Sedangkan Bayu saat ini menyamar sebagai saudagar setengah baya. Ia tidak mau Kirani mengenalinya, bisa-bisa dianggap mencampuri urusan pribadinya lagi. Bayu sudah mengikuti Kirani sejak keluar dari paviliunnya. Untungnya Kirani sebagai penduduk Agartha, tidak mau menggunakan kuda dalam perjalanannya. Bayu merasa lega, karena dengan berkuda Kirani akan lebih mudah curiga ada orang yang mengikutinya. Kirani berjalan ke arah Selatan ibukota. Di pusat kota, Bayu tidak kesulitan mengikuti Kirani, karena tersamarkan oleh keramaian ibukota. Setelah ada di pinggir kota keadaan mulai sepi, Bayu kadang harus menggunakan ilmunya untuk menyamarkan jejaknya. Di sebuah gardu yang memang disediakan sebagai tempat istirahat bagi orang yang sedang dalam perjalanan, Kirani berhenti sebentar melepas penat. Dibukanya bekalnya dan dihitungnya uang yang dibawa. Tidak banyak. Ia harus berhemat supaya cukup sampai di Buntala. Kemudian ia tampak menimbang-nimbang serum obatnya. Dengan membiarkan tubuhnya te
Kirani mendekati meja tempat dua orang itu duduk, setelah dekat ia bisa melihat jelas wajah kedua saudagar itu, yang satu masih muda, mungkin hanya beberapa tahun lebih tua darinya, wajahnya bersih, dan cukup tampan, saat ini tampak tersenyum ramah kepadanya. Sedangkan saudagar yang lain sudah berusia setengah baya dengan wajah yang mulai berkeriput terutama di bawah kelopak matanya.Kirani membungkuk hormat pada mereka, lalu berkata, “Terima kasih Tuan, selama ini Tuan sudah banyak membantu saya.”“Ah tidak apa-apa Nona, aku hanya mengagumi kecantikan Nona dan ingin berkenalan dengan Anda, bila tidak keberatan silakan duduk bersama di sini saja.” Saudagar yang muda itu berdiri dan mempersilakan Kirani untuk duduk bersama mereka. Ia memerintahkan pelayan untuk mengambil makanan Kirani dan memindahkannya ke sini.“Silakan Nona, namaku Tunggul Harja, dan ini pamanku Surya Damanik. Ayahku, Tunggul Seta, adalah Adipati Surya Selatan ini. Kalau boleh tahu siapakah nama Nona yang terhormat?
Bayu dengan cepat memperkirakan gerakan ke 12 orang lawannya. Masih membentuk setengah lingkaran, mereka maju perlahan mendekatinya, agak jeri juga melihat keganasan orang tua di hadapannya.Bayu memasang kuda-kuda unsur api, lalu mengibaskan tangannya melontarkan tenaga dalam api berbentuk bulan sabit ke arah lawan-lawannya. ‘Jdaarrr, jdaarrr, jdaarrr, jdaarrr, jdaarrr ... ‘12 kali ledakan beruntun dari lontaran tenaga dalam apinya membentur tubuh lawannya.Mereka merintih kesakitan, rata-rata memegang dada atau perutnya yang menghitam hangus karena luka bakar.Tunggul Harja ketakutan, ia tidak menyangka seorang saudagar tua yang perutnya gendut bisa sehebat itu ilmunya. Ia berteriak-teriak panik pada anak buahnya, “Payah kalian! Ayo maju, maju, serang lagi dia.”Bayu berjalan mendekati Tunggul Harja. Tapi dari arah gerobak terdengar teriakan, “Auuhh, lepaskan!”Bayu lengah, paman Tunggul Harja, Surya Damanik dan seorang anak buahnya menangkap Kirani, memasukkannya dalam karung, da
Bayu memutuskan untuk mencegat utusan itu saat akan kembali ke ibukota. Ia keluar dari perkemahan, kembali melompati pagar. Sementara Prastowo sudah berjalan ke arah tenda paling besar di tengah-tengah perkemahan. Raja Darpa mengadakan pertemuan, untuk membahas penyerangan terhadap suku Normad. Di setiap pertemuan seperti ini selalu disediakan hidangan dan minuman khas Buntala yang disebut Kumys, terbuat dari susu kuda yang di fermentasi. Raja Darpa sangat menyukai minuman ini.Prastowo masuk menuang secangkir kumys kemudian duduk di meja terdepan dekat dengan singgasana Raja. Tidak lama Raja Darpa juga hadir dan duduk di singgasananya.Sebelum pertemuan dimulai, Prastowo menghadap Raja Darpa dan menyerahkan surat kepada sang Raja.“Maaf Ayahanda, jangan sentuh makanan dan minuman yang ada di ruangan ini. Ayah mengirim berita, ada rencana untuk meracuni Ayahanda.”Raja Darpa membaca surat dari Bagaskoro, isinya adalah peringatan kepada Raja Darpa, karena Raja Antakara sudah mengirim
Penjara di negeri Buntala berbentuk seperti kerangkeng untuk hewan, hanya ukurannya lebih besar. Kirani ditahan dalam penjara itu. Ketika seorang pengawal membawanya ke penjara Kirani sempat menyentuhnya dan bertanya, “Apakah kau mengenal Prastowo?”. Pengawal itu menganggukkan kepala. “Siapa dia?” tanya Kirani lagi.“Prastowo adalah Menantu Raja Darpa, suami dari Putri Dayana.”Kirani yakin bahwa Prastowo sudah mengkhianati cintanya. Tak terasa air matanya menetes. Ia tidak peduli dirinya dimasukkan dalam penjara yang tidak manusiawi ini. Rasa sedih dan kecewa sudah membutakan pikirannya. Kirani bahkan tidak peduli serum obatnya diambil untuk diperiksa.Bayu menunggu utusan Bagaskoro di tepi jalan perbatasan, karena di sini banyak pohon dan tanaman perdu untuk tempat bersembunyi. Akhirnya dari jauh Bayu melihat debu mengepul akibat jejak kaki kuda yang berlari.Bayu menghadang di tengah jalan yang akan dilalui utusan itu. Terpaksa utusan itu menghentikan kudanya. “Gila kau! Minggir! A
Kirani naik ke punggung kuda, lalu menyuruhnya jalan, ia ingin segera meninggalkan tempat yang memberikan luka di hatinya ini.Tidak lama dari arah perkemahan terdengar suara trompet tanda bahaya. Tampak seorang berpakaian saudagar berlari cepat dan hilang ditelan kegelapan. Bayu heran dari mana para penjaga itu tahu keberadaannya. Ia keluar dari perkemahan dan dilihatnya para penjaga gerbang sudah tergeletak pingsan, berarti tanda bahaya tadi ditiup bukan karena dirinya tapi ada orang lain yang juga menyusup seperti dirinya. Bayu masih menggunakan ilmunya menciptakan kegelapan, ia melihat beberapa penjaga keluar dari gerbang dan menyadarkan para penjaga yang pingsan.“Bangunlah, gawat, tahanan, gadis bermata kelabu itu lolos dari penjara, kita bisa dihukum berat.”Bayu mendengarnya. Siapa pun yang menolongnya yang penting Kirani sudah selamat. Bayu merasa lega. Ia meninggalkan tempat itu. Sekarang tujuannya adalah secepatnya ke ibukota untuk menemui Menteri Supala.Bayu memutuskan un
Benturan dua tenaga dalam tingkat tinggi, membentuk lubang cukup dalam di tanah. Bayu merasakan tangannya kesemutan, kepala Baroto memang sekeras baja. Baroto juga tidak kalah kagetnya, sampai saat ini hanya Biksu Dharmapada yang bisa menerima serangan langsung kepalanya tanpa terluka. Tapi saudagar ini bukan saja tidak terluka bahkan mundur selangkah pun tidak. Jelas tenaga dalamnya tidak di bawah dirinya.Baroto tidak mau membuang-buang waktu, segera disiapkannya ilmu puncaknya ‘Jerat Raga’.Bayu sudah dua kali melihat Baroto menggunakan jurus Jerat Raga, ia bersiap akan meloncat mundur untuk memperlebar jarak dengan Baroto. Tapi terlambat, tubuhnya tidak bisa digerakkan dan tanah di bawah kakinya tiba-tiba melunak dan menghisapnya. Bayu juga menguasai jurus tanah, ia menyalurkan tenaga dalam pada kakinya untuk membuat tanah di bawahnya kembali mengeras.Baroto terkejut, saudagar ini juga bisa mengendalikan tanah. Baroto menambah tenaga dalam unsur tanahnya untuk kembali melunakkan
Surya Damanik tertawa terbahak-bahak, “Wua ha ha ha, tak kusangka akhirnya terjatuh juga kau di.”Bayu mengerahkan tenaga dalamnya.‘Tasss, tasss, tasss ... ‘ Tali yang mengikat tubuhnya putus, lalu ia menghampiri Surya Damanik yang terkejut dan ketakutan setengah mati.Dicekiknya leher Surya Damanik dan diangkatnya tubuhnya. “Ampuun Tuan, ampuuun ... “ Hanya itu yang bisa diucapkan Surya Damanik, dan tiba-tiba celananya basah terkena kencingnya. Bayu tidak mau terciprat air kencing Surya Damanik, maka dilemparnya si Penjual Kuda itu. Ia berpikir orang seperti Surya Damanik ini, berani bertindak semena-mena, karena memiliki banyak harta. Walaupun ia menghajarnya tapi bila ia masih mempunyai uang tindakannya terhadap orang lain tetap tidak memandang sebelah mata. Karena itu Bayu memutuskan untuk memiskinkannya.“Hei kau setan licik! Apa kau masih ingin hidup?” bentak Bayu.“Ma, masih Tuan, ampuni saya ... “ Surya Damanik mengiba-iba di hadapan Bayu.“Tunjukkan di mana kau simpan harta