Tetapi sebelum bayangan ular kobra itu mendekatinya, Baraka sudah lebih dulu meraih suling pusakanya dan memutar Suling Naga Krishna-nya ke depan, lalu bayangan merah seekor ular kobra itu ditangkisnya dengan senjata mustikanya itu.
Trangngng...!
Terdengar seperti suara besi bolong yang dihantam besi padat saat bayangan seekor kobra mematuk batang seruling. Bayangan merah itu berbalik arah, bahkan kini menjadi tiga bayangan ular kobra melesat menuju kepada pemiliknya.
Wesss... wess... wess...!
Dadung Amuk belalakkan matanya lebar-lebar. Kaget melihat bayangan merah tiga ekor ular kobra menuju ke arahnya. Cepat-cepat ia sentakkan kedua telapak tangannya dari bawah ke atas dengan sedikit merendahkan kedua kaki yang merenggang kokoh itu.
Wuusss...!
Pukulan dari atas ke bawah itu membuat bayangan tiga ekor ular kobra menjadi nyala api sekejap. Lalu, padam dan tinggal kepulan asapnya saja. Kepulan asap itu cepat menghilang ditiup angin. Mulut Dad
Pendekar Kera Sakti perdengarkan tawa kecil berkesan meremehkan. Dadung Amuk tetap bermata nanar, penuh nafsu membunuh tapi tak berani lakukan karena pertimbangan ilmu Baraka yang dianggapnya sangat tinggi itu,"Mengapa kau tertawa? Apakah kau pernah mendengar nama itu?""Pernah atau tidak, itu urusanku, Dadung Amuk. Tapi tolong sampaikan kepada Rawana Baka, bahwa Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat tidak pantas menjadi kekasihnya,""Tunggu dulu!" sergah Dadung Amuk sambil maju dua tindak. "Kau menyebut nama asli ketuaku Rawana Baka. Apakah kau kenal dengan dia? Apakah kau tahu persis tentang dia?""Tentu saja aku tahu, karena dulu aku gurunya Rawana Baka. Dulu dia berguru denganku di Tibet.""Ooh... jad... jadi...?" Dadung Amuk mulai gentar karena dia tahu persis cerita tentang Siluman Selaksa Nyawa itu. Melihat lawannya mulai terpengaruh oleh kata-katanya, Baraka menambahkan bualannya, sekadar untuk menghindari pertumpahan darah. Sebab menurutn
Baraka tidak menjawab pertanyaan Dewa Racun, ia bahkan bergegas menghampiri Singo Bodong yang tampak kegirangan mau diajak pergi itu.Singo Bodong sendiri ajukan tanya, "Aku sudah diizinkan pergi oleh Ibu. Kita mau berangkat kapan? Sekarang?"Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Pendekar Kera Sakti. Tapi tangan Pendekar Kera Sakti segera tarik lengan Singo Bodong mendekati pohon, lalu berkata, "Coba kau peluk pohon itu pas di tempat yang hangus!""Apa-apaan ini, Baraka?""Lakukan saja kalau kau ingin ikut pergi denganku!""Baik. Baik! Kau tak perlu bentak aku!"Singo Bodong memeluk pohon tepat di bagian yang hangus oleh benturan tubuh Dadung Amuk tadi. Dan ternyata ukuran tubuh pas dengan bentuk bayangan manusia yang hangus di pohon itu."Cocok! Tak salah lagi!" gumam Pendekar Kera Sakti membuat Dewa Racun dan Singo Bodong menatapnya penuh keheranan."Ap... appp... apa maksudmu, Baraka!" tanya Dewa Racun."Aku habis be
"Hmmm... ya, ya... aakkk... aku... aku ingat. Orang itu yang menaruh kasih sayang padamu! Lantas, ada apa dengan dia?""Dddi... ddia... dia adalah....""Uts! Jangan ikut-ikutan latah!""O, ya. Maaf. Dia adalah kakak dari Hyun Jelita!""Hahh...!" Dewa Racun hentikan langkahnya, kaget dan terperangah dongakkan kepala, memandang Baraka."Kenapa kau terkejut? Aku tidak mendustaimu! Betari Ayu itulah yang diceritakan tentang 'Candra Badar' di dalam tubuh Hyun Jelita dan membuat nyai gustimu itu tidak bisa keluar ke mana-mana. Karena takut terbakar oleh sinar matahari, rembulan, bintang bahkan cahaya sinar kunang-kunang....""Jjja... jaaadi... jadi Betari Ayu itu adalah Nyai Guru Kumalawindu...!""Siapa itu Kumalawindu!""Kakak da... dari... Nyai Gusti Hyun Jelita!""Setahuku dia bernama Betari Ayu!""Itu nama julukannya! Kkka... kalau benar di... dia... kakak dari Nyai Gusti, berarti dia menyimpan Kitab Pusaka Wedar Ke
Mereka teruskan melangkah sambil mempertimbangkan arah. Singo Bodong bahkan sudah tidak kelihatan, jalannya tanpa berhenti sehingga bikin cemas Dewa Racun sendiri. Karena itu, Baraka memerintahkan Dewa Racun untuk mendahului langkahnya menyusul Singo Bodong agar tidak tersesat arah.Dalam kesendirian langkahnya itulah Baraka mempertimbangkan sikap yang harus diambil. Untuk mengalahkan Betari Ayu adalah hal yang mudah. Tapi Baraka tidak akan tega melawan Betari Ayu. Jangankan melukai kulitnya, melukai hatinya pun tak sampai hati. Haruskah kasih sayang yang terpendam itu dihancurkan oleh pertarungan untuk memperebutkan Kitab Pusaka Wedar Kesuma?Langkah Baraka kembali terhenti. Kali ini terhenti secara mendadak. Karena di depannya tiba-tiba muncul Singo Bodong berbaju komprang warna merah membawa tambang di pundaknya."Oh, kau belum pergi dari pulau ini, Dadung Amuk?""Hmmm... belum, Eyang Guru," Dadung Amuk menghormat karena menyangka Pendekar Kera Sakti g
Baraka memberi isyarat supaya orang tinggi besar itu duduk di dekatnya. Singo Bodong menurut bagaikan patuh pada segala perintah Baraka. Ia duduk di bongkahan batu yang ada di depan Pendekar Kera Sakti. Dewa Racun mendampinginya, dan melompat ke atas sebatang pohon berdahan lengkung ke bawah, hampir menyentuh tanah.Di dahan itu Dewa Racun duduk mendengarkan percakapan Baraka dengan Singo Bodong. Agaknya Pendekar Kera Sakti kali ini bersungguh-sungguh ingin mengorek keterangan dari Singo Bodong. Sore yang kian menua dibiarkan meredup menabur petang. Sebentar lagi bumi akan gelap, tapi Pendekar Kera Sakti tak pernah peduli dengan kegelapan bumi."Singo Bodong, ingat-ingatlah siapa dirimu sebenarnya! Benar-benarkah namamu Singo Bodong?""Dari dulu aku memang dipanggil Singo Bodong!" jawab orang berkumis yang tampangnya angker tapi bodoh itu."Siapa nama aslimu?""Sugali!""Mengapa kau disebut Singo Bodong?""Karena... hmmm... karena sew
Ia menuding Dewa Racun, yang membuat Dewa Racun sempat kaget dan cepat pasang kuda-kudanya."Itu nama bapakku! Rawana...! Tapi... Rawana siapa, ya?" pikir Singo Bodong.Baraka cepat menyahut."Rawana Baka...?""Nah, tepat!" Singo Bodong pekikkan suara dengan semangat. "Betul! Nama bapakku betul itu; Rawana Baka!"Tentu saja hal itu membuat Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun sama-sama terperangah bengong. Mereka saling pandang dengan mata menegang. Cukup lama Baraka dan Dewa Racun saling terkunci mulutnya sejak mendengar nama ayah dari Singo Bodong adalah Rawana Baka. Ini sesuatu yang sulit dipercaya oleh Baraka maupun Dewa Racun, karena Rawana Baka adalah nama asli Siluman Selaksa Nyawa."Apakah kau percaya dengan kata-katanya?"Baraka mencari tahu perasaan Dewa Racun. Dan si kerdil yang gagap itu menjawab, "Ag... ag... agak sangsi. Nama Dasamuka tid... tidak mirip nama Rawana Baka. Mungkin dia salah dengar atau salah ingat. Tak mungk
SISA cahaya purnama masih ada, membuat keadaan di pantai menjadi tampak benderang. Karena benderangnya cahaya itu, Baraka melihat sekelebat gerakan melesat dari arah hutan ke pantai. Kelebat gerakan itu berlari dari ujung sana mendekati tempat Baraka dan dua teman barunya itu duduk sebelum bergegas naik ke pohon besar itu.Dalam kilasan gerak yang lain, Baraka melihat seseorang mengejar cepat orang pertama. Baraka cepat colekkan tangannya ke lengan Dewa Racun dan Dewa Racun segera lemparkan pandang ke arah Pendekar Kera Sakti. Tanpa mendapat jawaban, Dewa Racun sudah mengerti apa yang dimaksud Baraka, maka ia pun ikut lemparkan pandang ke pantai.Dewa Racun berbisik, "Aaak... aku seperti pernah melihat perempuan itu!""Tentu saja. Dia adalah Selendang Maut, satu dari ketiga perempuan yang hadir di pertarungan Bukit Jagal tempo hari.""O, iiy... iya! Tapi ag.. agaknya dia sedang berusaha menghindari kejaran lawan. Dan... dan apa yang ada di tangannya itu!"
"Bahaya juga ini si bocah edan!" pikir Datuk Marah Gadai dengan menahan serangan berikutnya. Matanya yang sedikit sipit berkesan bengis itu menatap Pendekar Kera Sakti dengan tajam. Baraka hanya sunggingkan senyum kalem."Jangan ikut campur urusanku lagi, Pendekar Kera Sakti!" kata Selendang Maut dengan wajah merengut. "Biarkan aku mengurus diriku sendiri dan kau mengurus dirimu sendiri!"Selendang Maut mendekati Pendekar Kera Sakti dengan langkah tegasnya, ia berdiri di samping Pendekar Kera Sakti dengan pandangan benci, namun sebenarnya memendam cinta. Pendekar Kera Sakti tersenyum menatapnya, Selendang Maut mendengus menyambutnya, ia mencoba untuk tidak tertarik dengan senyuman Pendekar Kera Sakti yang tampan rupa itu."Kau tentunya sudah tahu kebusukanku saat di Bukit Jagal! Aku tak butuh sikap baikmu lagi! Jadi, kau tak perlu bantu aku dalam urusan ini!""Tenanglah...!" kata Pendekar Kera Sakti sambil menepuk pundak Selendang Maut. Tepukan pelan itu