Mata Bima terbuka perlahan. Samar-samar dia melihat sosok gadis cantik tengah menatap wajahnya dengan jarak yang sangat dekat. "Intan...?" lirih Bima. "Kamu sudah sadar... Jangan banyak bergerak dulu, kekuatanmu sangat lemah, dan beberapa tulangmu patah. Butuh berhari-hari untuk sembuh," kata Intan. "Dimana siluman itu...?" tanya Bima menoleh ke kanan dan ke kiri. "Dia kabur dengan luka parah di tubuhnya, sepertinya dia terluka karena benda yang saat ini menempel di tanganmu," kata Intan. Bima langsung mengangkat tangannya. Dia melihat Rantai Tulang Iblis yang menempel bahkan menancap di lengannya tersebut. "Aku tak menyangka dia menjadi patuh terhadapku," kata Bima sambil tersenyum. Tubuhnya masih tergeletak di tempat yang sama sebelum dia tak sadarkan diri. Intan hanya mempunyai merawat seadanya karena dia juga terluka. Apalagi dia juga merawat Rukma yang tergeletak masih tak sadarkan diri. Kekalahan itu sungguh memukul hati Bima. Apalagi dengan tewasnya Sinta, membuatnya m
Bima dan dua gadis Peri itu tiba di sebuah desa Peri yang lumayan ramai meski desa itu berbatasan dengan hutan yang di penuhi siluman. Mereka tiba menjelang sore hari. Intan dan Rukma menyempatkan diri untuk membeli pakaian. Bima memperhatikan alat pembayaran yang mereka pakai. Ternyata dua Peri itu tidak membayar dengan uang atau tail emas seperti yang ada di dunia manusia. Kedua Peri itu membayar dengan membagikan roh yang mereka tangkap selama di hutan sebelumnya. Roh itu bisa berupa roh siluman tingkat tinggi mau pun tingkat rendah. Bima melihat dua gadis itu hanya mempunyai roh kelas rendah yang cukup murah harganya. Sementara kain yang ingin mereka beli cukup mahal harganya. Sehingga terjadi tawar menawar di antara dua gadis peri tersebut dengan sang penjual. Bima tersenyum melihat dua gadis itu cemberut karena tak mendapatkan apa yang ingin mereka beli. "Kalian tunggu di sini, biar aku yang menawar pakaian untuk
Intan dan Rukma memakai pakaian yang mereka inginkan. Bima membebaskan dua gadis itu memilih pakaian yang terbaik. Bima pun memilih pakaian yang baginya paling cocok,yaitu pakaian warna merah. Peri tua yang sebelumnya terlihat sinis hanya bisa tersenyum dan berharap tiga orang itu segera pergi. "Tuan dan nona-nona, hari sudah mulai gelap, kurasa aku akan segera menutup tokonya karena banyak siluman dari perbatasan desa berkeliaran di malam hari," kata Peri tua tersebut. "Kami akan segera selesai pak tua, tenang saja, jika ada siluman, aku akan memburunya," sahut Bima membuat Peri tua tersebut terdiam. Dia baru sadar jika ada pembantai di dalam tokonya. Jadi dia tak perlu merasa khawatir lagi. Setelah gadis-gadis Peri itu selesai, Bima pun mengajak mereka pergi dari toko tersebut. Setelah mereka keluar, pemilik toko segera menutup tokonya dengan terburu-buru. Dan ternyata semua rumah dan kedai yang ada di desa tersebut telah tutup. Bahkan tak ada satu warga desa Peri tersebut yang
Sepuluh kesatria itu menanti di gerbang Desa. Mereka melihat ratusan siluman yang mendatangi desa tersebut. "Sejak puluhan tahun, baru kali ini siluman datang dengan pasukan sebanyak ini," kata pemimpin kelompok. "Ketua Lesmana, apakah kita yakin bisa melawan ratusan siluman ini? Kekuatan kita terbatas," ucap salah satu kesatria. "Hmm, aku tak bisa menjawab. Tapi aku tak peduli kita kalah atau tidak. Yang pasti, nyawa kita adalah untuk kerajaan dan rakyat, untuk apa kita menjadi kesatria agung jika takut pada kematian?" ucap ketua bernama Lesmana. Di depan mereka para siluman mulai mendekat ke arah pagar kayu yang di buat oleh penduduk sekitar. "Waktunya bertempur! Jangan biarkan satu siluman pun masuk ke dalam gerbang!" teriak Lesmana. "Siap ketua!" sahut sembilan kesatria lain. "Berpencar! Kalau bisa, kembali dengan selamat!" perintah Lesmana terkahir kali sebelum melompat ke arah para siluman. Pa
Melihat sosok pemuda yang datang membantu para kesatria peri, mereka langsung bersemangat melanjutkan pertarungan. Gerakan kilat Bima dan tajamnya pedang yang dia bawa membuat para siluman itu tak berkutik. Bima dengan mudah menusuk dan menebas. Setelah ajian Bola Iblis menghantam kerumunan siluman tersebut, Bima dengan cepat memotong semua siluman yang membeku terkena ledakan. Intan dan Rukma datang membantu menyelamatkan satu kesatria yang terluka parah. Kaki kanan dan kedua tangannya buntung. Beberapa tubuhnya juga koyak terkena cabikan dan gigitan siluman beruang Api. Para kesatria tersebut terkejut melihat dua gadis peri yang ikut membantu. Namun mereka tak mempedulikan dua gadis itu. Mereka harus tetap terjaga dari setiap serangan lawan. Jika lengah sedikit saja, nyawa adalah taruhannya. Pertarungan semakin ganas. Perbatasan desa dan hutan itu sudah menjadi lahan es. Banyak siluman mati membeku. Bima benar-benar menikmati saat melihat siluman-siluman itu mati di oleh pedan
Iblis Es yang belum terbiasa mengendalikan tubuh Bima hampir saja terkena Ajian Auman Badai Biru. Gelombang Biru itu menghantam pepohonan hingga hancur berantakan. "Tubuh aslinya kuat...!" batin Iblis Es. Sementara itu Bima tengah berada di dalam alam bawah sadarnya. Dia di hadapkan berbagai macam aura. "Iblis Tanduk Emas, peri tua itu bilang aura warna kuning keemasan, mungkin itu," pikir Bima sambil melayang ke arah aura warna kuning. Di depannya terlihat aura kuning bercahaya. "Kekuatan ini belum di olah. Aku hanya harus menyerapnya saja," batin Bima kemudian tangannya menjulur dan menggenggam aura kuning tersebut. Dengan mata terpejam Bima mulai menyerap aura tersebut ke dalam tubuhnya. Sosok roh Iblis Tanduk Emas muncul di hadapannya. Menatap tajam."Aku tidak menyangka Roh ku akan menjadi alat oleh manusia seperti dirimu!" ucap Roh Iblis Tanduk Emas. Bima tersenyum. "Tenang saja, roh mu berguna untuk melawan siluman jahat. Setidaknya dirimu sudah terlepas dari perbudaka
Sebuah kaki besar melangkah keluar dari dalam kabut. Bima menatapnya dengan pedang siap menyerang. "Ukurannya terlalu besar..." batin Lesmana yang melihat kera raksasa itu muncul di depan Bima. Seorang kesatria mendatanginya. Lesmana memperhatikan kesatria yang baru datang. "Kenapa kau malah kesini?" tanya Lesmana. "Aku membawakan obat penahan racun sementara dari pendekar yang baru saja menolong kita," jawab kesatria itu lalu memberikan pil hitam kepada Lesmana. Tanpa ragu Lesmana langsung menelan pil tersebut. Beberapa saat setelah pil itu bekerja, Lesmana merasakan tangannya membaik. Rasa sakitnya berkurang. "Obat yang mujarab..." ucap Lesmana lalu mengambil pedang nya yang tergeletak di atas tanah. "Kita bantu pemuda itu membunuh siluman raksasa tersebut!" kata Lesmana mengajak satu anak buah nya.~Intan dan Rukma membawa kesatria yang buntung kakinya pergi menjauh. Namun mereka terkejut karena di hadang beberapa ekor anjing siluman. Anjing-anjing itu muncul dari gang yang
"Jurus Pertama Akar Penarik Jiwa!" teriak Intan sambil menghantamkan tangannya ke tanah. Rukma kembali mengendalikan pedang terbang miliknya ke arah Nyai Sarpa. Lima siluman anjing bertubuh manusia itu adalah peliharaan Nyai Sarpa yang di beri nama Anjing Neraka. Kelima siluman itu sangat kuat dan berbahaya. Tubuhnya panas dan mampu membuat apa saja terbakar hanya dengan goresan cakar mau pun gigitannya. Saat akar hijau menyerang mereka, dengan cepat mereka berkelit dengan cara melompat ke udara. Akar hijau itu mengejar mereka dengan cepat. Kelima siluman itu berpencar di udara menyebar lalu kembali menyerang. Intan menatap tajam. Dia tak menyangka para siluman itu cerdik dan mempunyai akal. "Ini akan sulit... tapi aku tak bisa kalah begitu saja, meski nyawaku berkurang setiap menggunakan jurus ini, aku tak peduli..." Akar hijau itu menyebar ke berbagai arah di sekitar Intan. Para siluman anjing Neraka itu tak bisa langsung mendekat karena akar tersebut. Mereka berkelit secep
Bima tersenyum mendengar ledakan itu. "Dia sudah mulai, aku penasaran akan seperti apa pertarungan mereka!" batin Bima. Para murid yang terkejut mendengar ledakan dari arah aula tak bisa berbuat apa-apa. Mereka kocar-kacir diserang oleh Bima. "Jangan biarkan musuh begitu saja! Serang dengan kekuatan kalian!" terdengar teriakan dari atas menara. Bima menoleh. Dia terkejut saat satu anak panah sudah ada di depan matanya. Namun dalam sekejap Bima telah menghilang dan berpindah tempat di depan pemanah tersebut. Sang pemanah terkejut. Namun hanya sesaat, karena di detik berikutnya kepalanya telah terlepas dari tubuhnya setelah terkena sabetan pedang milik Bima. Murid-murid yang lain terlihat ketakutan. Ini kali pertama mereka melihat sosok Iblis di depan mereka. "Dia sangat cepat dan ganas... Bagaimana cara kita menahan serangan nya...?" "Gunakan senjata roh! Kita serang bersama-sama!"Bima menatap ke bawah. Jika puluhan pendekar itu menggunakan senjata roh, dia akan cukup kesulita
Bima menatap tajam mata Datuk Manggala. Dia khawatir mayat yang sudah dia hidupkan akan menyerangnya. "Dia saat ini berada di ranah Cakrawala tahap tengah, jika dia menyerangku, akan sangat menyusahkan, sialan..." batin Bima. Datuk Manggala berjalan mendatangi Bima yang masih bersembunyi dibalik dinding es. Setiap langkahnya menggetarkan lantai goa. Blarrrr! Dinding es yang sangat kuat itu hancur hanya dengan telapak tangan Datuk Manggala. Bima bersiap dengan pedang Hantu Biru. Dia harus segera kabur jika Datuk Manggala itu menyerangnya. Namun sesuatu yang membuat Bima terkesima pun terjadi. Datuk Manggala berlutut di depan Bima sambil menyilangkan tangan kanannya di depan dada. "Seorang Pelayan Terkuat ada di depanku..." ucap Bima dalam hati sambil tertawa keras. "Hmm, namamu sekarang adalah Tangan Darah, apakah kau dengar?" ucap Bima. "Saya mendengar tuanku," sahut Datuk Manggala yang sekarang berganti nama menjadi Tangan Darah. Bima mempunyai alasan tersendiri kenapa dia
Bima mendekati empat sosok penjaga berbentuk Iblis Es tersebut. Namun empat penjaga itu langsung menyerangnya dengan kekuatan es. "Hei! Apakah kalian tidak mengenali tubuhku!" teriak Bima yang langsung mengeluarkan pedang es dan menangkis serangan empat penjaga tersebut. Keempat penjaga itu menatap Bima dengan tatapan aneh. "Apakah kau juga pecahan kekuatanku!?" tanya salah satu dari empat Iblis Es tersebut. Bima mengangguk. "Akan ada orang lain yang juga ingin mengambil bunga ini. Aku yakin, kalian tidak akan bisa menghadapinya. Iblis Es di dalam tubuhku sudah berkembang dan menjadi lebih kuat, kalian bisa masuk ke dalam tubuhku dan aku akan mengambil inti bunga tersebut untuk sebuah ritual," kata Bima. "Kami tidak akan setuju begitu saja, coba tunjukkan kemampuan Iblis Es yang ada di dalam tubuhmu," kata salah satu penjaga tersebut. Bima menatap tajam. Tangannya bergerak membuat sebuah rapalan. Dia akan mengeluarkan Jurus Pedang Es miliknya dengan kekuatan tinggi. Empat penj
Mata Bima membesar melihat sebuah benda bersinar warna warni dan melayang di depan Ayu Wulan Paradista. Bima mendekati benda tersebut. "Nona, apa maksudnya ini? Benda apa ini? Aku merasakan tiga kekuatan di dalam benda ini," tanya Bima. Di depan Bima saat ini adalah sebuah cincin perak dengan aura tiga warna. "Cincin ini adalah jelmaan dari roh tiga pilar yang sudah tiada. Mereka menginginkan dirimu untuk memiliki nya sebagai wujud rasa terimakasih mereka padamu," kata Wulan sambil mendorong cincin itu dengan jari nya. Cincin perak itu pun melayang mendekati Bima. Dengan perasaan aneh bercampur takjub Bima memegang cincin tersebut. Dia bisa merasakan aura kekuatan yang luar biasa dari cincin itu. "Kenapa mereka berterimakasih padaku? Apa yang telah aku lakukan pada mereka?" tanya Bima. Wulan tersenyum. Dia bangkit berdiri. "Kamu sudah membunuh Datuk Manggala yang sudah membunuh mereka di masa lalu. Dan juga itu adalah satu-satunya permintaan ku padamu karena aku telah menolong
Bima melayang turun dan mendarat tak jauh dari Ayu Wulan Paradista.Sementara itu, Hujan Es Abadi masih menghantam tubuh Datuk Manggala. Area seluas ratusan tombak itu berubah menjadi lahan es yang sangat dingin. Wulan menahan kekuatan dingin itu dengan Tongkat Penyembuh miliknya. Namun rasa dingin itu tidak bisa ditahan dengan tingkat penyembuh."Apakah kau merasa sangat kedinginan?" tanya Bima. Wanita itu tak menjawab. Tapi Bima tahu hanya dengan melihat bibirnya yang terlihat pucat. "Kekuatan es milikku meningkat hingga beberapa kali lipat sehingga tingkat dinginnya bisa membekukan apa pun, bahkan pendekar Ranah Cakrawala sekalipun," batin Bima lalu tangan kirinya membuat bola api merah. Mata Wulan terlihat membesar melihat Bola Api merah milik Bima. Dia tidak menyangka bahwa pemuda itu pun mempunyai kekuatan api. Bima meletakkan api itu di atas tempat pemujaan. Hawa hangat langsung terasa sehingga Wulan tak perlu lagi menggunakan kekuatan miliknya. "Kamu mempunyai dua elemen
Setelah memukul Bima hingga terpental jauh dan menabrak batu besar, Datuk Manggala langsung melesat menyusul tubuh Bima. Namun matanya terbelalak saat melihat dua larik sinar biru yang menyilang menderu ke arahnya dari dalam gumpalan debu yang berasal dari batu besar. "Masih bisa menyerang!?" batin Datuk Manggala. Dengan cepat Datuk menghindari serangan sinar biru tersebut. Namun dia terkecoh, serangan sebenarnya bukan dua larik sinar biru tersebut, akan tetapi serangan pedang Es yang bergerak sangat cepat dari dalam gelapnya debu. Datuk Manggala menahan pedang es dengan perisai gaib miliknya. Tubuhnya terdorong hingga jatuh ke tanah. Bum!Percikan biru terlihat terus menekan tubuh Datuk Manggala. Dari dalam asap tebal, Bima muncul dalam langsung melesat ke arah Datuk Manggala. "Cobalah jurus ku ini, Pedang Pemotong Roh!" ucap Bima lalu menewaskan pedang nya beberapa kali. Sepuluh larik sinar biru dengan kekuatan dingin luar biasa menderu ke arah Datuk Manggala. "Tenaga bocah
Ledakan terjadi saat dua larik sinar merah menghantam lantai altar pemujaan. Untungnya Bima dengan sigap menyambar tubuh Wulan sehingga wanita itu selamat dari serangan. "Hahahaha! Setelah sekian lama, akhirnya kutemukan lagi tempat ini, hei, wanita, bukankah sudah aku bilang padamu, aku akan mencarimu seumur hidupku!" ucap seseorang dengan suara lantang. Bima menoleh ke arah Wulan. "Apa hubungan orang itu denganmu? Dan siapa dia tiba-tiba datang langsung menyerang?" tanya Bima. Wajah Wulan terlihat pucat. Bima merasa aneh dengan wanita itu. Padahal seorang pelayan Dewa tapi takut terhadap musuh yang baru saja datang. "Apakah dia sangat kuat?" tanya Bima lagi. "Dia... Dia yang telah membunuh tiga pilar lainnya, dan menyisakan diriku. Dia menantikan momen ini, dimana senjata sakti itu turun dan ingin merebutnya." kata Wulan dengan suara parau. Bima menoleh kearah sosok yang datang melayang dengan sayap merah di punggung. "Sayap?" batin Bima. "Bima! Musuh di depan sangat kuat!
Mendengar ucapan Dewa Angin membuat Bima sangat takjub dan penasaran. Siapakah orang yang Dewa Angin maksud tersebut. "Sekuat apa orang ini sehingga membuat gempar dunia dewa?" batin Bima. "Sekarang kau tak perlu memikirkan orang itu. Dia jelas jauh dari tempat ini. Sekarang, aku akan berikan senjata yang mampu merobek langit membelah gunung padamu," kata Dewa Angin. "Tunggu Guru! Aku mau bertanya padamu, apakah senjata ini sedahsyat itu? Daritadi kamu berkata bisa merobek langit dan membelah gunung," potong Bima. Mata Dewa Angin melotot. "Bukan begitu, aku hanya mengatakannya agar terlihat luar biasa. Jika senjata ini mampu merobek langit, bukankah aku akan di hukum oleh para Dewa karena telah membuat senjata yang berbahaya bagi dunia Dewa?" kata Dewa Angin membuat Bima menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tidak perlu risau, senjata ini tetaplah ciptaan Dewa. Jadi, jangan ragu akan kekuatan nya. Nanti kau bisa mencobanya," kata Dewa Angin. Bima mengangguk. Dewa Angin meminta
Bima mengambil Plat Senjata miliknya. Dia menatap plat dengan bentuk bintang empat sisi di tengahnya. Sisi-sisi itu itu mempunyai warnanya sendiri. "Sebenarnya, plat ini berasal darimana?" tanya Bima. "Plat itu adalah kunci Altar Pemujaan ini. Hilang di curi seseorang. Dan sekarang kembali lagi kesini, bukankah kamu berjodoh dengan tempat ini?" ucap Wulan membuat Bima tak bisa berkata apa-apa lagi. "Lalu... Apa yang akan terjadi nanti jika ini ku letakan di tempatnya?" tanya Bima lagi. Wulan tersenyum. "Kamu sudah lolos ujian ilusi dari Pilar Dewa. Sedangkan Pilar Dewa ini di tugaskan menjaga altar ini untuk menanti kedatangan orang yang di harapkan oleh tuan kami, Dewa Angin. Keuntungan mu menjadi murid Dewa Angin adalah mempunyai senjata hebat ciptaan Dewa Angin sendiri. Empat senjata dari pilar penjaga juga ciptaan darinya." kata Wulan sambil tersenyum. Setelah mendengar hal itu, tanpa ragu lagi Bima meletakkan Plat Senjata miliknya tepat di atas sebuah batu. Di atas batu itu