dibawanya lari. Tapi menurut Tapak Baja, lawannya itu pasti mati karena ia menyebarkan racun ganas di dalam tubuh Nagadipa!"Tertegun Baraka mendengar kabar itu. Ia sangat kenal dengan Nagadipa, karena orang itu memang musuhnya. Nagadipa sebenarnya musuh bebuyutan Setan Bodong, Guru-nya Pendekar Kera Sakti. Nagadipa selalu berusaha membalas kematian gurunya Iblis Pulau Bangkai, yang dika
"Ya, aku tahu. Tapi mengapa dia bilang bicala dua kali!"Dayang Selatan cepat serukan kata, "Hantu Laut, katakan di mana Dadung Amuk belada!""Aku sudah katakan tadi, Dayang Selatan!""Katakan yang sebenalnya!" bentak Dayang Selatan. Hantu Laut kebingungan, ia memandang ke arah Pendekar Kera Sakti, tapi waktu itu Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun sedang kasak-kusuk."Sebenalnya! Maksudnya, sebenalnya!""Diii... dia... dia ternyata cadel! Tak bisa sebutkan huruf 'R'.""Tapi mengapa baru sekarang dia cadel? Sejak tadi bicaranya lancar-lancar saja. Namaku saja disebutnya dengan lancar""Kar... kar... karena omongannya sejak tadi tidak memakai huruf 'R'. Dia bisa hindari huruf 'R', sehingga tak kelihatan cadelnya! Tapi aku bingung juga, kenapa menyebut namamu dia tidak cadel""Tunggu, aku sepertinya pernah bertemu dengan tokoh cadel. Hmmm... kalau tak salah ingatanku, Peri Malam pernah punya guru yang cadel bicaranya, yaitu Mawar
Anak buah Tua Rakus bermaksud menghancurkan perahu layar hijau, tetapi usaha mereka selalu dapat digagalkan. Dan satu hal yang membuat Dewa Racun, Hantu Laut, serta Baraka terheran-heran adalah kemunculan lawan Tua Rakus dari perahu layar hijau.Ternyata bukan sosok Dadung Amuk seperti dugaan Hantu Laut, melainkan dua anak muda kembar rupa, yaitu Doma Damu. Mereka menggunakan perahu milik Dadung Amuk dalam perjalanan menuju Pulau Beliung. Tetapi bertemu dengan kapal Bajak Naga di perjalanan dan terjadilah pertempuran itu, sebab kapal Bajak Naga memang bermusuhan dengan kapal Siluman Selaksa Nyawa. Entah apa yang menyulut api pertarungan lebih dulu, yang jelas mereka bertarung dengan sengit, walau dengan jumlah tak seimbang, dua melawan lebih dari sepuluh."Siapa dua anak kembar itu?" tanya Pendekar Kera Sakti kepada Dewa Racun. Tetapi, Hantu Laut yang segera beri jawaban, "Mereka Doma dan Damu, pengawal pribadi sang ketua yang ilmunya paling tinggi dari sekian banyak a
“Dengan dibekali pusaka saja, sudah menandakan ciri yang amat penting dari tugas yang diembannya, apalagi sekarang yang turun tangan adalah Doma Damu sendiri, itu berarti ada tugas yang maha penting dari seluruh tugas lainnya!"Percakapan mereka terhenti karena melihat Doma semburkan api panas membara kepada salah seorang anak buah Tua Rakus. Orang tersebut menjadi terbakar sekujur tubuhnya dan berteriak-teriak kelimpungan.Walau sudah merendam dalam air laut, tapi nyala api masih berkobar, ia akhirnya mati hangus seperti empat orang lainnya."Bah... bah... bahhh... bahaya sekali! Bahaya sekali mulut kedua anak kembar itu!" kata Dewa Racun entah kepada siapa.Kini tinggal empat orang berdiri menghadapi Doma dan Damu. Mereka adalah Raja Tebas, Wisoguno, Dampu Samak, dan Tua Rakus sendiri. Mereka menghentikan pertarungan sejenak, karena Tua Rakus serukan kata kepada ketiga orangnya yang tersisa,"Mundur kalian! Munduuur...!"Tua Rakus be
"Heaaat...!" Wisoguno bersalto di udara sambil kibaskan senjata goloknya yang lebar itu. Tapi Damu yang diserangnya bersalto mundur dua kali, kemudian dengan lutut merendah satu ke tanah Damu sentakkan cerminnya dan dari cermin itu keluar sinar hijau bertubi-tubi. Hantaman terlihat jelas ke tubuh Wisoguno. Sinar hijau itu membungkus Wisoguno yang telah mendaratkan kakinya di atas sebuah batu. Sinar hijau itu membuat si Wisoguno tidak bisa bergerak maupun berteriak.Kejap berikut, sinar hijau itu lenyap. Tapi Wisoguno telah menjadi putih bagai diliputi salju. Salju itu makin lama makin mencair bersama hilangnya bentuk wujud Wisoguno. Di sisi lain, Tua Rakus berhasil menghantamkan pukulannya ke arah dada Doma. Dada itu menjadi berasap dan Doma jatuh dengan tubuh kejang-kejang.Sebelum menghembuskan napas terakhir, saudara kembarnya segera melompati tubuh Doma. Kejap lainnya, Doma kembali bangkit berdiri dalam keadaan segar seperti semula, ia berdiri berdampingan dengan D
"O, benar! Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak perlu jauh-jauh memburunya, ternyata dia ada di sini!""Mungkin sedang mencari tempat untuk perlindungan diri sewaktu-waktu ia terdesak oleh kita!""Cepat, kejar dia sebelum mencapai perahunya!"Hantu Laut semakin ketakutan melihat Doma Damu mengejarnya. Dewa Racun menggeram gemas sambil pukulkan tangannya ke paha."Bod...! Boood...! Bodoh! Bodoh amat anak itu!""Cepat kita bertindak, dia dalam bahaya!" kata Pendekar Kera Sakti sambil lebih dulu melesat, lalu Dewa Racun menyusulnya.Gerakan lari Doma Damu pun cukup cepat. Dalam waktu singkat keduanya sudah sampai di belakang Hantu Laut. Damu berseru, "Berhenti! Atau kusembur kau dengan 'Bromo Seribu Api'!"Mendengar jurus 'Bromo Seribu Api' yang amat ganas itu disebutkan, Hantu Laut pun cepat hentikan langkahnya, ia merasa tak akan mungkin bisa berlari jauh jika 'Bromo Seribu Api' itu telah disemburkan. Karena sifat jurus 'Bromo Seribu Api'
"Tahan semua serangan!" seru Baraka, baik ditujukan kepada kedua temannya maupun kepada kedua lawannya. Ia bermaksud membicarakan masalah itu secara baik-baik, tanpa melalui pertarungan.Buat kedua teman Pendekar Kera Sakti hal itu bisa diterima, tapi bagi kedua musuh kembarnya, hal itu tak bisa diterima. Damu segera sentakkan cermin ke atas dan keluarkan sinar hijau ke arah Baraka, sedangkan Doma juga sentakkan cerminnya ke atas dan memantulkan sinar merah menyerang Pendekar Kera Sakti. Pendekar Kera Sakti agak kebingungan menghindarinya. Tubuhnya limbung ke kanan dan ke kiri seperti kera yang sedang menari. Tapi dalam kejap berikutnya ia sudah terpental terbang ke atas dan bersalto dua kali ke arah depan hingga melintasi kepala Hantu Laut. Dua sinar itu menghantam batu, dan batu setinggi dua tombak itu hancur menjadi kepingan-kepingan salju."Cepat sembunyi!" sentak Baraka kepada Hantu Laut. Maka dengan lompatan kuatnya, Hantu Laut mencapai celah dua batu besar. Pend
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l
Tubuh Pangkas Caling tak kelihatan setelah terjadi kilatan cahaya terang warna ungu akibat benturan tadi. Tubuh kedua pendeta itu terjungkal lima langkah dari jarak tempat berdiri mereka tadi. Hidung mereka sama-sama keluarkan darah, dan wajah mereka sama-sama menjadi pucat. Mereka sendiri tak sangka kalau akan terjadi ledakan sedahsyat itu."Jantung Dewa, apakah kita masih hidup atau sudah di nirwana?""Kukira kita masih ada di bumi, Mata Lima," jawab Pendeta Jantung Dewa dengan suara berat dan napas sesak. Getaran bumi terhenti, angin membadai hilang. Gemuruh bebatuan yang longsor bersama tanahnya pun tinggal sisanya. Kedua pendeta itu sudah tegak berdiri walau sesak napasnya belum teratasi. Tapi pandangan mata para orang tua itu sudah cukup terang untuk memandang alam sekitarnya.Pada waktu itu, keadaan Rajang Lebong yang sudah mati ternyata bisa bernapas dan bangkit lagi. Sebab sebelum Pangkas Caling menyerang, terlebih dulu meludahi wajah Rajang Lebong. Tet
Bersalto di udara dua kali masih merupakan kelincahan yang dimiliki orang setua dia. Kini keduanya sudah kembali mendarat di tanah dan langsung menghadang lawannya, tak pedulikan sinar kuning tadi kenai pohon itu langsung kering dari pucuk sampai akarnya."Rajang Lebong dan Pangkas Caling, mau apa kalian menyerang kami!" tegur Pendeta Jantung Dewa dengan kalem. Senyum Pangkas Caling diperlihatkan kesinisannya, tapi bagi Pendeta Jantung Dewa, yang dipamerkan adalah dua gigi taring yang sedikit lebih panjang dari barisan gigi lainnya. Pangkas Caling menyeringai mirip hantu tersipu malu.Sekalipun yang menyeringai Pangkas Caling, tapi yang bicara adalah Rajang Lebong yang punya badan agak gemuk, bersenjata golok lengkung terselip di depan perutnya. Beda dengan Pangkas Caling yang bersenjata parang panjang di pinggang kirinya."Kulihat kalian berdua tadi ada di Bukit Lajang!""Memang benar!" jawab Pendeta Jantung Dewa. Tegas dan jujur."Tentunya kalian