Raja Bhanu membuka matanya, pandangannya kembali normal, tidak kosong lagi. Mawar yang dari tadi melihat semua yang dialami suaminya. Merasa terharu atas penderitaannya, ia memeluk suaminya dan meneteskan air mata.“Syukurlah Kanda, engkau sudah pulih kembali.”Raja Bhanu kebingungan, “Eh ada apa ini? Aku hanya sedikit pusing dan sekarang pun sudah tidak terasa lagi. Mengapa kau sekhawatir itu Dinda?”Raja Bhanu menoleh pada Kirani, “Terima kasih, nona Kirani, engkau memang tabib yang hebat, sebaiknya engkau mendaftar sebagai Tabib Istana.”“Terima kasih atas perhatian Yang Mulia, hamba masih ingin memperdalam ilmu pengobatan lagi.”Mawar mengantarkan Kirani hingga keluar paviliunnya, sebuah kereta sudah siap untuk mengantar Kirani. Sebelum memasuki Kereta, Kirani kembali dipeluk Mawar. Sekali lagi mawar berkata, “Terima kasih Kira, engkau telah menyelamatkan suamiku.”“Sudahlah Mawar, sudah berkali-kali engkau mengatakannya, apakah kau tidak memikirkan akibatnya setelah Yang Mulia k
Bayu memperhatikan sekelilingnya. Penjara, ia berada dalam ruangan yang dikelilingi oleh tiang besi sebesar lengan orang dewasa. Penjara itu ada di tengah ruangan, di salah satu sisi ruangan ada lorong yang sepertinya menuju ke atas, kembali ke bangunan utama. Ia menyadari dirinya sudah terjebak. Dicobanya membaca mantra untuk mengaktifkan pedang cahayanya. Tidak bisa, tenaga dalamnya sama sekali tidak ada. Diulangi sekali lagi, hasilnya tetap sama, ini seperti dulu saat cakranya masih tersegel. Dengan kekuatan fisiknya, Bayu berusaha membengkokkan tiang penjara, gagal juga. Entah terbuat dari apa, tapi jelas sangat istimewa, bukan seperti besi biasa.“Ha ha ha ... , bagaimana Bayu? Masih tetap berusaha, percuma, tiang itu terbuat dari baja istimewa yang dibawa dari negeri seberang. Pedang dan golok saja tidak bisa memutusnya, apalagi tenaga biasa, sadarilah di penjara ini tenaga dalammu hilang, kau kembali seperti orang biasa.”“Sangaji, licik kau! Di mana Laras?” bentak Bayu, penuh
Berhari-hari Bayu terkurung dalam penjara, sampai sekarang ia belum menemukan cara untuk lolos. Suatu saat Bayu mendengar suara derit pintu terbuka. Pasti bukan penjaga karena makanan sudah dikirim tadi. Kemudian terdengar suara Sangaji, “Lihatlah, siapa yang ada di sana.”“Bayu! Kau tidak apa-apa?” tanya Laras khawatir.“Aku tidak apa-apa, hanya penjara ini sangat aneh dan kuat, aku tidak mampu menerobosnya,” jawab Bayu.Laras kembali menghadapi Sangaji, “Bebaskan dia Aji!” bentak Laras pada Sangaji, ia sudah melepas selendangnya siap menyerang.“Ha ha ha, percuma Laras, di sini kau adalah wanita biasa. Penjaga, tangkap dia!” perintah Sangaji pada anak buahnya.Laras mencoba melawan, tapi tenaga dalamnya hilang. Serangannya lemah selayaknya wanita. Dengan mudah dua orang penjaga bertubuh kekar meringkusnya.“Bawa dia ke kamarku, ikat jangan sampai kabur! Hati-hati di luar tenaganya sangat kuat, kalian bukan lawannya.”Bayu benar-benar khawatir dengan keadaan Laras. Tapi ia tak berday
Bayu ragu-ragu memegang sarung Pedang Pengisap Bintang. Sebaiknya dilemparkannya sarung pedang ini sejauh-jauhnya, supaya pengaruhnya tidak terasa lagi. Atau ia tetap menggali tanah di bawah penjara ini hingga keluar dari penjara. Pertimbangannya adalah bila sarung pedang ini kurang jauh dilemparnya maka percuma, ia tetap tidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya. Tetapi bila ia tetap menggali tanah, kemungkinan waktunya tidak cukup, karena penjaga akan datang sore untuk mengirimkan makanan.Akhirnya diputuskan untuk mencoba meletakkan sarung pedang di salah satu sudut penjara, dan Bayu menjauhi sarung pedang itu hingga titik terjauh. Di sini dirasakannya tenaga dalamnya mulai muncul tapi tidak cukup untuk mengaktifkan pedang cahayanya. Dengan sekuat tenaga dilemparnya sarung pedang itu ke lorong ruangan, lalu Bayu berdiri pada sudut Penjara terjauh dari lorong itu.“... Deepa Akzha Agha Bhumi.” Akhir dari mantra Pedang Cahaya. Akhirnya Bayu bisa mengeluarkan Pedang Cahayanya. Dengan mu
Sebagai seorang yang sudah menguasai kitab bumi dengan berbagai jenis unsur pengolahan tenaga dalam. Raja Martinus melakukan berbagai percobaan teknik mengolah tenaga dalam yang sesuai untuk digunakan dengan Pedang Pengisap Bintang. Bertahun-tahun kemudian, akhirnya ia menemukan teknik pengolahan tenaga dalam yang tepat sehingga tidak bisa hilang walaupun berada di dekat Pedang Pengisap Bintang. Teknik ini dicatatnya dalam Kitab Bumi beserta dengan sejarah Pedang Pengisap Bintang. Semuanya ini diwariskan pada keturunannya, Raja Antakara generasi berikutnya. Karena itulah Raja Antakara selalu berhasil mengalahkan para pengganggu keamanan Antakara walaupun ilmu mereka tinggi.Seperti Raja Pramadana yang mengalahkan Ki Gede Pancung. Tapi pada era Raja Pramadana inilah Kitab Bumi dan Pedang Pengisap Bintang di wariskan pada dua orang yang berbeda. Kitab Bumi diberikan pada Pangeran Arkha sedangkan Pedang Pengisap Bintang diberikan pada Pangeran Khandra.Bagaskoro yang merebut Kitab Bumi d
Bayu berjalan menuju ke penjara, ia ingin mengambil sarung Pedang Pengisap Bintang.Digalinya lagi lantai penjara, dan dikeluarkan kotak yang berisi sarung pedang. Lalu diajaknya Laras keluar dari bangunan utama, di luar, bangunan di samping bangunan utama sudah sepi, tampaknya para penjaga sudah melarikan diri. Bayu berharap kuda dan bekalnya masih ada di kaki bukit tengkorak. Ia mengajak Laras ke sana. Dari jauh dilihatnya dua ekor kuda masih tertambat di pohon di pinggir parit kecil. Untunglah, penduduk sekitar sini enggan melalui kawasan Bukit Tengkorak ini. Seandainya ada yang melihat pun, mereka tidak akan berani mengambil kuda atau pun barang yang masih ada dalam kawasan ini.Laras mencuci wajah dan tangannya di parit yang airnya cukup jernih. Bayu bertanya padanya, “Kemana tujuanmu berikutnya, Laras?”“Aku belum tahu, waktu itu aku sedang menuju ke ibukota untuk mengunjungi Mawar, tapi utusan Sangaji memberitahuku kalau kau tertangkap Bayu. Jadi aku kembali ke sini.”“Sangaji
Selama ini pemuda yang selalu berhasil menjadi pemenang adalah Kumbala. Semua orang juga sudah memperkirakan kali ini ia akan kembali menjadi juaranya. Permainan dimulai, pemuda yang berminat mengikutinya tidak perlu mendaftar, mereka langsung saja masuk ke arena dan akan ada pemuda lain yang menantangnya. Rata-rata mereka berusaha menjatuhkan lawannya dengan bantingan atau sapuan di kaki lawannya, tapi ada juga yang mendorong terus lawannya hingga keluar arena.Permainan berlangsung seru, para penonton memberikan dukungan pada teman atau saudaranya masing-masing yang sedang bertanding.Prastowo mengamati jalannya permainan ini. Ia memang akan ikut serta dalam permainan ini, tapi menunggu saat yang tepat untuk masuk ke arena. Tiba-tiba pandangannya terpana pada seorang gadis yang duduk di sebelah Raja Darpa, dialah Putri Dayana. Prastowo tidak menyangka seorang putri dari suku barbar ternyata begitu cantik jelita. Sedikit berkurang kekesalannya menerima tugas dari ayahnya untuk mende
Raja Darpa maju membawa hadiah sekantung uang. Diserahkan pada Prastowo yang menerima dengan senang. Lebih berharga lagi ucapan selamat Putri Dayana pada Prastowo sebagai pemenang.Mulai saat itu, hubungan Prastowo dan sang Putri menjadi semakin akrab. Rasa kagum memang mudah berubah menjadi rasa suka.Putri Dayana memiliki kebiasaan menenangkan dirinya di hutan pohon Baobab. Pohon ini disebut juga pohon kehidupan. Batangnya yang besar, berongga dan mengandung banyak air, menjadi rumah bagi hewan-hewan kecil dan serangga di daerah yang gersang ini. Daunnya tumbuh pada ranting-ranting yang melebar mencapai beberapa depa, sehingga di bawah pohon sangat teduh. Di sinilah sang Putri duduk termenung. Sementara para pengawal berjaga di kejauhan.Tiba-tiba terjadi keributan dari arah para pengawal berjaga. Dua orang berpakaian dan berkerudung hitam, menyerang para penjaga, meskipun tidak bersenjata tetapi pukulan dua orang ini sangat keras, seolah-olah kepalannya terbuat dari baja. Dua orang