Bima menatap tajam ke arah bola hitam raksasa yang mengambang di udara. "Memang sangat kuat... Iblis Es, apa kegunaan Topeng Iblis Mata Tiga?" Tanya Bima sambil mengeluarkan topeng berwarna merah tersebut. "Kekuatan yang ada pada Leluhur kami adalah Waktu, Angin dan Api! Jika topeng itu memang asli warisan leluhur dari kami seharusnya tiga kekuatan itu ada pada topeng tersebut," Jawab Iblis Es. Bima tersenyum. "Bagus sekali, ular ini tahan dengan es dan serangan pedang, aku akan melakukan satu cara untuk mengalahkannya!" Ucap Bima. "Apakah kau akan menggunakan topeng tersebut?" Tanya Iblis Es. Bima mengangguk. Dia menatap sesaat topeng bertanduk perak tersebut. Dengan perlahan Bima memakai topeng itu. Saat topeng menempel di wajahnya, tiba-tiba Bima merasa tubuhnya tersedot satu kekuatan yang tak terlihat. Pandangan matanya gelap dan dia tak bisa melawan sama sekali! "Puluhan ribu tahun tak ada yang berani memakai topeng hasil karyaku sendiri... Sekarang, manusia lemah seperti
Bola kekuatan berwarna hitam itu meledak dengan sangat dahsyat. Dentuman nya menggelegar hingga jarak ratusan tombak. Ratu Azalea berdiri dari atas singgasananya. Dia meraih tongkat emas nya menatap para dewan yang duduk di depannya. "Suara apa itu?" tanya Ratu Azalea dengan suara lembut. "Kami akan selidiki Ratu, berdasarkan arah suara, itu tak jauh dari arah toko milikku," Kata Dewan Pertahanan Dwaraka. "Apakah tamu kehormatan itu belum datang ke balai kemuliaan?" Tanya Ratu Azalea. "Mohon maaf Ratu, tamu itu masih ingin berjalan-jalan di kota untuk melihat-lihat. Kami tidak bisa memaksanya untuk segera datang..." Ucap Dwaraka sambil membungkuk. "Baiklah, sekarang cepat selidiki arah suara itu. Aku merasa ada tidak beres," Perintah sang Ratu. "Baik, akan kami perintah kan tim penyelidik," ucap Dwaraka lalu pamit pergi. Ratu Azalea menatap ke arah jendela besar yang ada di istana itu. Dari raut wajahnya yang cantik terlihat jelas jika dia tengah menyembunyikan perasaan gelisa
Dari kejauhan terlihat istana Kerajaan Peri Pelindung yang sangat megah dan menjulang tinggi ke langit. Gedung-gedung di kota tersebut juga menunjukkan arsitektur yang terkesan mewah. "Benteng itu..." desis Bima yang melihat benteng raksasa setinggi dua puluh tombak berdiri megah sebelum memasuki gerbang kota utama. "Itu adalah benteng pertahanan jika terjadi serangan siluman yang tidak di duga, benteng itu tinggi dua puluh tombak dan tebal dua tombak,sangat kuat untuk di tembus siluman ranah Tulang Dewa sekalipun." kata Lesmana. Mata Bima menatap tajam ke arah benteng tersebut. Di atas tembok itu terlihat berjejer para kesatria penjaga dengan senjata lengkap. Mereka terlihat selalu waspada. Bima tersenyum kagum. "Kota ini sangat penting di Kerajaan, kami harus bisa bertahan setiap terjadi serangan besar. Untungnya dalam dua ribu tahun terakhir hanya ada beberapa serangan besar yang berhasil di patahkan dengan mudah oleh Ratu Azalea," Jelas Lesmana. "Dua ribu tahun terakhir...?"
Gerbang besi raksasa itu terbuka secara perlahan. Suaranya berderit. Sepuluh penjaga mendorong pintu tersebut menggunakan tenaga dalam. "Pintu ini beratnya lebih dari sepuluh ribu kati, sepuluh penjaga itu mengerahkan setengah kekuatan mereka untuk membuka gerbang...! Luar biasa!" Batin Bima. "Nanti saat kamu bertemu dengan Ratu, aku sarankan kamu untuk bersikap lebih lembut. Ratu sangat tidak suka dengan sifat kasar. Jangan ulangi kesalahan Barata di depan sang Ratu. Dia tidak tahu tata krama dan sopan santun, sehingga gagal ujian dalam sekejap. Tak hanya itu, dia juga kesulitan dalam menjawab pertanyaan Ratu, padahal itu hanyalah pertanyaan penguji. Jadi, berkata sesuai hati, jangan menyembunyikan atau pun merencanakan jawaban, itu sudah termasuk gagal," Kata Lesmana panjang lebar. Bima menoleh dan menatap lelaki peri tersebut. Lesmana tersenyum. Lalu menepuk bahu Bima. "Jangan berterima kasih, aku hanya bisa membantumu seperti ini. Lagi pula bantuan mu saat malam itu lebih bera
Bima melangkahkan kakinya ke dalam istana yang sangat megah tersebut. Gedungnya yang tinggi dan menjulang ke langit itu terlihat semakin menawan dan indah. Dari istana tersebut Bima juga bisa melihat kaki gunung yang jauh di bawah sana. "Istana ini sangat megah dan indah, benar-benar istana para Peri..." batin Bima. Sesampainya di balai pertemuan para dewan dan Ratu, Bima menghentikan langkahnya dan melihat sekeliling. Banyak Dewan Kerajaan yang menatap nya dengan berbagai macam tatapan. Ratu Azalea berdiri dari singgasananya. Senyumnya mengembang. Bima merasakan tekanan yang sangat kuat saat Ratu Azalea tersenyum ke arahnya. "Inikah tekanan Sang Ratu...? Sangat kuat...Bahkan darahku ikut terhenti oleh tekanan ini...!" batin Bima yang bertahan dari tekanan sang Ratu. Kakinya mulai menekuk. Bima tengah berusaha mati-matian menahan tekanan kekuatan, Ketiga Iblis di dalam tubuh Bima justru tengah terpana melihat sosok Ratu yang benar-benar cantik jelita. "Sesuai ucapan mu saudara
Semua mata menatap ke arah Bima. Pemuda itu pun bersiap dengan tenaga dalamnya jika terjadi serangan mendadak. Ratu Azalea tersenyum lalu menyuruh kepala pasukan penyelidik itu pergi. Ratu pun menoleh ke arah Bima. Kali ini Ratu tersenyum hingga giginya yang putih rapi terlihat. Bima melihat senyum yang berbeda dengan saat pertama tadi dia melihat. Senyum kali ini murni senyum seorang Ratu. "Ada apa Ratu?" tanya Bima yang merasa penasaran kenapa Ratu itu tersenyum seperti itu padanya. Tiba-tiba para Dewan bertepuk tangan meriah. Bahkan Ratu pun turut bertepuk tangan. Bima yang masih kebingungan menatap mata wanita cantik di depannya itu. "Aku tidak tahu apa yang di bicarakan prajurit tadi, apa kau mengerti?" tanya Bima kepada Iblis Es. "Mereka memakai bahasa yang kami tidak tahu. Mungkin itu untuk menjaga rahasia agar tidak di ketahui orang lain," jawab Iblis Es. "Tapi melihat senyuman Ratu yang tulus tadi, aku merasa ini bukan hal yang buruk," kata Iblis Bayangan. Ratu Azalea
Bima duduk bersila di atas lantai. Matanya terpejam. Dia mulai memusatkan pikiran. Saat itulah dia bertemu ribuan aura berbagai warna. "Hm... Warna hitam besar itu, pasti punya Sanca Banteng Hitam..." Pikir Bima. Dia segera melayang mendekati aura hitam yang sangat pekat. "Kekuatan yang terpancar sangat pekat... Kekuatan ini sangat besar,"Bima menaruh tangan kanannya ke dalam aura gelap tersebut. Tiba-tiba dia merasa tangannya tersedot ke dalam aura. Dengan sekuat tenaga Bima bertahan. Dari dalam aura gelap itu muncul sepasang mata bercahaya merah. "Sanca Banteng Hitam!?" Seru Bima sambil terus menahan tangannya. "Lucu sekali... Aku adalah makhluk kelas atas, bagaimana bisa berakhir di dalam tubuh bocah ini... Hmmmm..." ucap Sanca Banteng Hitam. "Aku tidak tahu, salahkan sendiri Nyai Sri Wedari yang tak bisa merawat mu dengan baik!" balas Bima. "Hmm? Kau berani menjawab perkataan ku!? Makhluk lemah!" gertak Sanca Banteng Hitam marah. Bima merasakan tarikan yang sangat kuat. D
Keesokan harinya Bima telah berada di Istana bersama Ratu Azalea dan beberapa Dewan. Lesmana dan Dwarawati juga ada di sana. "Hari ini adalah pertama kalinya selama aku menjadi Ratu, akan membuka pintu gerbang makam Raja Iblis Tanduk Api... Sekali lagi aku ucapkan selamat kepada Pendekar Bima yang akhirnya menjadi orang yang paling ditunggu Guru." ucap Ratu Azalea lalu membuka pintu gerbang itu menggunakan kekuatan miliknya. Pintu itu adalah pintu dengan segel tak terlihat. Hanya Ratu yang bisa membukanya karena dia adalah satu-satunya murid Iblis Tanduk Api. "Ingat nak, kekuatan Iblis Tanduk Api ini utuh dan murni, karena dia tidak terpecah dan juga tidak ternoda seperti Iblis Bayangan ini. Jadi, kamu adalah satu-satunya manusia yang paling beruntung jika berhasil menyerap kekuatan saudara kami..." kata Iblis Es. Bima mengangguk. Matanya menatap ke arah gerbang besi yang di selimuti aura merah. Saat gerbang itu terbuka, aura Iblis Tanduk Api menyebar keluar. Semua yang ada di te
Tengkorak Merah raksasa menderu dari atas langit menuju aula dimana para pendekar sewaan Perguruan Bangau Surga berada. "Hei, apakah kalian merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pendekar yang sedang asik minum tuak. "Kau mabuk, apa yang kau rasakan kecuali pusing? Hahaha!" sahut kawannya yang juga sudah dalam keadaan mabuk. Di dalam aula itu ada sepuluh pendekar Ranah Tulang Dewa dan belasan pendekar ranah Keabadian. Keberadaan mereka adalah untuk menjebak pembunuh yang mengincar Ketua mereka. Namun mereka tak menyadari, bahaya yang lebih mengerikan tengah menuju ke arah mereka. "Beberapa hari ini Ketua Adisatya mengurung diri di gubuk itu, apakah dia akan terus membiarkan orang-orang pemabuk ini berada di aula terhormat kita?" bisik salah satu murid Perguruan. "Sssttt! Jangan sampai mereka mendengar, itu akan jadi masalah untuk Perguruan kita," sanggah kawannya yang lebih memilih diam. Saat keadaan te
Bima melangkah masuk ke dalam penginapan yang sudah dia tempati beberapa hari ini. Matanya melirik kearah kedai yang ada di lantai bawah. Disana banyak pendekar yang sedang minum tuak dan berjudi. "Sampah-sampah ini hanya merusak pemandangan dan membuatku sakit mata," batin Bima sambil terus berjalan ke lantai dua. Sesampainya di kamar Bima menggelar semua senjata yang dia beli tadi. "Aku bisa merasakannya, senjata yang hampir mirip..." batin Bima. Dia mengambil satu persatu senjata berupa pisau dan belati tersebut. Setelah beberapa lama mencari akhirnya dia menemukan senjata berupa belati yang dia inginkan. "Ini dia... Benar... Ini mirip dengan belati petir..." batin Bima. Dia mengalirkan tenaga dalamnya ke dalam belati tersebut. Aura petir muncul dari senjata kecil itu membuat Bima yakin itu memang belati petir pasangan belati petir miliknya. "Keberuntungan yang tidak terduga!" batin Bima sam
Beberapa hari setelah pembantaian di Perguruan Taring Putih, seluruh kerajaan gempar. Kabar itu di sampaikan oleh Pengawas Kerajaan yang di tempatkan di Perguruan Taring Putih. Dia baru saja kembali bersama beberapa muridnya setelah melakukan latihan di hutan. Saat mereka pulang, Perguruan yang mereka tempati telah musnah. Tak ada yang tersisa satu nyawa pun. Semua tetua dan murid yang berjumlah ratusan tewas. Bahkan didapati lubang besar yang pengawas itu duga adalah serangan banyak pendekar.Tidak ada yang mengira sama sekali jika pelaku serangan itu hanyalah tiga orang saja. Banyak dugaan kuat jika serangan di lakukan oleh musuh abadi Perguruan tersebut. Dan musuh abadi Perguruan Taring Putih adalah Perguruan Bangau Surga. Kedua Perguruan kelas tengah itu sering berselisih. Namun belum pernah tejadi peperangan besar di antara keduanya. Raja Negara Angin Timur mulai menyikapi dengan serius masalah pembantaian dua
Tangan Darah berteriak keras sambil menahan serangan pukulan Taring Harimau Dewa gabungan. Tengkorak-tengkorak yang dia lancarkan tak mampu melahap semua kekuatan gabungan itu. Sehingga terjadi ledakan yang sangat dahsyat bagaikan ledakan gunung berapi. Wulan mencoba terus bertahan meski darah sudah mengalir dari sela bibirnya. Dia bisa merasakan tubuhnya yang seperti tengah di cabik-cabik binatang buas. Di tengah ledakan dahsyat itu terdengar suara auman harimau yang sangat keras. Para tetua itu berteriak keras sambil terus bertahan dari ledakan tersebut. Namun tidak semua berhasil bertahan, karena beberapa tengkorak berhasil lepas dari ledakan dan langsung menyerang mereka dan memakannya dengan buas. "Bertahan lah sekuat tenaga!" teriak Wiraseta. Namun darah menyembur dari mulutnya. Dia yang paling terkena dampak dari ledakan tersebut karena dia yang paling depan. "Sudah menggabungkan kekuat
Bima tersenyum mendengar ledakan itu. "Dia sudah mulai, aku penasaran akan seperti apa pertarungan mereka!" batin Bima. Para murid yang terkejut mendengar ledakan dari arah aula tak bisa berbuat apa-apa. Mereka kocar-kacir diserang oleh Bima. "Jangan biarkan musuh begitu saja! Serang dengan kekuatan kalian!" terdengar teriakan dari atas menara. Bima menoleh. Dia terkejut saat satu anak panah sudah ada di depan matanya. Namun dalam sekejap Bima telah menghilang dan berpindah tempat di depan pemanah tersebut. Sang pemanah terkejut. Namun hanya sesaat, karena di detik berikutnya kepalanya telah terlepas dari tubuhnya setelah terkena sabetan pedang milik Bima. Murid-murid yang lain terlihat ketakutan. Ini kali pertama mereka melihat sosok Iblis di depan mereka. "Dia sangat cepat dan ganas... Bagaimana cara kita menahan serangan nya...?" "Gunakan senjata roh! Kita serang bersama-sama!"Bima menatap ke bawah. Jika puluhan pendekar itu menggunakan senjata roh, dia akan cukup kesulita
Bima menatap tajam mata Datuk Manggala. Dia khawatir mayat yang sudah dia hidupkan akan menyerangnya. "Dia saat ini berada di ranah Cakrawala tahap tengah, jika dia menyerangku, akan sangat menyusahkan, sialan..." batin Bima. Datuk Manggala berjalan mendatangi Bima yang masih bersembunyi dibalik dinding es. Setiap langkahnya menggetarkan lantai goa. Blarrrr! Dinding es yang sangat kuat itu hancur hanya dengan telapak tangan Datuk Manggala. Bima bersiap dengan pedang Hantu Biru. Dia harus segera kabur jika Datuk Manggala itu menyerangnya. Namun sesuatu yang membuat Bima terkesima pun terjadi. Datuk Manggala berlutut di depan Bima sambil menyilangkan tangan kanannya di depan dada. "Seorang Pelayan Terkuat ada di depanku..." ucap Bima dalam hati sambil tertawa keras. "Hmm, namamu sekarang adalah Tangan Darah, apakah kau dengar?" ucap Bima. "Saya mendengar tuanku," sahut Datuk Manggala yang sekarang berganti nama menjadi Tangan Darah. Bima mempunyai alasan tersendiri kenapa dia
Bima mendekati empat sosok penjaga berbentuk Iblis Es tersebut. Namun empat penjaga itu langsung menyerangnya dengan kekuatan es. "Hei! Apakah kalian tidak mengenali tubuhku!" teriak Bima yang langsung mengeluarkan pedang es dan menangkis serangan empat penjaga tersebut. Keempat penjaga itu menatap Bima dengan tatapan aneh. "Apakah kau juga pecahan kekuatanku!?" tanya salah satu dari empat Iblis Es tersebut. Bima mengangguk. "Akan ada orang lain yang juga ingin mengambil bunga ini. Aku yakin, kalian tidak akan bisa menghadapinya. Iblis Es di dalam tubuhku sudah berkembang dan menjadi lebih kuat, kalian bisa masuk ke dalam tubuhku dan aku akan mengambil inti bunga tersebut untuk sebuah ritual," kata Bima. "Kami tidak akan setuju begitu saja, coba tunjukkan kemampuan Iblis Es yang ada di dalam tubuhmu," kata salah satu penjaga tersebut. Bima menatap tajam. Tangannya bergerak membuat sebuah rapalan. Dia akan mengeluarkan Jurus Pedang Es miliknya dengan kekuatan tinggi. Empat penj
Mata Bima membesar melihat sebuah benda bersinar warna warni dan melayang di depan Ayu Wulan Paradista. Bima mendekati benda tersebut. "Nona, apa maksudnya ini? Benda apa ini? Aku merasakan tiga kekuatan di dalam benda ini," tanya Bima. Di depan Bima saat ini adalah sebuah cincin perak dengan aura tiga warna. "Cincin ini adalah jelmaan dari roh tiga pilar yang sudah tiada. Mereka menginginkan dirimu untuk memiliki nya sebagai wujud rasa terimakasih mereka padamu," kata Wulan sambil mendorong cincin itu dengan jari nya. Cincin perak itu pun melayang mendekati Bima. Dengan perasaan aneh bercampur takjub Bima memegang cincin tersebut. Dia bisa merasakan aura kekuatan yang luar biasa dari cincin itu. "Kenapa mereka berterimakasih padaku? Apa yang telah aku lakukan pada mereka?" tanya Bima. Wulan tersenyum. Dia bangkit berdiri. "Kamu sudah membunuh Datuk Manggala yang sudah membunuh mereka di masa lalu. Dan juga itu adalah satu-satunya permintaan ku padamu karena aku telah menolong
Bima melayang turun dan mendarat tak jauh dari Ayu Wulan Paradista.Sementara itu, Hujan Es Abadi masih menghantam tubuh Datuk Manggala. Area seluas ratusan tombak itu berubah menjadi lahan es yang sangat dingin. Wulan menahan kekuatan dingin itu dengan Tongkat Penyembuh miliknya. Namun rasa dingin itu tidak bisa ditahan dengan tingkat penyembuh."Apakah kau merasa sangat kedinginan?" tanya Bima. Wanita itu tak menjawab. Tapi Bima tahu hanya dengan melihat bibirnya yang terlihat pucat. "Kekuatan es milikku meningkat hingga beberapa kali lipat sehingga tingkat dinginnya bisa membekukan apa pun, bahkan pendekar Ranah Cakrawala sekalipun," batin Bima lalu tangan kirinya membuat bola api merah. Mata Wulan terlihat membesar melihat Bola Api merah milik Bima. Dia tidak menyangka bahwa pemuda itu pun mempunyai kekuatan api. Bima meletakkan api itu di atas tempat pemujaan. Hawa hangat langsung terasa sehingga Wulan tak perlu lagi menggunakan kekuatan miliknya. "Kamu mempunyai dua elemen