Temannya itu bernama Bocang. Entah apa maksudnya kok diberi nama Bocang, mungkin singkatan dari Bohongan Kencang atau apa, Baraka tak mau tahu soal nama itu. Yang jelas ia pernah punya kenalan bernama Bocang dan tinggal di desa tersebut. Baraka ingat rumahnya, karena dia pernah datang ke rumah Bocang dua kali, saat Bocang pingsan dari jatuhnya dan saat Bocang mengundang Baraka untuk kondangan dalam rangka sunatan adik Bocang.
"Lho, apa Nak Baraka belum tahu," kata tantenya Bocang yang juga tinggal serumah dengan anak itu.
"Belum tahu soal apa, Bibi?"
"Bocang kan sudah meninggal."
"Hah...? Meninggal?!"
"Iya. Sudah empat puluh hari ini. Kami mau selametan empat puluh harinya nanti malam. Kalau Nak Baraka mau hadir, silakan hadir nanti malam. Kebetulan nanti malam kami panggil dukun segala untuk menghadirkan rohnya Bocang."
Baraka kerutkan dahi memandangi bibinya Bocang yang masih berusia sekitar tiga puluh lima tahun, tapi masih belum menikah
"Tak salah lagi," ucap Baraka dalam renungan, "...itu pasti suara si Iblis Dedemit. Pantas kalau kau pun dikejar-kejar Raga Paksa, karena sebenarnya kau pun akan dipaksa agar menunjukkan di mana letak kuburan si Iblis Dedemit Itu. Bukan sekadar ingin dibunuhnya!""Mungkin saja begitu, sebab Bocang ceritakan hal itu sampai sekecil-kecilnya sih. Kalau aku kan nggak pernah cerita sama siapa-siapa, kecuali hanya kepada sembilan orang di kedai Ki Somat!" Katok Banjir bicara bagai orang tak berdosa, Baraka hanya tersenyum dan geleng-gelengkan kepala. Terpesona oleh kebodohan Katok Banjir.-o0o-BERKAT kelihaian Pendekar Kera Sakti merayu, akhirnya Katok Banjir bersedia antarkan Baraka ke Bukit Jengkal Demit. Anak itu masih ingat jalan menuju ke kuburan si Iblis Dedemit. Memang pada mulanya Katok Banjir takut disuruh kembali ke kuburan itu, maklum wajahnya sendiri sudah seperti kuburan, jika ia bercermin sering takut dengan wajah sendiri. Tapi secara tak langsung Barak
Wuuutt...!Tab...!Baraka menangkap genggaman tinju lawannya dengan satu tangan. Genggaman itu bagai ingin diremas oleh tangan Baraka. Hal itu cukup mencengangkan mata Katok Banjir, bahkan mata Raga Paksa sendiri ikut terbelalak lebar."Belum pernah ada yang bisa menangkap pukulan si Genjotpati selama ini. Biasanya pukulan itu menghancurkan benda apa saja yang dihantamnya. Tapi tulang tangan anak muda itu tidak menjadi remuk, dan bahkan ia kelihatan ingin meremukkan genggaman si Genjotpati. Alangkah hebatnya! Murid dari perguruan mana dia sebenarnya?!"Kecamuk batin Raga Paksa terhenti, berubah menjadi sentakan mengagetkan ketika ia melihat wajah Genjotpati menyeringai kesakitan sambil memekik panjang. Terdengar pula suara tulang berderak.Krakk!"Waooow...!" pekik Genjotpati kelojotan di tempat. Karena sakitnya maka ia pun segera lepaskan pukulan tangan kirinya yang bertelapak tangan membuka.Wuuuttt..! Baraka menadah pukulan itu den
Buuhg...!Genjotpati terguling-guling di tanah karena terkena hentakan agak kuat, posisinya waktu itu ada di dekat Raga Paksa, Baraka sendiri terpental tak seberapa jauh, tapi ia masih mampu kuasai keseimbangannya sehingga masih mampu berdiri tegak saat daratkan kaki ke tanah. Matanya memandang tajam kepada lawan-lawannya. Ia tersenyum tipis melihat Raga Paksa mengeluarkan darah pada hidung dan telinganya.Sementara itu, Katok Banjir tampak aman di persembunyiannya, tapi masih belum bisa kedipkan mata melihat kehebatan pertarungan tokoh-tokoh yang menurut anggapannya berilmu tinggi itu."Baru sekarang ada orang berani melawan Raga Paksa dan bisa membuat Raga Paksa berdarah!" pikirnya dengan polos. "Kalau begitu, Kang Baraka ini sebenarnya orang sakti dong? Tapi kok nggak punya kumis dan jenggot panjang, ya?"Preman yang ditakuti penduduk desa itu membatin, "Dadaku panas sekali! Sialan, jurusnya mampu membuat jurusku pecah menjadi dua kali lipat lebih keku
Baraka balikkan badan. "Lihat saja nih...," katanya pelan kepada Katok Banjir. Lalu, sang Pendekar Kera Sakti segera gunakan jurus 'Sentak Bumi' yang diajarkan Setan Bodong padanya. Dengan cara menghentakkan kakinya ke tanah dialiri tenaga dalam tinggi, maka seseorang yang bersembunyi di balik semak-semak itu terlempar ke atas bagaikan ada kekuatan yang membuangnya terbang.Dugg...! Wuuut...!Wes, wess...!Orang itu pun bersalto dua kali sambil menjaga keseimbangan tubuhnya. Dalam kejap berikut orang tersebut sudah mendarat di depan Baraka dan Katok Banjir dalam jarak enam langkah.Katok Banjir terbengong melompong melihat kehebatan jurus 'Sentak Bumi, dan segera heran melihat sosok berwajah cantik jelita berdiri di depannya. Sosok cantik jelita itu berambut sepundak, lurus dan lemas dengan rambut depan diponi, tanpa ikat kepala. Wajah cantik berhidung bangir itu mempunyai mata bundar bening dan bibir mungil melenakan jika dipagut. Usianya sekitar dua pul
"Sebutkan dulu namamu, nanti aku akan menyerangmu!"Gadis itu menatap tajam dan penuh pancaran kebencian, tapi akhirnya ia pun berkata dengan nada kian ketus,"Namaku Awan Sari! Puas?""Belum. Mana bisa puas, diapa-apakan saja belum kok sudah disuruh puas?" ledek Baraka sengaja bikin jengkel hati si cantik itu.Bahkan Baraka berseru lagi dari atas pohon, "Yang benar namamu Awan Sari atau Sari Awan?""Mulutmu itu yang kena penyakit sariawan!" sentaknya makin tampak jelas kejengkelannya. Hati pendekar tampan yang konyol itu merasa gembira bisa membuat gadis secantik Awan Sari bersungut cemberut penuh kedongkolan.Bahkan Awan Sari segera lepaskan pukulan bersinar merah seperti tadi, namun lagi-lagi hanya dihindari oleh Baraka dengan pergunakan gerakan kilatnya yang dinamakan jurus ‘Gerak Kilat Dewa Kayangan’ itu. Itulah sebabnya tahu-tahu Baraka sudah ada di bawah dan posisinya ada di belakang Awan Sari. Sedangkan pukulan A
"Karena kau telah mengusik kegemaran pribadiku dengan racunmu itu, maka aku pun terpaksa akan mengusik nyawamu, Awan Sari!""Tak ada yang kutakuti sedikit pun pada dirimu, Dadanila! Cuma kuminta pertimbangkanlah langkahmu nanti. Jika kau berurusan denganku, maka kau akan berurusan dengan guruku; si Hantu Cungkring!""Kau pikir gurumu punya kekuatan untuk melumpuhkan aku?! Justru gurumu si Hantu Cungkring akan kubuat bertekuk lutut dan menyembah-nyembah dl depanku, bila mana perlu sampai menciumi telapak kakiku karena muridnya telah mengganggu hobi pribadiku!""Lancang sekali mulutmu, Dadanila! Jangan salahkan aku kalau kau sebentar lagi kehilangan kepala dan pulang nyasar- nyasar!""Buktikan kecongkakanmu! Terima dulu jurus 'Pancaran Maut'-ku ini, Awan Sari! Hiaaah...!"Clappp...!Sinar kuning melesat dari ujung kuku jari telunjuk kiri Dadanila. Sinar kuning itu berbentuk panjang dan lurus, gerakannya sangat cepat. Awan Sari menangkisnya den
"Luar biasa. Memang anak ini benar-benar anak aneh. Pingsan saja masih bisa menantang, apalagi kalau dalam keadaan sadar. Oh, aku tak bisa bertahan lagi."Sistem penyembuhan untuk menghancurkan Racun Kembang Kubur telah membuat kepekaan tinggi dari semua urat saraf di tubuh sang Pendekar Kera Sakti. Karenanya, pemuda itu bagaikan pria yang rajin minum ginseng dan makan telur-madu. Perempuan yang sudah telanjur menjadi korban racun 'Penakluk Hawa' dari darah kejantanan Baraka, akhirnya terkulai lemas sendiri. Cahaya matanya berbinar-binar penuh kelegaan. Wajahnya berseri bagai telah menemukan segunung kegembiraan yang didambakan.Apa yang terjadi jika Baraka sadar pada saat Dadanila menjadi pilot penerbangan menuju ambang surga cintanya? Marahkah Baraka melihat dirinya yang pingsan dimanfaatkan oleh Dadanila?Ternyata tidak. Wah, edan lagi nih. Baraka malah memberikan respon yang lebih agresif lagi. Hal itu disebabkan karena sistem penyembuhan tadi telah membuat
Merasa hatinya telah damai batinnya telah terpenuhi, sekalipun di tempatnya Dadanila dipanggil sebagai Gusti Ratu dan sering keluarkan perintah, tapi di depan pemuda tampan menggiurkan itu ia tak mampu keluarkan perintah bahkan menolak perintah pun tak sanggup. Dadanila mengendap-endap mendekati bagian dekat mulut gua. Baraka membayang-bayangi dari kejauhan. Nyala api unggun tak sempat dipadamkan. Mudah-mudahan orang yang baru masuk tadi tidak sempat menangkap nyala api unggun yang ada di kedalaman lorong gua tersebut. Tapi seandainya orang itu mengetahui ada nyala api unggun, Baraka sudah punya rencana sendiri untuk orang tersebut.Tamu gua itu ternyata seorang lelaki berambut putih panjangnya sepunggung. Rambut putihnya diikat ke belakang dengan seutas tali yang sepertinya dari jenis akar pepohonan. Kumis dan jenggotnya cukup lebat tapi lemas, berwarna putih rata. Wajah tuanya mempunyai sepasang mata cekung. Mata itu memancarkan rasa dingin yang tidak bisa ditebak apa yang