Mendapat teguran itu, Kemuning cemberut. Lalu dengan sikap yang amat manja dan terkesan malu-malu, dia melangkah mendekati Baraka. Namun, diam-diam gadis berparas elok rupawan itu mengirim bisikan kepada Baraka dengan mempergunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh.
“Baraka! Aku sedang melakukan penyamaran. Kuharap kau mau membantuku."
Mendengar bisikan itu, Baraka terkesiap. Tapi, sebagai seorang pemuda yang pernah digembleng oleh Eyang Jaya Dwipa yang berkepandaian tinggi, Baraka segera tahu kalau bisikan yang didengarnya itu adalah suara Kemuning. Maka, walau dia belum tahu apa maksud Kemuning sebenarnya, bergegas dia menyambut jabatan tangan si gadis.
"Nah! Nah, begitu!" seru Kakaroto melihat Baraka dan Kemuning telah berjabat tangan. "Untuk selanjutnya, kau harus dapat melayani Baraka dengan baik, Kemuning. Kau harus dapat menyediakan semua keperluan Baraka. Karena, mulai saat ini dia telah menjadi anggota keluarga kita."
"Ya. Ya...," sambut
"Tentu saja aku bukan anak nelayan tua itu! Dia dan istrinya sudah begitu uzur. Bagaimana mungkin mereka punya anak seusia ku! Usiaku baru tujuh belas tahun! Kau harus tahu itu!""Eh! Kalau begitu, kenapa Kakaroto dan istrinya menyebut mu sebagai putri mereka. Apakah kau putri angkat mereka?""Hmmm.... Rupanya, otakmu bisa juga digunakan untuk berpikir. Mulai hari ini, kau harus membantuku, Baraka. Harus!""Kalau aku tak mau?" goda Baraka."Karena kau sudah mengetahui penyamaranku, terpaksa aku akan membunuhmu!" ancam Kemuning penuh kesungguhan seraya mencekal gagang pedang yang terselip di punggungnya."Eh! Tunggu dulu!" cegah Baraka. "Aku tadi cuma bercanda. Tapi..., kalau kau memang ingin membunuhku, mampukah kau melakukannya?"Kemuning melepas cekalannya pada gagang pedang. Selama ini Kemuning memang sudah pernah mendengar tentang nama besar Baraka sebagai Pendekar Kera Sakti, Kemuning merasa tak mampu menandingi kehebatannya."Ka
Tanpa sadar, Kemuning memeluk tubuh Baraka."Kemuning... Kemuning...!" sebut Baraka, kaget melihat perubahan sikap si gadis."Kau tampan dan sangat gagah, Baraka..." desis Kemuning. "Aku... aku ingin kau memeluk ku, Baraka...." Dia tengadahkan wajahnya, mengharap ciuman si pemuda.... Aliran darah Baraka berdesir makin kuat. Keinginan yang sudah dia coba untuk ditahan malah semakin menguasai jalan pikirannya. Degup jantung Baraka mengencang. Dengus nafasnya memburu. Perlahan dia angkat kedua tangannya, lalu membalas pelukan Kemuning.... Baraka mencium kening Kemuning. Dan, Kemuning pun menerimanya dengan penuh perasaan. Matanya terpejam rapat. Bibirnya yang merah merekah tampak bergetar...."Kau cantik sekali, Kemuning...," ujar Baraka seraya mempererat pelukannya. Terbawa hasrat hatinya yang semakin menghentak-hentak, Baraka mencium bibir Kemuning. Sementara, Kemuning menikmati benar ciuman itu. Dia pun balas mencium. Hingga, kedua anak manusia itu saling pagut.
Dan, apa yang terjadi di tanah berumput tebal tadi sudah cukup menjadi pelajaran bagi Kemuning. Dia tak ingin hal itu terulang lagi. Namun, dia tak pernah bisa mengerti, bagaimana dia bisa begitu terlena dalam dekapan Baraka. Bahkan, dia merasakan desakan nafsu birahi yang amat kuat. Apakah Baraka begitu menarik bagi dirinya. Kemuning tak pernah berpikir seperti itu sedikit pun. Walau belum lama berkenalan, Kemuning bisa menilai bila Baraka adalah pemuda jujur dan baik. Baraka tak mungkin berbuat jahat kepadanya. Tapi, bagaimana perbuatan tak senonoh itu hampir terjadi. Kemuning menggeleng-gelengkan kepalanya.Untuk sementara waktu, dia tak mau memikirkan peristiwa itu lagi. Dia ingin menangkap salah seorang anggota komplotan Dewa-Dewi. Dan, dengan bantuan Baraka, Kemuning yakin akan bisa mewujudkan keinginannya itu. Bila ada salah seorang anggota komplotan Dewa-Dewi yang tertangkap, orang itu bisa dipaksa untuk membongkar rahasia komplotannya."Kurasa, hari telah lewa
Dari jarak sekitar dua puluh tombak, Kemuning menajamkan pandangan. Setelah mengetahui sosok tubuh yang ditunjukkan oleh Baraka, Kemuning langsung berkata, "Itulah orang yang kita kejar. Kita bersembunyi dulu. Dia harus ditangkap basah!"Kemuning meloncat di sisi bangunan besar yang tak lain dari sebuah toko, tanpa pikir panjang, Baraka langsung mengikuti.Sementara, malam semakin larut. Dingin yang menusuk tulang membuat sepi semakin berkuasa."Orang itu terus merayap di deretan kamar di tingkat tiga," ujar Baraka, terus memperhatikan tingkah laku kakek berikat kepala batik. "Hmmm... Dia membuat lubang di daun jendela dengan ujung jari telunjuk. Dia mengintip.,.. Apakah dia hendak mencuri. Atau...?""Diamlah!" sergap Kemuning. "Kita pasti akan tahu apa yang akan diperbuatnya nanti."Mendengar teguran itu, kontan Baraka mengunci mulut rapat-rapat. Namun matanya tak henti mengawasi segala gerak-gerik kakek berikat kepala batik. Kebetulan, toko yang
"Jangan harap kami akan melepaskanmu, Mahisa Birawa!" seru Kakaroto yang membawa senjata berupa dayung perahu yang terbuat dari kayu besi."Siapa kau! Begitu berani kau berbuat telengas di hadapan Iblis Seribu Wajah!"Mendengar bentakan Mahisa Birawa atau Iblis Seribu Wajah, istri Kakaroto tersenyum sinis. "Buka mata dan telingamu lebar-lebar, Mahisa Birawa! Kami adalah Sepasang Nelayan Sakti!" kenalnya. "Bertahun-tahun kami tinggal di pinggir Telaga Bidadari dengan maksud menghukum mati dirimu, Mahisa Birawa. Aku dan suamiku tahu persis bila kaulah biang pelaku yang telah membunuh puluhan tokoh silat beberapa tahun ini!""Sudah cukup lama aku berdiam diri di pinggir Telaga Bidadari dengan menyamar sebagai petani nelayan biasa, mustahil aku mau melepaskan dirimu, Mahisa Birawa!" tambah Kakaroto."Sepasang Nelayan Sakti...," desis Iblis Seribu Wajah. "Aku memang pernah mendengar kebesaran julukan kalian itu. Kalau tak salah aku menebak, kalian pasti Kakaro
"Hmmm... Kalau cuma puyer picisan, mana dapat melawan pengaruh 'Racun Pembunuh Naga'!” ejek Mahisa Birawa."Keparat! Licik sekali kau, Jahanam!" umpat Kakaroto sambil mendekap dadanya yang mulai sesak."Binatang culas! Kau benar-benar bukan manusia, Mahisa Birawa!" tambah Sawuni dengan napas memburu, dadanya terasa sesak pula. Mendengar kata-kata kasar Kakaroto dan Istrinya, Mahisa Birawa mengerutkan kening. Dia sedikit heran melihat ketahanan tubuh suami-istri yang telah berusia lanjut itu. Sebenarnya, bila seseorang telah menghirup 'Racun Pembunuh Naga', maka tak sampai tiga tarikan napas kemudian, jiwa orang itu pasti dijemput maut."Hmmm... Aku dapat memastikan bila puyer 'Penghidup Jiwa' sama sekali tak mampu melawan pengaruh 'Racun Pembunuh Naga'...," gumam Mahisa Birawa. "Tapi kenapa mereka bisa bertahan cukup lama. Hmmm... Kemungkinan besar mereka mempunyai tenaga simpanan. Agar tak mengulur waktu, lebih baik ku lumatkan tubuh kakek nenek yang sok
Tersurut mundur si pemuda polos Baraka. Bukan karena gentar, melainkan karena tahu kakek berikat kepala batik mempersiapkan pukulan 'Pelebur Sukma' yang teramat dahsyat."Hmmm... Menilik dari ilmu pukulan yang telah disiapkan kakek itu, dia pasti ingin membunuhku! Terpaksa aku harus menggunakan Ilmu Angin Es dan Api milikku"Begitu tenaga dalamnya dikerahkan, kedua telapak tangan pemuda dari lembah kera itu ini berubah menjadi berkilauan. Lalu 2 larik sinar berkilauan yang berbeda warna muncul dikedua tangannya. Di tangan kiri berwarna putih berkilauan seperti salju dan ditangan kanan berwarna merah berkilauan seperti matahari yang membara. Tanpa segan-segan lagi, kedua tangannya segera dihantamkan ke depan.Werrr! Werrr!Tanpa bisa dicegah dua larik sinar berkilauan itu meluncur, rupanya Baraka telah mengerahkan jurus pertama dari Ilmu Angin Es dan Apinya bernama ‘Dua Unsur Sejalan’ yang langsung memapak pukulan 'Pelebur Sukma' milik
"Aku pun tak menyangka bila Kakek dan istri Kakek adalah sepasang pendekar bergelar Sepasang Nelayan Sakti. Sungguh aku juga tak menyangka, Kek...." potong Kemuning."Aku pun demikian. Aku sama sekali tak menyangka bila kau sebenarnya bernama Kemuning, murid Dewi Pedang Halilintar...," sahut Sawuni seperti latah. "Sungguh pandai kau menyembunyikan kepandaianmu, Kemuning. Benar-benar tak kusangka bila kau adalah Dewi Pedang Kuning...."Kakaroto, Baraka, dan Sawuni sama-sama mengeluarkan isi hatinya. Mereka berucap dengan mata berbinar-binar. Namun, Kemuning atau Dewi Pedang Kuning tampak menundukkan kepala. Lidah si gadis terasa kelu. Bibirnya terasa kaku untuk diajak mengucap kata-kata, "Eh, kau kenapa, Kemuning?" tegur Kakaroto. "Di antara kita sudah tidak ada rahasia lagi. Adakah sesuatu yang membuat hatimu risau?"Perlahan Kemuning mengangkat wajah. Ditatapnya Kakaroto dengan sinar mata redup. "Maafkan aku, Ki...," desisnya.Kontan kening Kakaroto berk