“Baiklah, selamat jalan dan sekali lagi maafkan kami!” kata Rosan sebagai penghantar perpisahan dengan Danu juga Permata.
Kali ini Karim dengan hati yang tulus meminta maaf, “Danu, Permata, maafkan aku yang telah membuat kalian marah!”
Danu tersenyum, Permata mengangguk beberapa kali. Danu berkata, “Tidak ada yang salah, itu hanya ketidaksengajaan kecil yang terlalu kau besar-besarkan!”
“Terima kasih. Kalian berdua adalah ksatria terbaik yang pernah aku kenal dalam perjalananku!” Karim memuji.
“Begitu pula dengan kalian!” Permata melihat Karim dan Rosan bergantian. “Kalian adalah dua putra raja yang akan mempersatukan dunia!”
Rosan menyambutnya dengan tawa, Karim tersenyum malu dikatakan sebagai putra raja terbaik.
“Tidak banyak putra raja yang bersedia untuk melakukan tugas berat seperti kalian!” ujar Danu, kagum dan takjub dengan kepribadian mereka.
“Siap?” tanya Rosan setengah berteriak.“SIAP!” Bertiga serempak membalas sebagai jawaban.Empat batu meluncur sekaligus, batu itu lebih besar dari kepala orang dewasa. Debu mengepul mengiringinya, batu itu meluncur cepat sekali menuruni lereng perbukitan.Bum...Bluk...Suara batu beradu dengan dinding bukit yang sebagian besar permukaannya juga berupa batu. Batu-batu itu adalah bebatuan yang dikirimkan oleh burung ababil pada kisah di kejauhan.Empat batu mengenai kepala para prajurit di bawah sana. Mereka terjatuh dari kuda, jatuh ke bawah, kemudian nasibnya tidak ada yang mengetahui, apakah mati atau masih hidup. Empat batu lagi mereka luncurkan, tanpa mengenal kasihan batu itu mengenai empat orang lagi, jatuh ke bawah dan membawa beberapa temannya karena terbentur. Kuda-kuda mereka ketakutan. Empat batu lagi meluncur dari atas dengan kekuatan penuh.Bum...Blur..Blar...Tapi itu semua
“Kita harus segera melakukan sesuatu, Rosan!” ujar Karim, dia benar-benar tidak bisa konsentrasi untuk menghadapi para prajurit di depan sana, para prajurit yang bersembunyi di balik bukit juga bebatuan besar.“Tidak ada yang bisa kita lakukan, Karim. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah menunggu para pasukan bangsat itu kehabisan anak panah dan kita bertarung jarak dekat!” sahut Rosan, matanya tidak lepas dari pandangan yang mengarah tajam ke depan, ia sama sekali tidak kehilangan konsentrasi entah bagaimanapun keadaannya.Karim tidak sependapat dengan kakaknya. “Kita tidak bisa hanya menunggu, Rosan. Siapa yang melangkah lebih cepat maka akan sampai terlebih dahulu!”“Percuma berjalan lebih dahulu dan cepat,” Rosan memandang Karim sekejap, lalu kembali menatap ke depan, “jika langkah kita salah!” lanjutnya.Gelengan kepala kecewa dari Karim terdengar, ia benar-benar berbeda sifat dengan Ro
Nasib manusia memang tidak ada yang tahu. Tapi, manusia harus percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia tetaplah dengan sebuah tujuan. Tidak akan ada manusia yang mengetahui nasib, sekali pun dia adalah seseorang yang bisa menebaknya, ia hanya bisa menebak tapi tidak bisa memastikan. Namun di antara itu semua ada sebuah hal yang bisa manusia pastikan, bahwa kebenaran akan selalu menang bagaimana pun caranya. Jika tidak menang di dalam dunia, maka ia akan menang di hari kebangkitan kelak.Wajah Danu pucat sekali, namun ia masih bisa bertahan dan memberikan perlawanan bersama tiga orang temannya. Permata benar-benar khawatir, tapi ia tahu diri juga tidak bisa berbuat banyak untuk membantu, para prajurit telah mengepung gua dari depan, mereka benar-benar terkurung di dalamnya. Sesekali mereka menarik busur dan meluncurkan anak panah, dan empat orang itu mati-matian menghindar.“Jika harus mati di sini, maka aku sangat bersyukur sekali bisa mengenal kalian berdua!&rdqu
Tuk... tuk... tuk... Terdengar suara tumbukan menggema di seisi ruangan gua. Itu adalah suara Permata yang menumbuk dedaunan menggunakan batu sebagai ramuan untuk luka Danu. Wajah Danu pucat dan semakin pucat, sepertinya itu bukan saja akibat dari luka diperutnya, tapi ada luka lain yang Danu sembunyikan dari Permata. Permata membubuhkan tumbukan itu pada perut Danu yang mengalami luka, sedikit gugup Permata melakukannya. Ini adalah kali kedua Permata menyentuh langsung perut Danu dan yang pertama adalah beberapa hari lalu, ketika Danu baru terluka. Danu sendiri berusaha menahan geli yang ia rasakan, sebab tangan lembut Permata menyentuhnya dengan halus. Danu pandangi mata Permata yang begitu serius memandang lukanya, tangannya cekatan bak seorang ibu yang tak ingin anaknya menangis. “Semoga cepat sembuh, Danu!” kata Permata sembari mengipasi luka Danu dengan daun jati yang sudah mengering, warnanya coklat tua. “Semoga saja!” sahut Danu, ia meringis b
“Danu, ayolah aku inginkanmu malam ini!” Permata merajut, wajahnya dibuat semenawan mungkin.“Tidak, Permata! Aku tidak berani melakukannya!” sahut Danu, ia berusaha memalingkan wajah.Namun Permata tidak membiarkan Danu lepas begitu saja, ia menghadkan kembali wajah Danu padanya. Permata benar-benar kehilangan kendali dalam dirinya, dia menginginkan Danu malam ini.“Aku takut jika kamu akan hamil, Permata!” Danu menjelaskan apa yang membuat dirinya tidak berani.“Tidak akan. Aku akan membuat ramuan yang bisa membuat aku tidak hamil!” jelas Permata.“Tidak, Permata! Itu adalah sebuah perbuatan gila dan akan membahayakan dirimu!” terang Danu.Beberapa saat diam, Permata kembali merayu dan meremas-remas telapak tangan Danu, mengelus-elusnya.“Danu, aku sungguh tidak tahan lagi!” Permata merayu, matanya menyipit, mulutnya dibulatkan agar Danu tergoda.“G
“Sepertinya aku sudah bisa melanjutkan perjalanan sendiri, Permata!” kata Danu dengan begitu semangatnya.“Syukurlah. Tapi aku rasa apa tidak lebih baik kau hanya duduk di belakangku?” Mata Permata menyelidik.“Aku rasa aku sudah lebih dari sehat untuk mengendarai kuda sendiri!” sahut Danu, ia tidak ingin lagi Permata mengkhawatirkannya, ia berlari-lari kecil sebagai bukti kepada Permata bahwa ia benar-benar sudah sehat.“Baiklah, kalau begitu sekarang kita berangkat!” ajak Permata, dia naik kuda terlebih dahulu.Dua kuda itu masih sangat sehat, lebih dari cukup untuk perjalanan selama satu bulan lebih, kuda mereka adalah kuda yang memang biasa digunakan untuk berkelana dan bertempur.Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan, kini memasuki wilayah hutan yang sepertinya jarang sekali diambah manusia. Iya, hutan itu adalah sebuah hutan yang hanya digunakan untuk menyimpan dan menghasilkan oksigen, m
Sekarang hewan itu jumlahnya tidak kurang dari seratus ekor, semakin bertambah dan semakin bertambah lagi. Bagaimana pun sekarang walaupun hewan itu tidak terlalu kuat, namun jika jumlah mereka begitu banyak, maka manusia bukanlah tandingannya. Sekarang tidak ada jalan lagi untuk Danu dan Permata untuk berlari, hewan mirip monyet itu telah mengepung mereka dengan membentuk sebuah lingkaran mengepung. “Ini akan menjadi cerita terbaru kita, Permata!” Danu berusaha menyikapinya dengan tenang. Permata juga berusaha untuk tetap mengeluarkan senyumnya. Hewan -hewan itu memegang anak panah dari kayu bakar, setiap ekor memegangnya erat-erat menunggu kesempatan terbaik untuk melepasnya. Danu mengamati cara hewan itu melemparkan kayunya. Pertama-tama tangan mereka ditarik ke belakang, sedang tangan yang tidak memegang apa-apa diayunkan santai. Kaki mereka membentuk sebuah sudut yang tidak terlalu besar, namun tidak terlalu sempit, semua itu Danu amati dengan baik, menc
Sekarang ruang menghindar mereka semakin sempit, bahkan hampir tidak ada ruang gerak. Belum habis akal untuk memikirkan bagaimana cara menghindar dari anak panah kayu bakar, sekarang hewan yang menjadi pemimpin memberikan instruksi kepada anak buahnya.“Uwu... uw...”Sontak belasan hewan mirip dengan monyet itu mengirimkan batu-batu kecil yang sedari tadi dipegangnya. Danu dan Permata tidak mengira bahwa strategi mereka benar-benar matang. Sekarang mereka tidak hanya menyerang dengan anak panah, akan tetapi sekarang juga menggunakan batu, bahkan ada yang menyerang secara langsung menggunakan kuku tajamnya. Danu tidak tinggal diam menyikapi para monyet yang menyerang dari jarak dekat, Danu menyabetnya dengan pedang hingga kepala mereka berpisah dengan tubuh.Satu hal lagi yang membuat Danu dan Permata terperangah, darah hewan itu berwarna hijau menyala, berbeda dengan beberapa waktu lalu yang masih berwarna merah normal. Benar-benar sebuah makhluk yan
Dalam hati ada sebuah rasa kagum terhadap Anjasmara yang baru saja Danu melihatnya. Dia tidak banyak bicara, selalu tersenyum, dan selalu menundukkan kepala ketika tidak diperlukan memandang. Danu dan Anjasmara berjalan-jalan di area luar kerajaan, masih di dalam kerajaan namun sepi dari keramaian, sedang tiga orang lainnya masih meneruskan perbincangan di dalam ruang tamu kerajaan dengan raja. “Apakah namamu hanya Anjasmara?” tanya Danu, sedari tadi mereka hanya saling diam menatap rumput-rumput di atas batu-batu, kadang air mancur menjadi penghias, sedang di bawahnya hidup bahagia ikan-ikan emas. “Tidak,” sahut Anjasmara dengan senyumnya. “Nama lengkapku Titihan Putri Anjasmara!” “Indah namamu!” Danu memuju tulus, Anjasmara menyambutnya dengan senyuman hangat. “Apa keahlianmu?” tanya Danu lagi, dia benar-benar kehabisan tema pembicaraan. Sebenarnya banyak hal yang ingin dia tanyakan, namun saat ini belumlah waktu yang tepat. “Aku suk
Perjalanan hidup antara Permata dan Danu berjalan sampai beberapa bulan kemudian, sampai Danu benar-benar siap menjadi seorang raja dan Sekte Timur menemukan sebuah kerajaan yang tepat. Danu sangat sibuk, bahkan untuk sekadar menikmati sinar matahari dan udara pagi. Bangun dari tidur ia langsung bersiap-siap untuk menjalani berbagai aktivitas yang menunggu, tidak jarang dia bertemu dengan orang-orang penting, yang nantinya akan mendukung dirinya menjadi raja. Benar, Danu sangat sibuk untuk mengangkat diri.“Hari ini kita akan bertemu dengan seorang raja, Danu!” ucap Ketua Sekte kepada Danu, mereka tengah sarapan pagi bersama.Danu tidak perlu bertanya kepada Ketua Sekte tentang apa yang menjadi tujuan mereka. Sekarang sudah jelas, bahwa setiap langkah yang mereka jalani adalah dalam rangka untuk menjadikan Danu seorang raja, kemudian menjadi penguasa dunia.Beberapa saat kemudian Danu diajak ke dalam kamar rias, Danu mendapatkan riasan dari para peri
Sudah dua hari Permata tidak melihat Danu, rasanya semakin ada jarak yang memisahkan antara dirinya dan Danu. Permata sibuk dengan melatih para generasi, sedang Danu sibuk dengan urusan-urusan yang Permata tidak mengerti. Benar, dua hari ini Permata tidak melihat Danu sama sekali. Suatu waktu Permata pernah berpikir untuk meninggalkan tempat itu, namun ia kembali berpikir panjang tentang perjuangannya selama ini menuju hutan ini, dan sekarang tentulah harus sesuai dengan rencana. Selama itu pula, Permata belum melihat atau mendengar keberadaan Diana sama sekali. Memang, Danu sengaja tidak memberitahukan kepada Permata bahwa ia telah mengetahui keberadaan Diana. Ia mempunyai rencana sendiri yang dianggapnya lebih matang dan akan berhasil.Permata hari ini tidak enak badan, hampir seharian ia tidak keluar kamar. Ia menitip pesan kepada seorang pelayan, menitip pesan untuk remaja yang diajarnya, bahwa dua hari ke depan mereka akan belajar mandiri. Permata benar-benar kelelahan,
Semua berubah menjadi hal yang tidak menyenangkan. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada mengembara di dalam hutan dan hanya ada dua manusia saling berkata. Permata merasakan itu semua siksaan, meskipun ia belum mengerti bagaimana langkah hidup selanjutnya. Yang dia mengerti saat ini adalah hari-hari yang menyebalkan dan serba tidak membahagiakan. Memang Permata makan setiap hari dengan makanan yang terjamin, setiap pagi, siang, malam, ada yang mengantarkakn. Namun kini untuk melihat senyum Danu barang sejenak, ia agaknya berkurang waktu. Danu sekarang mulai berubah sedikit demi sedikit. Danu dipenuhi dengan kemauan dan target yang selalu membuatnya tidak tenang.Malam ini Permata tidur sendirian di dalam kamarnya, tidak ada yang menemani. Di luar sana tampak sepi, namun Permata dapat menebak pastilah Danu sedang memikirkan sebuah rencana. Permata akhir-akhir ini merasa tidak sejalan dengan Danu. Memang, Danu saat ini berambisi untuk menjadi seorang raja, setelah menden
Pagi benar Danu bangun, bahkan ketika matahari belum benar-benar menampakkan diri. Udara dingin, Danu membasuh muka dan menimum air putih di atas meja. Beberapa saat kemudian ada suara orang mengetuk pintu, ia membuka, dan itu ternyata adalah seorang pelayan yang mengantarkan sarapan dan minuman hangat. Danu sangat bersyukur sekali mendapatkan pelayanan yang demikian baiknya, sangat berbeda dengan perkiraan awal yang mereka bayangkan.Tiba-tiba Danu kepikiran Permata, apakah dia sudah bangun? Tanya dia dalam hati. Danu belum menyentuh makanan atau minuman yang dibawakan oleh seorang perempuan muda yang menjadi pelayan tadi, ia berjalan ke luar kamar menuju kamar Permata. Pelan-palan Danu berjalan, bahkan langkah kakinya tidak menimbulkan suara sama sekali. Di jalan ia berpapasan dengan beberapa anggota Sekte Timur yang tengah berjalan pula dengan kepentingan berbeda, kadang mereka menyapa Danu terlebih dahulu, kadang juga sebaliknya.“Permata, apakah kamu sudah b
Malamya Danu dan Permata menginap di salah satu bangunan megah itu, selepas makan-makan besar yang dilakukan oleh Sekte Timur di Pasanggrahan. Danu dan Permata tidak menjadi satu kamar, mereka terpisahkan oleh sebuah lorong panjang, terang, penuh dengan ornamen keindahan berwarna merah menyala. Besok pagi Danu dan Permata mendapatkan undangan kehormatan sekaligus penawaran dari ketua Sekte Timur, itu mereka dengar dari salah satu orang yang berjalan bersama mereka tadi siang.“Beliau ingin mengundang kalian dan itu adalah sebuah kehormatan besar, sekalian memberikan penawaran kerja sama,” ujar orang itu kepada Danu dan Permata sebelum berpisah.Bukan undangan itu yang membuat Danu tidak bisa tidur malam ini, melainkan sebuah bayangan rembulan yang terligat dari jendela kamarnya menginap. Dari bayangan itu keluarah wajah Diana yang tidak akan pernah bisa tergantikan, Diana, selalu ada dan sepertinya malam ini akan tidur bersama dalam naungan cahaya rembulan.
Perjalanan menuju markas Sekte Timur kurang lebih membutuhkan waktu dua puluh menit (andai waktu itu ada jam). Mereka berjalan kaki, entah kenapa tidak memakai kuda sebagai kendaraan. Danu dan Permata berada di barisan paling belakang di antara semua orang Sekte Timur.Sepertinya gapura di depan sana menandakan bahwa mereka telah memasuki wilayah Sekte Timur. Sebuah plang besar bertuliskan huruf China, pun hiasan-hiasan yang ada juga khas bangsa China. Warna merah, gambar naga menjadi penghias. Ini bukan khas masyarakat sekitar, tapi lebih mengarah pada bangsa China. Benarkah para perampok itu adalah keturunan China yang merantau dan beranak-pinak? (Hai, aku tidak menyinggung bangsa Indonesia ini, yah... Ini asli karangan dalam cerita aku saja).Danu dan Permata dibuat kagum dengan ornamen-ornamen bangunan yang ada, ini hampir mirip dengan kerajaan. Bangunan-bangunan lebih mirip dengan penginapan orang-orang kaya, setiap rumah mempunyai kolam masing-masing di depan rum
Malam itu Danu dan Permata bermalam tidak jauh dari empat mayat yang mereka bunuh. Ketika angin berhembus, maka bau amis darah tercium, tersampaikan kepada hidung mereka. Danu dan Permata dengan hati was-was dan waspada bergantian berjaga malam itu. Ketika Danu tidur Permata dibangunkan, ketika Permata tidur Danu dibangunkan, begitu seterusnya hingga pagi menjelang.Pagi datang, sinarnya menerobos dedaunan yang hijau. Mayat-mayat itu tampak dikerubung oleh semut, kucing, bahkan ada beberapa anjing yang datang dari kejauhan. Satu di antara empat mayat itu yang paling mengenaskan, ialah mayat yang mengenakan baju berwarna biru tua, wajahnya tercabik-cabik cakar anjing, ususnya keluar semua, bahkan matanya kini telah tiada. Mereka ngeri sendiri menyaksikan pemandangan itu, hampir saja Permata muntah dibuatnya.“Ayo kita segera pergi, Danu!” ajak Permata setelah benar-benar tidak kuat.“Ayo!” sahut Danu.Mereka melanjutkan perjalanan,
Malam hari Permata terbangun ketika mendengar langkah kaki yang berat berjalan mendekat. Permata dengan segera membangunkan Danu. Danu bangun dan segera menyadari apa yang terjadi, ia menangkan Permata. Pandangan Danu jelas lebih tajam dari pada Permata meskipun dalam hal pendengaran sebaliknya. Itu adalah dua kemampuan yang mereka asah ketika mendatangi rumah Kosala, bapak dari Rumana.“Siapa yang datang, Danu?” tanya Permata, matanya berusaha memandang siapa yang tengah berjalan mendekat, namun percuma, pandangannya tidak setajam Danu. Ia hanya bisa mendengar langkah kaki yang kian mendekat itu.“Aku melihatnya, tapi hanya sosok hitam yang berdiri di bawah gelap malam. Malam ini benar-benar gelap, Permata,” ujar Danu. Ia melanjutkan sembari tidak melepas bayangan di kejauhan sana. “Yang bisa aku pastikan sekarang ini bahwa dia tidak satu orang, ada tiga orang atau empat!”“Apa yang harus kita lakukan?” Permata se