"Hmmm.... Yah! Kau memang rendah hati, Baraka. Oleh karena itulah aku amat suka kepadamu. Tapi, ingat kata-kataku tadi. Kalau kau ingin berpelesir atau ada suatu urusan di Salyadwipa, tunggu saja kapalku berlabuh di Lokambang ini. Dua purnama sekali, aku pasti datang."
"Ya, Paman. Terima kasih. Paman baik sekali. Mungkin suatu saat nanti Tuhan memang akan mempertemukan kita...."
Di ujung kalimatnya, Baraka membungkuk hormat. Suta Sadandang, pemilik kapal dagang besar yang baru saja ditumpangi Baraka, bergegas mengulurkan tangan kanannya untuk menegakkan kembali tubuh Baraka.
"Tak perlu bersikap seperti ini."
"Ah, Paman. Aku menghormat, tentu saja karena merasa suka dan segan kepada Paman."
"Aku tahu. Tapi, aku tak suka peradatan yang macam-macam. Kau lihat, semua awak kapal bersikap biasa-biasa saja kepadaku, bukan?"
Baraka cuma nyengir kuda. Merasakan kebenaran ucapan Suta Sedadang, pemuda yang baru berlayar dari Pulau Salyadwipa itu melang
Guna mendapat jawaban atas pertanyaan itu, bergegas Baraka menuju asal suara. Dikeluarkannya ilmu peringan tubuh 'Kelana Indra'. Sehingga, tubuh si pemuda dapat melesat cepat dan seakan telah berubah menjadi segumpal asap berwarna keemasan!Lesatan tubuh Baraka baru berhenti ketika melihat seorang kakek berpakaian serba putih longgar mirip jubah. Kakek berusia sekitar tujuh puluh tahun itu tampak sibuk melakukan sesuatu dengan pedangnya. Tubuh si kakek berkelebatan ke sana-sini seperti tengah memainkan jurus-jurus silat. Tapi sesungguhnya, dia tengah menimbun sebuah lubang cukup besar yang baru dibuatnya.Setiap bilah pedang si kakek membentur batu, terdengar suara berdentang. Suara dentang pedang itulah yang tadi didengar Baraka."Hmmm.... Aneh sekali sikap orang tua itu...," gumam Pendekar Kera Sakti yang menatap dari jarak sekitar dua puluh tombak. "Sepertinya, dia tengah memperagakan jurus silat. Tapi, aku tahu kalau dia tengah menimbun sesuatu dala
SETELAH BERLARI hampir sepenanakan nasi, kakek yang sejak sepuluh tahun lalu mengasingkan diri itu menghentikan kelebatan tubuhnya di sebuah padang rumput. Dia berhenti tepat di depan pintu gerbang sebuah bangunan besar berupa puri. Pondok Matahari!Sementara menunggu kedatangan Pendekar Kera Sakti, Mahendra Karnaka mengatur jalan napasnya yang terdengar memburu. Seperti Pendekar Kera Sakti, tadi dia pun telah mengerahkan ilmu peringan tubuhnya sampai ke puncak. Dan rupanya, kemampuan mereka seimbang.Tiga kejap mata kemudian, Baraka sampai di hadapan Mahendra Karnaka. Napas si pemuda juga terdengar memburu. Wajahnya berubah memerah dengan peluh berlelehan. Kain bajunya pun telah basah oleh keringat."Aneh sekali. Keringat pemuda itu menebarkan aroma harum bunga cendana...," kata hati Mahendra Karnaka. "Aku yakin, pakaian yang dia kenakan bukan pakaian sembarangan. Pakaian itu bisa menebarkan aroma harum bila terkena air keringat. Aku yakin pula, pakaian pemuda
"Apa boleh buat, aku harus melayani tantangan orang tua itu. Tapi, aku tak mau membunuh siapa-siapa untuk saat ini...," kata hati Pendekar Kera Sakti. "Aku tak akan mengeluarkan ilmu pukulan. Tapi, aku akan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamku untuk menahan gempuran kakek yang tampaknya menyimpan banyak rahasia itu."Mengikuti pikiran di benaknya, bergegas Baraka mengalirkan kekuatan tenaga dalamnya ke tangan kanan. Benar-benar sampai ke puncak!Walau usia Baraka masih amat muda untuk ukuran orang-orang yang telah menceburkan diri ke kancah rimba persilatan, tapi tenaga dalam pemuda dari Lembah Kera itu tidak bisa dianggap enteng. Karena telah menelan 'Katak Wasiat Dewa', tenaga dalam Baraka jadi meningkat berlipat-lipat. Dengan menelan benda ajaib itu, sama artinya Baraka telah melatih tenaga dalamnya selama dua puluh tahun. Lebih-lebih, Baraka pun telah mendapatkan tambahan tenaga dalam ketika dipukul Setan Bodong dengan Tenaga Inti Es Biru di tambah
"Apa?" kesiap Baraka, seperti tak percaya pada ucapan si kakek."Mereka semua mati dibunuh Wanara Karang atau Iblis Pemburu Dosa," lanjut Hati Selembut Dewa. "Jadi... jadi apa yang kau lakukan di kota Suradipa itu adalah juga mengubur mayat orang?""Ya. Ketika kau datang, aku baru saja selesai menimbun mayat murid-muridku juga...."Terkejut Baraka saat melihat bola mata Hati Selembut Dewa berkaca-kaca. Dan, si kakek yang tak dapat menahan kesedihan hatinya segera tampak menangis bersimbah air mata."Heran aku. Dua kali aku melihatmu menangis, Kek. Sebenarnya, kau ini siapa? Dan, kenapa murid-muridmu dibunuh orang?" tanya Baraka, menceritakan keingintahuannya.Mendapat pertanyaan itu, air mata Mahendra Karnaka semakin mengalir deras. Dengan suara patah-patah, dia berkata, "Namaku Mahendra Karnaka. Orang-orang memberiku gelar Hati Selembut Dewa. Sejak sepuluh tahun lalu, aku telah mengasingkan diri di tempat ini. Aku mengangkat beberapa orang murid.
"Dan ketika kau datang, semua muridmu yang berada di sini telah menjadi mayat semua?""Begitulah.... Karena sudah lama aku meninggalkan Pondok Matahari, aku memberikan pelajaran ilmu pedang kepada murid baruku itu untuk dilatihnya sendiri. Sementara, aku lalu kembali ke Pondok Matahari...."Mendadak, air mata Hati Selembut Dewa mengalir lagi. Dengan suara terbata-bata, dia lanjutkan ceritanya. "Menilik ciri-ciri yang ada pada mayat murid-muridku, aku yakin bila yang membunuh mereka adalah Wanara Karang. Aku pun bermaksud membalas kebiadabannya itu. Aku pergi ke kota Suradipa. Di kota itu, sebagian muridku yang telah kuanggap menyelesaikan pelajaran bertempat tinggal. Aku bermaksud memberitahu kekejaman Wanara Karang agar mereka berhati-hati, karena bisa saja Wanara Kadang juga bermaksud membantai mereka. Tapi..., kedatanganku terlambat...."Iba hati Baraka melihat Mahendra Karnaka mendekap wajah lalu menangis sesenggukan. Mahendra Karnaka menangis seperti seoran
Namun, tetap tak ada sahutan."Ya, Tuhan...," sahut si kakek untuk kesekian kalinya.Sedih bukan main rasa hati kakek bertubuh kurus tinggi itu. Rasa sesal dan berdosa memburunya pula. Kalau dia tidak meminta Pendekar Kera Sakti untuk turut mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, bukankah pemuda lugu itu tak akan mati begini cepat? Itu berarti dialah yang menyebabkan kematian Pendekar Kera Sakti! Hati Selembut Dewa benar-benar larut dalam rasa sesal dan sedih. Dan tanpa disangkanya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang dibarengi guncangan hebat. Hati Selembut Dewa terkejut bagai disambar petir.Bergegas dia meloncat jauh karena merasa jiwanya terancam. Dengan mata terbelalak lebar, si kakek segera tahu apa yang tengah terjadi.Sekitar lima tombak dari sisi lubang jebakan bongkah-bongkah batu tampak berpentalan ke udara. Bersamaan dengan gumpalan tanah yang turun berhamburan, melesat sesosok bayangan dari dalam lubang yang baru terbentuk. Sosok bayang
"Hh! Astaga!"Keterkejutan Hati Selembut Dewa tak bisa digambarkan lagi. Bilah pedangnya tiba-tiba terlepas dari cekalan, dan melekat pada gumpalan besi hitam yang kemudian jatuh di sela-sela batu!Merasa pedang adalah sarana satu-satunya untuk dapat menahan dua ilmu sesat iblis Pemburu Dosa, bergegas Hati Selembut Dewa meloncat. Langsung dicekalnya lagi hulu pedangnya untuk dilepas dari gumpalan besi hitam. Tapi ternyata, gumpalan besi itu mengandung daya tarik yang amat kuat. Sampai di mana pun Hati Selembut Dewa mengeluarkan tenaga, bilah pedangnya tak dapat dilepas. Ketika ditarik ke atas, gumpalan besi justru turut terangkat!"Ha ha ha...!" tawa pongah Iblis Pemburu Dosa. "Sudah kukatakan, kemunculanku kali ini selain berbekal dua ilmu kesaktian yang telah ku sempurnakan, juga berbekal perhitungan yang masak. Salah satu dari perhitunganku itu bukankah telah kau lihat? Apakah kau mau bertempur dengan membawa gumpalan besi yang begitu berat?"Menggeram
MATAHARI telah berada di dekat garis cakrawala barat. Cepat sekali waktu berlalu. Namun demikian, pertempuran antara Mahendra Karnaka melawan Wanara Karang masih berlangsung seru. Belum tampak tanda-tanda siapa di antara kedua tokoh tua itu yang akan segera keluar sebagai pemenang.Mahendra Karnaka yang tak mau bersentuhan kulit dengan Wanara Karang menggunakan sarung pedangnya untuk memainkan Jurus 'Memburu Jiwa Mengejar Roh'. Walau senjata di tangan Mahendra Karnaka tidak tajam dan tidak pula berujung runcing, tapi Wanara Karang sempat dibuat kerepotan.Beberapa kali tubuhnya kena gebuk yang mendatangkan rasa sakit hebat. Ilmu kebalnya sama sekali tak berguna karena tenaga dalam Mahendra Karnaka lebih unggul satu tingkat."Keparat!" geram Iblis Pemburu Dosa."Cukuplah kita bermain-main. Aku tak mau memberi hati lagi. Lihat apa yang akan segera kulakukan!" Di ujung kalimat itu, mendadak tubuh Iblis Pemburu Dosa melesat tinggi. Selagi melayang di udara, d