Darah merah kehitam-hitaman mengalir dari dada Malaikat Bisu. Wajah tua tersebut mulai tampak pucat. Racun di ujung pedang telah menyebar ke seluruh tubuh dengan cepatnya. Malaikat Bisu berusaha keraskan semua urat untuk keluarkan tenaga intinya. Tenaga Inti itu disalurkan ke tongkat, sehingga ujung tongkatnya mempunyai kekuatan dahsyat untuk menghantam atau menyodok lawan dari jarak jauh. Tapi sayangnya sebelum hal itu dilakukan, Bunga Taring Liar sudah jauh lebih dulu menghujamkan pedangnya ke ulu hati Malaikat Bisu.
Jrrubb...!
"Bhheeerrg...! Bunga Taring Liar menggerang dengan mata mendelik liar, tampak ganas dan lebih buas dari Malaikat Bisu. Pedang yang menancap di ulu hati itu sampai tembus ke belakang, membuat Malaikat Bisu tak bisa memekik kecuali hanya membuka mulutnya dengan mata mendelik. Saat Malaikat Bisu meregang dengan sekarat, tiba-tiba Baraka mendapat serangan dari belakang berupa sinar hijau bening yang bergerak lurus.
Slappp...! Dess...!
<Kasihan sebetulnya, tapi apa boleh buat, Baraka sendiri nggak tahu sih kalau darah kemesraannya bisa bikin perempuan 'celeng' seumur hidup. Begonya Baraka, sampai saat ini dia masih belum sadar bahwa darahnya mengandung racun 'Penakluk Hawa'.Makanya Baraka sendiri nggak percaya dengan omongan Janda Keramat. Ia menyangka Janda Keramat sudah mengumbar cinta dengan pria lain. Walaupun si janda sudah sumpah sengotot mungkin, tapi Baraka nggak yakin. Habis wataknya si janda itu memang doyan lelaki sih. Mana mungkin dia akan betah hidup tanpa kemesraan lelaki. Begitu mendapat Baraka, sehingga kini ia pun berkata kepada Hapsari yang sudah mirip bisul mau pecah itu, "Aku nggak mau melayanimu lagi seperti dulu.""Baraka, jangan begitu!" rengeknya. "Mendekatlah kemari, Baraka. Aku benar-benar masih suci""Kupingmu itu yang suci," ujar Baraka setengah geli."Maksudku, selama aku nggak ketemu kamu, aku nggak pernah melayani lelaki manapun. Dilayani juga ngg
Tiba-tiba ketika Janda Keramat ada dalam jarak dekat dengan Baraka, matanya mengeluarkan sekilas cahaya merah kecil mirip kacang tanah.Claap...!"Eit, apa itu tadi!" Baraka kaget, dan lebih kaget lagi setelah ia jatuh terpuruk dalam keadaan duduk.Brruk...!"Lho, kenapa aku ini?" ucapnya bingung. Kepalanya masih tegak, tapi tangan dan kakinya seperti kehilangan tulang. Ia menjadi pendekar presto, berduri lunak kayak bandeng presto. Hanya tulang leher saja yang masih belum dilunakkan oleh Janda Keramat."Hei, kau apakah aku ini!"Janda Keramat tersenyum sinis. "Itulah yang kukatakan tadi sebagai jurus 'Lampah Lumpuh'. Kau akan kehilangan tenaga, urat dan semangat. Satu kali lagi kulepaskan jurus itu, maka lehermu tak bisa dipakai berdiri tegak seperti saat ini!""Apa maksudmu, Janda Keramat! Jangan gitu, ah! Ayo pulihkan lagi keadaanku, Hapsari sayang...!""Hemm... merayu! Kalau sudah gini baru berani merayu kamu, ya? Aku sudah
Keremangan cahaya rembulan menampakkan wajah cantiknya pucat. Tapi biar pucat, terlihat jelas bentuk bibirnya yang sensual, agak tebal namun indah. Sekali caplok pantang dilepaskan oleh lawan jenisnya. Baraka pun sempat berpikiran begitu. Padahal ia sendiri dalam keadaan bahaya, tapi sempat-sempatnya berpikir begitu.Perempuan itu mengenakan jubah tipis dari sutera warna hijau berbintik-bintik merah mengkilap. Pakaian itu menampakkan belahan dadanya yang membusung kencang, penuh tantangan. Dalam keadaan parah begitu mata Baraka masih sempat-sempatnya memandangi bagian ujung dada yang kelihatan berani itu. Dasar mata mesum, memang nggak boleh lihat barang begituan. Bawaannya kepingin menggasak habis aja Janda Keramat agaknya belum kenal dengan perempuan itu. Baraka pun masih merasa asing, karenanya ia menyimak jawaban perempuan itu ketika Janda Keramat bertanya dengan nada menyentak, "Siapa kau dan ada urusan apa tahu-tahu menyerangku, hah!""Kau lupa padaku, Hapsari? P
Batu itu pecah menjadi delapan bongkahan. Warna batu yang merah menjadi menyala berpijar merah, seperti batu dari dalam endapan lumpur lahar. Mengerikan sekali. Bau hangus tak sedap juga menyebar ke mana-mana."Heaat...!" Janda Keramat lompat kembali ke udara dalam gerakan salto. Tiba-tiba ia hinggap di atas payung dan melepaskan pukulan tenaga dalamnya ke arah bawah. Payung yang ditegak luruskan oleh pemiliknya itu cukup kuat menyangga tubuh Janda Keramat. Tapi sempat tersentak dalam guncangan kuat ketika sinar merah terlepas dari telapak tangan Janda Keramat.Blarrr...!Bunyi ledakan memecah keheningan malam. Payung itu guncang dan berasap, tapi tidak sampai rusak. Sedangkan tubuh Janda Keramat terlempar ke atas lebih tinggi lagi karena hentakan gelombang daya ledak yang memantul dari permukaan payung perak tersebut.Wuuttt...! Nyai Payung Cendana sedikit oleng ke kiri, tapi tak sampai jatuh.Melihat lawannya melenting di udara, ia segera lepaska
"Mengapa bukan kau saja yang menyerangnya, Widuri?""Ilmuku kalah tinggi dengan ilmunya Wulandita atau Ratu Cadar Jenazah. Kakakku pun kalah tinggi ilmunya. Dia mempunyai ilmu yang bernama' Aji Baja Geni', salah satu ilmu andalan utamanya.""Apa kehebatan 'Aji Baja Geni' itu?""Kebal senjata, kebal tenaga dalam apa pun. Jika ilmu itu dipakai, maka tangannya bisa menghanguskan barang apa saja yang dipegangnya. Hanya dipegang saja tanpa kekuatan apa-apa, sebatang pohon bisa hangus dari akar sampai pucuknya. Itulah kehebatan 'Aji Baja Geni'-nya Wulandita."Baraka manggut-manggut, menampakkan antusias sekali dengan penjelasan Payung Cendana. Perempuan itu tampak senang melihat sikap Baraka yang mendengarkan dengan serius apa yang dijelaskannya itu. Maka ia pun menyambung kata, "Tapi belakangan ini aku mendapat wangsit dari dewata yang menyebutkan, bahwa kelemahan 'Aji Baja Ge-ni' ada di pusarnya.""Pusarnya!" Baraka menggumam heran. Matanya memandang d
Payung Cendana sengaja berhenti bicara. Kenapa coba? Karena ada sesuatu yang mengganjal hatinya dan membuatnya takut meneruskan ucapannya. Namun bagi Baraka itu sesuatu yang menjengkelkan. Ia harus tahu apa kelanjutan ucapan itu supaya hatinya nggak penasaran, supaya kalau makan pun bisa habis banyak. Maka Baraka mendesak agar Payung Cendana mau teruskan kata-katanya..."Rasanya nggak ada yang perlu kau ketahui lagi tentang pribadiku.""Kalau kamu nggak mau teruskan ucapanmu, aku akan terjun ke bawah dan mati di lautan sana!""Terjunlah," kata Payung Cendana sambil sunggingkan senyum. Tapi Baraka toh nggak benar-benar berani terjun.Dia malah tersenyum dan berkata penuh kelembutan, "Kalau aku terjun, aku akan mati. Kalau aku mati, lalu siapa yang akan menangisi kematianku? Wanita mana yang akan merasa kehilangan diriku? Aku nggak mau, ah! Kecuali kalau memang ada wanita yang mau menangisi kematianku, mau merasa kehilangan diriku, maka aku akan terjun ke b
"Hanya ada enam jebakan di lorong itu. Semua jebakan bisa dihindari dengan tidak menginjak lantai berhias bunga putih. Karena lantai berhias bunga putih itu adalah kunci pembuka jebakan maut. Jangan diinjak, ya!" ujar Ki Parma Tumpeng kepada Baraka.Pesan itu diingat betul oleh Baraka. Maka ketika Baraka temukan lorong tersebut, ia sudah tahu bagaimana caranya masuk lorong. Letak lorong itu ada di celah tebing karang. Jalan menuju mulut lorong terhitung sempit. Hanya cukup untuk satu orang. Kanan-kirinya dinding tebing yang tinggi. Tak ada orang jualan apa-apa di sana.-o0o-Lorong itu sendiri juga bermulut kecil. Hanya cukup dimasuki satu orang dalam keadaan merundukkan kepala. Keadaan di dalamnya memang gelap, sebab nggak ada yang pasang patromaks di sana. Tapi Baraka sudah siapkan obor dari pelepah daun pepaya. Obor itu disulut dengan menggunakan ilmu tenaga dalam yang bisa keluarkan api. Dengan menggunakan obor itu, Baraka menyusuri lorong bongkok. Dikatakan
DIDALAM ALMARI, Baraka penuh gerutu dan kejengkelan. Perlu dicatat pula, salah satu gerutuannya berbunyi demikian: "Dasar pelayan nggak tahu diri, seenaknya aja ngunci almari! Apa nggak tahu ada orang di sini? Kalau begini kan bisa bikin aku mati kehabisan udara inti! Sial! Kudoakan biar nggak laku kawin seumur hidup!" Baraka nggak tahu kalau pelayan itu sudah punya suami dan punya dua anak.Suasana di dalam kamar sudah sepi. Itu artinya kamar dalam keadaan kosong. Sang Ratu nggak ada, sang pelayan pun nggak ada, Baraka segera nekat menjebol almari dengan menyentakkan kedua tangan ke depan dalam tiga hitungan."Satu... dua... tigaaa...!"Blukk..!Yang terjadi cuma timbulnya suara kayak gitu. Pintu almari nggak jebol juga tuh. Padahal Baraka sudah pakai tenaga cukup kuat dalam sentakan tadi. Kayaknya nggak masuk akal deh; lengan kekar berotot mirip Arnold Schwarzenegger kok nggak bisa menjebol pintu almari, kan aneh tuh. Ya, nggak? Otomatis sang pemuda ber