Segera Baraka melemparkan paha kelincinya ke semak-semak belukar di depannya. Lalu dengan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, tubuhnya berkelebat cepat ke arah datangnya suara.
Tidak lama kemudian, Baraka segera menemukan asal suara tangis tadi. Dan rupanya, harapan Baraka terkabul. Ternyata, yang tengah menangis di balik batang pohon adalah seorang gadis cantik!
"Huh! Baik benar nasibku kali ini. Tak kusangka harapanku terkabul. Tak kuduga, ternyata yang menangis seorang gadis cantik!" oceh Baraka lagi dalam hati.
Namun, Baraka belum juga beranjak dari tempatnya bersembunyi. Malah dengan senyum nakal terkembang di bibir, sepasang mata tajamnya terus menjilati gadis cantik di hadapannya, penuh kagum.
Sosok gadis yang tengah diperhatikan memang cantik. Usianya paling baru delapan belas tahun. Namun wajahnya yang berbentuk bulat telur terlihat kuyu dengan air mata membasahi pipi. Bentuk kedua bibirnya tipis kemerah-merahan bak deli
Ningrum terus berkelebat cepat meninggalkan puncak Bukit Karang Kanjen. Saat ini, rasa dendam bercampur kekecewaan berkecamuk dalam hati murid Raja Pedang Kupu-kupu itu. Gurunya tewas di tangan Dewa Abadi. Dan ia sebagai murid, merasa harus berbakti terhadap gurunya. Makanya, kini Ningrum bertekad mencari Dewa Abadi untuk meminta pertanggungjawabannya."Dewa Abadi...!" desis Ningrum penuh kemarahan. "Kini tak ada pilihan lain lagi. Terpaksa aku harus menuruti keinginanmu. Tapi, ingat! Walau sebenarnya aku tak sealiran dengan guruku, tapi sebagai murid bagaimanapun juga harus berbakti. Aku harus meminta pertanggungjawabanmu Dewa Abadi atas tewasnya guruku!"Ningrum sejenak menghentikan langkahnya. Dadanya yang membusung bergerak turun naik, memendam kemarahan membludak. Udara segar di luar hutan Bukit Karang Kanjen terasa sesak."Tapi, ke mana aku harus mencari orang. Seorang anak manusia yang terlahir bersama naga seperti yang di inginkan Dewa Abadi? Hm...! Rasa
Ningrum mengkelap bukan main. Saking amarahnya tak dapat dikendalikan segera kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi merah kekuningan didorongkan ke depan.Wesss! Wesss!Seketika meluruk dua sinar merah kekuningan dari kedua telapak tangan murid Raja Pedang Kupu-kupu siap melabrak tubuh tinggi besar Algojo Angin Timur!Tentu saja tokoh sesat bertubuh tinggi besar itu tak sudi tubuhnya dijadikan sasaran. Ketika sedikit lagi kedua sinar itu melabrak tubuhnya, secepatnya kedua tangannya yang berisi tenaga dalam tinggi dihentakkan."Aji 'Rengkah Bumi'! Heaaa...!" Bummm...!Terjadi ledakan hebat bukan main ketika dua kekuatan dahsyat bertemu. Seketika bumi pun berguncang! Ranting-ranting pohon berderak dengan daun-daun hangus terbakar!Algojo Angin Timur yang baru saja melepas ajian 'Rengkah Bumi' tertawa bergelak. Kedua kakinya sempat melesak beberapa dim ke dalam. Sedang sewaktu terjadinya bentrokan tadi, tubuh si gadis kontan limbung.
Melihat datangnya serangan, murid Setan Bodong itu segera membuka jurus-jurus 'Naga Pamungkas' yang menjadi andalannya. Sedang kedua telapak tangannya yang kini berubah jadi putih terang siap melontarkan pukulan maut tenaga 'Inti Dingin'."Heaaa!”Dan begitu serangan-serangan Algojo Angin Timur mulai mendekati sasaran, kedua telapak tangan Baraka yang membentuk dua cakar naga pun segera bergerak lincah.Plakkk! Plakkk!Begitu terjadi benturan tangan, dengan gerakan sulit terduga Algojo Angin Timur melayangkan bogem mentah ke beberapa bagian yang mematikan di tubuh Baraka. Namun pada saat itu, si pemuda segera dapat membaca arah gerakan. Cepat bagai kilat segera dipapakinya pukulan-pukulan Algojo Angin Timur dengan gerakan cakaran telapak-cakaran telapak kedua telapak tangannya.Plakkk! Plakkk!Serangan-serangan Algojo Angin Timur berhasil ditangkis oleh cakaran telapak-cakaran telapak kedua tangan Baraka. Seketika buku-buku tangan lela
Tanpa banyak cakap, Baraka segera berbalik. Sambil menunggu gadis itu membetulkan pakaian, pemuda dari Lembah Kera mencoba membuka percakapan."Sebenarnya, kenapa tadi kau menangis demikian menyedihkan di dalam hutan?"Ningrum yang tengah sibuk membetulkan pakaian sengaja tidak langsung menjawab. Dan dengan agak gugup pakaiannya yang robek memanjang di sana sini diikat. Memang tidak begitu rapi dan masih menampakkan sebagian lekuk-lekuk tubuhnya. Tapi itu sudah cukup. Baru kemudian Ningrum segera mendekati pemuda penolongnya."Sebelumnya aku minta maaf atas kelakuanku tadi, Baraka! Aku memang sedang bersedih. Guruku, Raja Pedang Kupu-kupu tewas di tangan manusia durjana yang bergelar Dewa Abadi.""Ya ya ya...! Tapi, sekarang aku sudah diperbolehkan melihat tubuh.., eh! Maksudku, bolehkah aku berbalik?" kata Baraka buru-buru mengulangi ucapannya.Sebenarnya sewaktu gadis cantik di belakangnya tadi berbicara, pemuda dari Lembah Kera masih sangat terk
"Cepat jawab pertanyaanku! Benarkah kau bergelar Pendekar Kera Sakti!" bentak Iblis Pocong garang.Baraka alias Pendekar Kera Sakti tenang saja, seperti tak mempedulikan kehadiran kedua orang tua itu."Kau ini bertanya pada siapa, Pak Tua," kata Baraka, kalem."Keparat! Aku bertanya padamu, tahu?" bentak Iblis Pocong lagi. "Sekarang katakan! Benarkah kau yang bergelar Pendekar Kera Sakti?""Oh...! Jadi kau bertanya padaku? Kenapa kasar amat? Sopan sedikit dong?""Jangan banyak bacot! Apa kau tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa, he?!" bentak Iblis Muka Bayi garang.Baraka sebenarnya heran, karena kedua orang tua itu seperti mempunyai maksud yang tidak baik. Lebih heran lagi, karena rasa-rasanya ia belum pernah bertemu mereka. Jadi, tak ada alasan mereka memusuhinya."Heran-heran! Kenapa selalu saja ada orang yang meributkan siapa aku? Hey, dengar! Kenapa sih kalian usil bertanya tentang siapa aku sengaja? Dasar kurang kerjaan! Su
"Ah...!" pekik Ningrum gugup.Belum sempat Si gadis bertindak lebih lanjut, tahu-tahu senjata-senjata kedua tokoh sesat itu telah menghantam tubuh Ningrum.Bukkk! Ctarr...!"Augh...!"Baraka hanya bisa terpana melihat tubuh Ningrum jatuh berdebam ke tanah dan tak dapat bangun lagi. Baraka yang semula sengaja memberi kesempatan gadis itu untuk mengumbar serangan jadi menyesali kebodohannya. Maka hatinya kontan tersaput kemarahan. Saking tak dapat mengendalikan amarah, wajah Baraka terlihat berubah memerah."Jahanam! Kalian benar-benar manusia jahanam tak tahu malu! Demi Dewata! Aku tidak akan membiarkan kalian menebar angkara murka di depan mataku!" bentak Baraka penuh kemarahan."Heaaa...!"Dan dengan teriakan membelah angkasa, Baraka kembali menerjang ketiga orang pengeroyoknya. Gelang-gelang Brahmananda dilengan tangannya kembali terbang berseliweran menyerang ketiga pengoroyoknya. Kali ini Peramal Darah, Iblis Pocong dan I
Baraka yang merasa di atas angin membusungkan dada. Lalu dengan langkah mantap, ia berjalan mengekor di belakang Dewa Abadi."Hayo, sekarang kalian mau apa lagi?! Aku tidak takut lagi menghadapi keroyokan kalian. Majulah kalau ingin kugebuk pantat kalian!" ejek Baraka.Peramal Darah dan Iblis Pocong mengkelap bukan main. Kalau saja di situ tidak ada Dewa Abadi, sudah pasti akan kembali diserangnya Baraka. Namun berhubung tokoh sakti itu berada pada pihak Baraka, terpaksa mereka hanya bisa melotot gusar.Namun rupanya tidak demikian halnya Iblis Muka Bayi. Meski telah merasakan kehebatan Dewa Abadi, namun ia sedikit pun tidak gentar."Dewa Abadi! Kuakui, waktu itu aku kalah darimu. Namun, sedikit aku tidak gentar menghadapimu! Sekarang kalau kau ingin melindungi pemuda tengil itu, majulah! Aku siap melayanimu!"Mendengar ucapan Iblis Muka Bayi, seketika nyali Iblis Pocong dan Peramal Darah yang semula menciut kini mendadak berkobar-kobar."Se
KENING Baraka berkerut dalam menatap sosok yang mengeluarkan bentakan. Sosok yang tak lain Dewa Abadi itu kini malah melangkah mendekati tubuh Ningrum. Semula si pemuda merasa cemas bukan main. Namun ketika dilihatnya orang tua renta itu menotok beberapa jalan darah dan mengurut tengkuk tubuh gadis itu, baru Baraka merasa lega.“Aneh...! Rasanya belum pernah aku bertemu orang macam dia. Ternyata Ningrum yang telah dicelakakan, eh, malah sekarang diobati," gumam Baraka dalam hatiSelang beberapa saat, Ningrum pun mulai siuman. Perlahan-lahan kelopak matanya pun mulai membuka. Namun saat itu pula, Ningrum memekik tertahan. Sepasang matanya yang semula bersinar indah, mendadak berkilat-kilat penuh kemarahan."Jangan terlalu banyak bergerak, Cah Ayu...! Luka dalammu belum begitu pulih. Minumlah obat ini!" kata Dewa Abadi lembut seraya menyerahkan obat pulung yang diambil dari dalam saku bajunya.Sejenak Ningrum membelalak heran melihat perubahan sikap o