Share

212. Part 8

last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-27 01:03:51

"Apa?" kesiap Baraka, seperti tak percaya pada ucapan si kakek.

"Mereka semua mati dibunuh Wanara Karang atau Iblis Pemburu Dosa," lanjut Hati Selembut Dewa. "Jadi... jadi apa yang kau lakukan di kota Suradipa itu adalah juga mengubur mayat orang?"

"Ya. Ketika kau datang, aku baru saja selesai menimbun mayat murid-muridku juga...."

Terkejut Baraka saat melihat bola mata Hati Selembut Dewa berkaca-kaca. Dan, si kakek yang tak dapat menahan kesedihan hatinya segera tampak menangis bersimbah air mata.

"Heran aku. Dua kali aku melihatmu menangis, Kek. Sebenarnya, kau ini siapa? Dan, kenapa murid-muridmu dibunuh orang?" tanya Baraka, menceritakan keingintahuannya.

Mendapat pertanyaan itu, air mata Mahendra Karnaka semakin mengalir deras. Dengan suara patah-patah, dia berkata, "Namaku Mahendra Karnaka. Orang-orang memberiku gelar Hati Selembut Dewa. Sejak sepuluh tahun lalu, aku telah mengasingkan diri di tempat ini. Aku mengangkat beberapa orang murid.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kera Sakti   213. Part 9

    "Dan ketika kau datang, semua muridmu yang berada di sini telah menjadi mayat semua?""Begitulah.... Karena sudah lama aku meninggalkan Pondok Matahari, aku memberikan pelajaran ilmu pedang kepada murid baruku itu untuk dilatihnya sendiri. Sementara, aku lalu kembali ke Pondok Matahari...."Mendadak, air mata Hati Selembut Dewa mengalir lagi. Dengan suara terbata-bata, dia lanjutkan ceritanya. "Menilik ciri-ciri yang ada pada mayat murid-muridku, aku yakin bila yang membunuh mereka adalah Wanara Karang. Aku pun bermaksud membalas kebiadabannya itu. Aku pergi ke kota Suradipa. Di kota itu, sebagian muridku yang telah kuanggap menyelesaikan pelajaran bertempat tinggal. Aku bermaksud memberitahu kekejaman Wanara Karang agar mereka berhati-hati, karena bisa saja Wanara Kadang juga bermaksud membantai mereka. Tapi..., kedatanganku terlambat...."Iba hati Baraka melihat Mahendra Karnaka mendekap wajah lalu menangis sesenggukan. Mahendra Karnaka menangis seperti seoran

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Pendekar Kera Sakti   214. Part 10

    Namun, tetap tak ada sahutan."Ya, Tuhan...," sahut si kakek untuk kesekian kalinya.Sedih bukan main rasa hati kakek bertubuh kurus tinggi itu. Rasa sesal dan berdosa memburunya pula. Kalau dia tidak meminta Pendekar Kera Sakti untuk turut mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, bukankah pemuda lugu itu tak akan mati begini cepat? Itu berarti dialah yang menyebabkan kematian Pendekar Kera Sakti! Hati Selembut Dewa benar-benar larut dalam rasa sesal dan sedih. Dan tanpa disangkanya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang dibarengi guncangan hebat. Hati Selembut Dewa terkejut bagai disambar petir.Bergegas dia meloncat jauh karena merasa jiwanya terancam. Dengan mata terbelalak lebar, si kakek segera tahu apa yang tengah terjadi.Sekitar lima tombak dari sisi lubang jebakan bongkah-bongkah batu tampak berpentalan ke udara. Bersamaan dengan gumpalan tanah yang turun berhamburan, melesat sesosok bayangan dari dalam lubang yang baru terbentuk. Sosok bayang

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Pendekar Kera Sakti   215. Part 11

    "Hh! Astaga!"Keterkejutan Hati Selembut Dewa tak bisa digambarkan lagi. Bilah pedangnya tiba-tiba terlepas dari cekalan, dan melekat pada gumpalan besi hitam yang kemudian jatuh di sela-sela batu!Merasa pedang adalah sarana satu-satunya untuk dapat menahan dua ilmu sesat iblis Pemburu Dosa, bergegas Hati Selembut Dewa meloncat. Langsung dicekalnya lagi hulu pedangnya untuk dilepas dari gumpalan besi hitam. Tapi ternyata, gumpalan besi itu mengandung daya tarik yang amat kuat. Sampai di mana pun Hati Selembut Dewa mengeluarkan tenaga, bilah pedangnya tak dapat dilepas. Ketika ditarik ke atas, gumpalan besi justru turut terangkat!"Ha ha ha...!" tawa pongah Iblis Pemburu Dosa. "Sudah kukatakan, kemunculanku kali ini selain berbekal dua ilmu kesaktian yang telah ku sempurnakan, juga berbekal perhitungan yang masak. Salah satu dari perhitunganku itu bukankah telah kau lihat? Apakah kau mau bertempur dengan membawa gumpalan besi yang begitu berat?"Menggeram

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-28
  • Pendekar Kera Sakti   216. Perkumpulan Matahari Merah

    MATAHARI telah berada di dekat garis cakrawala barat. Cepat sekali waktu berlalu. Namun demikian, pertempuran antara Mahendra Karnaka melawan Wanara Karang masih berlangsung seru. Belum tampak tanda-tanda siapa di antara kedua tokoh tua itu yang akan segera keluar sebagai pemenang.Mahendra Karnaka yang tak mau bersentuhan kulit dengan Wanara Karang menggunakan sarung pedangnya untuk memainkan Jurus 'Memburu Jiwa Mengejar Roh'. Walau senjata di tangan Mahendra Karnaka tidak tajam dan tidak pula berujung runcing, tapi Wanara Karang sempat dibuat kerepotan.Beberapa kali tubuhnya kena gebuk yang mendatangkan rasa sakit hebat. Ilmu kebalnya sama sekali tak berguna karena tenaga dalam Mahendra Karnaka lebih unggul satu tingkat."Keparat!" geram Iblis Pemburu Dosa."Cukuplah kita bermain-main. Aku tak mau memberi hati lagi. Lihat apa yang akan segera kulakukan!" Di ujung kalimat itu, mendadak tubuh Iblis Pemburu Dosa melesat tinggi. Selagi melayang di udara, d

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29
  • Pendekar Kera Sakti   217. Part 2

    Sebaliknya, Hati Selembut Dewa Cuma tersurut mundur tiga langkah. Tapi..., wajahnya terlihat amat pucat, bahkan lebih pucat dari wajah orang yang sudah dijemput ajal.Sementara, bola matanya melotot besar seperti hendak meloncat keluar dari rongganya. Kedua tangan kakek berkulit kuning itu menekan perutnya yang tampak menggembung besar seperti balon yang baru ditiup sekuat tenaga. Dan..., perut si kakek memang hendak meletus!"Ha ha ha...!" tertawa bergelak lagi Iblis Pemburu Dosa. "Kau baru merasakan kehebatan Ilmu 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut'! Kau akan segera mati dengan perut pecah berantakan. Tapi..., aku tak mau melihatmu mati sebelum kau menerima 'Lima Pukulan Pencair Tulang'-ku! Hiaahhh...!"Tubuh Wanara Karang berkelebat cepat. Dan, Mahendra Karnaka yang sudah berada di ambang kematian tak dapat menghindar manakala lelaki berbulu lebat itu menghujani lima pukulan beruntun. Satu pukulan menerpa dahi, dua di bahu, dan dua pukulan lagi tepat bersarang di

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29
  • Pendekar Kera Sakti   218. Part 3

    Cengar-cengir lagi Baraka. Karena rasa iba dan kasihan, dia tak merasa jijik atau ngeri ketika memindahkan tubuh kakek berjubah merah dari atas lempengan batu. Dibaringkannya tubuh kaku beku itu di sudut ruangan yang tak becek. Dan, mulailah Baraka mengempos tenaga untuk dapat menuruti wasiat si kakek. Hanya dengan mengerahkan sebagian kecil tenaga dalamnya, dapatlah Baraka menggeser lempengan batu bergaris tengah dua depa. Namun, matanya segera terbelalak. Antara rasa heran dan terkejut dia melihat sebuah kitab bersampul merah yang semula tertindih lempengan batu. Karena tertarik, Baraka memungutnya. Kitab itu sudah amat tua. Sampulnya sudah mulai lapuk. Walau hidungnya mencium bau apek yang menusuk, dibukanya juga halaman kitab itu.‘Selamat. Dengan menemukan tubuhku yang sudah menjadi mayat ini, kemungkinan besar kau memang ditakdirkan untuk menjadi ketua Perkumpulan Matahari Merah. Setelah melihat dua pelajaran ilmu pukulan yang terukir di dinding gua, pasti ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-29
  • Pendekar Kera Sakti   219. Part 4

    Baraka cengar-cengir beberapa lama. Usaha kerasnya tidak sia-sia. Kini dia dapat mengetahui di mana letak kelemahan ilmu 'Lima Pukulan Pencair Tulang' dan 'Mengadu Tenaga Menjebol Perut'. Dia pun jadi yakin akan bisa menuruti wasiat Salya Tirta Raharja. Namun, benarkah dirinya memang ditakdirkan untuk menjadi ketua Perkumpulan Matahari Merah"Selagi Baraka berpikir-pikir, keterkejutan menghantamnya lagi. Kali ini dia sampai melompat ke belakang dan berseru keras sekali. Jenazah Salya Tirta Raharja tiba-tiba dapat bergerak tanpa sebab. Kedua tangan dan kakinya yang semula terlipat tampak bergerak perlahan menjadi lurus! Sehingga, tubuh si kakek tidak melengkung lagi."Ya, Tuhan...," sebut Pendekar Kera Sakti. "Apa yang kulihat ini apakah sebuah pertanda bila arwah kakek itu turut merasa senang melihat keberhasilanku?"Baraka cengar-cengir lagi. Tapi ketika ingat akan kewajibannya, dia segera menggali lubang untuk menguburkan jenazah Salya Tirta Raharja, persis se

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-30
  • Pendekar Kera Sakti   220. Part 5

    Dewi Cinta Kasih tak kuasa membalas tatapan cucunya. Kepalanya tertunduk. Butiran air mata yang bergulir lagi jatuh ke pangkuannya."Eyang...," sebut Sekar Telasih, duduk bersimpuh dihadapan neneknya. "Jika Eyang benar-benar hendak mengakhiri hidup dengan bunuh diri, mana keyakinan Eyang yang pernah Eyang katakan kepadaku? Panji-panji Perkumpulan Matahari Merah akan tegak kembali! Eyang juga pernah mengatakan, Eyang punya firasat bila Perkumpulan Matahari Merah akan jaya kembali seperti dulu. Kalau sekarang Eyang bunuh diri, berarti Eyang tak percaya pada diri Eyang sendiri? Seburuk-buruknya orang adalah yang tidak bisa mempercayai dirinya sendiri. Bukankah itu keyakinan yang selalu Eyang tekankan kepadaku?"Terisak haru Dewi Cinta Kasih. Dengan air mata terus bercucuran, dipeluknya erat tubuh Sekar Telasih. Mendengar kata-kata cucunya, menyesal sekali dia telah melakukan apa yang sebenarnya tidak boleh dilakukan. Penantian panjang yang tak kunjung membuahkan hasil mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-30

Bab terbaru

  • Pendekar Kera Sakti   1040. Part 15

    "Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem

  • Pendekar Kera Sakti   1039. Part 14

    "Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari

  • Pendekar Kera Sakti   1038. Part 13

    Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur

  • Pendekar Kera Sakti   1037. Part 12

    "Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di

  • Pendekar Kera Sakti   1036. Part 11

    Nyai Cungkil Nyawa terlempar dan jatuh di atas reruntuhan bekas dinding dua sisi. Ia terkulai di sana bagaikan jemuran basah. Tetapi kejap berikutnya ia bangkit dan berdiri di atas reruntuhan dinding yang masih tegak berdiri sebagian itu. Ia tampak segar dan tidak mengalami cedera sedikit pun. Tetapi Mandraloka kelihatannya mengalami luka yang cukup berbahaya. Kedua tangannya menjadi hitam, sebagian dada hitam, dan separo wajahnya juga menjadi hitam. Tubuhnya pun tergeletak di bawah pohon dalam keadaan berbaring.Pelan-pelan Mandraloka bangkit dengan berpegangan pada pohon, ia memandangi kedua tangannya, dadanya, sayang tak bisa melirik sebelah wajahnya, ia tidak terkejut, tidak pula merasakan sakit yang sampai merintih-rintih. Tapi ia melangkah dengan setapak demi setapak, gerakannya kaku dan sebentar-sebentar mau jatuh.Ia menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata beberapa kejap. Setelah itu, membuka mata sambil menghembuskan napas pelan tapi panjang. Pada waktu itu

  • Pendekar Kera Sakti   1035. Part 10

    Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd

  • Pendekar Kera Sakti   1034. Part 9

    Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m

  • Pendekar Kera Sakti   1033. Part 8

    "Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap

  • Pendekar Kera Sakti   1032. Part 7

    "Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status