BERSAMBUNG
“Luar biasa, baru kali ini aku bertemu seorang pendekar muda yang hebat dan sangat tampan. Kapan main ke Istana? Aku suka catur, kita main catur yaa,” undang Pangeran Hata sambil mendekati Pendekar Mabuk yang berlutut memberi hormat.Putra Mahkota lalu menarik bahu pendekar ini agar bangkit, tinggi mereka hampir sama, tapi Pendekar Mabuk menang dikit dan pastinya bodynya jauh lebih kokoh, sedangkan Putra Mahkota badannya biasa saja .“Terima kasih pangeran, hamba hanya perantau biasa, suatu kehormatan hamba di undang ke Istana,” sahut Pendekar Mabuk, tetap bersikap hormat, sehingga di Putra Mahkota ini makin terkesan dan inimakin menyenangkan hatinya.Apalagi bila Pendekar Mabuk mau menjadi pengawal utamanya, sang pangeran ini yakin tak ada lagi yang berani macam-macam dengannya.Tapi apa mau si pendekar perantau ini..? “Baiklah Pendekar Mabuk, sampai bertemu lagi,” lalu Pangeran Hata permisi ke Ki Jarni dan keluarganya, kemudian melambai pada semua undangan.Semuanya serempak berlut
Putri Tidar tersenyum menatap Pendekar Mabuk yang kini sudah mendatanginya ke panggung.Kini keduanya berdiri dari jarak hanya 3 meteran, keduanya sama-sama memandang kagum.Senyum Putri Tidar sesaat membuai hati pendekar biawak ini, dia harus akui, wanita ini sangat cantik, kulitnya putih bersih dan pipinya kalau tersenum malu-malu terlihat memerah.Putri Tidar dengan lenggang yang dapat mengayun hati para muda yang memandangnya ini berjalan menuju ke tengah panggung terbuka.Tepuk tangan riuh gemuruh menyambutnya. Putri Tidar menjura dengan hormat sambil berseru, suaranya merdu nyaring mengatasi keriuhan tepuk tangan itu."Permainanku masih amat dangkal di bandingkan Pendekar Mabuk yang hebat ini, harap saudara-saudari jangan mentertawakan yaa!"Amboiii…suaranya bikin rumput menari-nari saja.Setelah berkata demikian, Putri Tidar berbalik menghadapi Pendekar Mabuk yang santai-santai saja, sama sekali tidak nampak siap.Tapi Putri Tidar tahu, tanpa siap pun pendekar tampan ini sejak t
Saking asyiknya bertanding, lama-lama Pendekar Mabuk ini lupa, kalau pertandingan ini adalah mencari jodoh bagi Putri Tidar. Bukan pertandingan hadapi musuh besar.Kini sudah lewat 25 jurus mereka bertanding, Pendekar Mabuk pun merasa sudah cukup ‘main-mainnya’.Begitu serangan Putri Tidar datang, dengan sengaja Pendekar Mabuk memperlambat gerakannya.Akibatnya Putri Tidar sangat bernafsu menaklukan pendekar ini terpancing untuk lancarkan serangan hebatnya.Cap…cap..!Lengan keduanya lengket. Semakin Putri Tidar kerahkan tenaganya, dia merasa pukulannya seolah memukul air yang dalam, amblas tenaga dalamnya.“K-kamu hebat…aku takluk…!” desis Putri Tidar.Bak di sengat kalajengking beracun, Pendekar Mabuk secara tiba-tiba lepaskan tangannya yang lengket dengan tangan Putri Tidar.Lalu dia segaja bergulingan di panggung dan…menyeka darah yang menetes di bibirnya, sambil pelan-pelan bangkit.Semua orang melongo…hampir tak percaya, Pendekar Mabuk kalah melawan Putri Tidar.Masa iya…kok bisa
Ki Jarni tiba-tiba berteriak nyaring dan semua orang berubah geger, tubuh Ki Jarni yang sedang melayang di udara berubah menjadi 10 orang sekaligus.Dan kali ini mereka makin heboh tak kepalang, bahkan hampir 500 an orang berlarian kabur, saat tubuh Pendekar Mabuk tiba-tiba berubah menjadi besar dan setinggi pohon kelapa.Pertarungan yang tak biasa ini benar-benar bikin semua orang menggigil ketakutan. Bahkan Si Juling, si Muka Pucat hingga si Codet sampai terkencing-kencing di celana melihat bos mereka berubah jadi raksasa dan Ki Jarni berubah jadi 10 orang.Tubuh Ki Jarni yang berubah 10 orang seolah menjadi ‘manusia kate’ saja hadapi tubuh raksasa Pendekar Mabuk.Tangkisan tubuh raksasa Pendekar Mabuk membuat 10 tubuh Ki Jarni pontang-panting hindari serangan panas dan dingin yang keluar dari tangan besar pendekar ini.“Trang-trang-cringgg....! Ehhhhh....!”Serangan tongkat sakti Ki Jarni menjadi kacau-balau, karena secara bertubi-tubi ia harus menangkis serangan balasan, berupa ju
“Menikah…?” Pendekar Mabuk tentu saja terdiam dan tak bisa berkata-kata, saat Ki Jarni meminta pendekar ini harus ‘bertanggung jawab’ terhadap Putri Tidar.Ki Jarni sebut, ini sebuah kehormatan...sekaligus penghinaan kalau Pendekar Mabuk menolak Putri Tidar!“Bolehkan aku minta waktu dulu Ki Jarni…soalnya ini mendadak sekali. Apalagi aku masih banyak tugas yang belum selesai,” kata Pendekar Mabuk dengan suara pelan, agar Ki Jarni dan Putri Tidar yang duduk malu-malu tidak tersinggung.“He-he-he….boleh sekali, silahkan istirahat di padepokan ini bersama 3 murid kamu itu Boon Me?” kata Ki Jarni.Pendekar Mabuk memang sudah buka nama aslinya, sehingga Ki Jarni tak ragu panggil namanya itu. Putri Tidar selalu terlihat salting bila di pandang pendekar ini, sehingga Pendekar Mabuk gemes juga.Setelah di antar dua murid Ki Jarni ke sebuah kamar yang besar dan bagus, tak kalah dari penginapa berharga mahal.Pendekar Mabuk memanggil Juling, Muka Pucat dan Codet untuk bicara serius.“Aku masih a
Pendekar Mabuk dan Trio Golok Maut diberitahu murid-murid Ki Jarn kemana arah para penculik bawa kabur Putri Tidar, sehingga ke sanalah mereka menuju.Tak pernah mereka duga, wajah Ki Jarni senyum sinis saat melihat Pendekar Mabuk dan Trio Golok Hitam ini menuju ke arah yang disebutkan anak buahnya.Pendekar Mabuk dan ketiga ‘muridnya’ ini tak bisa bergerak cepat, selain malam hari, juga mereka tak hapal jalan di hutan lebat ini.Si Juling menggerutu sepanjang jalan, karena wanita incarannya, salah satu-nya murid Ki Jarni sudah hampir berhasil dia rayu.Tapi malam ini malah harus masuk hutan kejar penculik Putri Tidar, sehingga gagal keloni wanita itu.“Husss…jangan gitu, kan yang diculik itu calon bininya mahaguru kita,” cela si Muka Pucat, hingga si Juling mesem saja, kaget sendiri dengan ucapannya tadi.“Kalau si penculiknya kita dapat, ku penggal kakinya, biar kapok jadi penjahat,” dengus si Juling masih kesal.Pendekar Mabuk diam saja mendengarkan ocehan anak buahnya ini.Setelah
Dikelilingi hampir 30 an orang pria dan wanita yang pegang pelita, sehingga tempat ini jadi terang sekali. Terlihat ketiga kini tak berdaya, totokan lihai membuat si Juling, Muka Pucat dan Codet terduduk di tanah.“Katakan di mana Pendekar Mabuk sekarang, atau leher kalian aku penggal satu persatu,” ancam si banci ini, sambil cabut pedang-nya dan menatap tajam wajah ke Trio Golok Maut ini bergantian dengan pandangan marah.“He-he-he…hei banci kaleng, kami sejak di padepokan Ki Jarni sudah berpisah, kan si mahaguru kami kejar tunangannya, yang cakep bak bidadari, beda dengan kamu, cewek bukan, cowok juga kenapa gemulai kayak ulat bulu!” sahut si Juling tanpa takut, walaupun tubuh mereka tertotok, tapi mulut mereka masih bisa bicara.Si Juling memang lihai berkata-kata, apalag kalau sudah ejek mengejek.“Ho oh, mana kami tahu di mana mahaguru kami berada, cari saja sendiri” sela si Codet.“Yo’i, kan kamu sakti, masa nggak berani hadapi mahaguru kami, dasar banci kaleng,” ejek si muka puc
Ke 4 orang ini dimasukan ke sebuah ruangan yang di jaga sangat ketat 30 an orang ini. Pendekar Mabuk tenang-tenang saja, sama sekali tidak ada ketakutan dalam dirinya.Padahal dia sama sekali tak berdaya, karena jalan darahnya sudah di totok Bihi, dengan menusukan jarum beracunnya.Mereka rupanya sudah tahu titik lemah pendekar sakti ini.“Kalau kamu mau kerjasama, penawar racun aku berikan, tapi kalau tidak, paling lama 3 hari, nyawamu bakal melayang seperti si Tendangan Maut!” bisik Bihi, saat membawa tubuh Pendekar Mabuk ke ruangan ini.“Kita lihat saja nanti,” sahut Pendekar Mabuk kalem dan kini duduk seperti sikap sedang semedi.Yang kasian trio golok hitam, tubuh mereka di seret seolah anjing dan di lempar begitu saja oleh anak buah si banci bak barang tak berharga.“Awas kalian, begitu aku bebas, ku bikin terkaing-kaing kayak babi kena sembelih,” sungut si Juling kesal bukan main, apalagi kini dahinya kembali benjol, juga si Codet dan si Muka Pucat.“Udah tenang saja, selama mah
Pendekar Putul kini menyamar seperti kakek tua, dia sengaja ke sini dan berlakon bak tamu di padepokan pimpinan Ki Rawa ini.Santernya soal padepokan ular hitam yang makin menancapkan kukunya di dunia persilatan, membuat Pendekar Putul tergerak turun tangan, apalagi pemimpinnya Ki Rawa, yang ingin dia hadapi saat ini.Dia pun juga kenalkan diri sebagai si Kakek Pincang, saat di terima Jinari dan Jamari di gerbang padepokan ini.Pendekar Putul melihat kedua wanita binal ini yang jadi ketua penyambutan tamu sampai menatapnya lama, terutama kakinya yang hanya satu.“Kenapa…ada yang aneh? Kakiku begini karena pernah bentrok dengan musuh hebat,” sungut si Putul jengkel, karena pandang mata kedua wanita cabul ini seakan meremehkannya.“Hmm…ya sudah, silahkan masuk, karena kamu bukan tamu VIP, penginapan buat kamu adanya di bagian barat, di barak sono!” cetus Jinari cuek dan pastinya anggap Pendekar Putul ini tak seberapa kesaktiannya.Si Putul pun dengan terpincang-pincang menuju ke barak ya
Padepokan Ular Hitam berubah total semenjak di ambil alih Ki Rawa bersama Pandekar Gledek dari tangan Ki Boka.Seluruh murid-murid Ki Boka di paksa jadi anak buah mereka dan kembali menyeleweng seperti saat jaman Ki Palung dan Ki Boka sebelum tobat setelah bertemu Prabu Japra, yang melawan mereka bunuh.Sehingga banyak yang tak suka dengan Ki Rawa, diam-diam memilih kabur dan meminta pertolongan dengan kaum pendekar golongan putih.Inilah yang membuat banyak golongan putih tewas atau terluka, setelah bentrok dengan kelompok Ular Hitam tersebut, yang semakin hari semakin kuat saja, sengan banyaknya kelompok golongan hitam bergabung.Permaisuri Aura sudah tahu soal ini, makanya dia mengutus Ki Roja atau Pendekar Budiman, untuk selidiki padepokan milik pamannya ini, sekaligus basmi kelompok Ki Rawa tersebut.Putri Seruni sebenarnya juga ingin ke sana untuk bikin perhitungan dengan Ki Rawa, tapi dia saat ini tengah hamil anak pertama, setelah hampir 13 tahun menikah dan baru kali ini menga
“Maafkan aku kakek Prabu Japra, kali ini cucumu yang pernah durhaka ini akan menjadi pendekar yang baik, tidak lagi jadi pendekar jahat!” tekad si Putul.Dan kini dia sudah menemukan sebuah desa, lalu beli pakaian yang bagus dan juga kuda, untuk lanjutkan perantauannya.Koin emas yang dulu dia bawa masih banyak dan untungnya tak tercecer saat dia terjungkal ke jurang dulu.Cuman dia tak lagi antusias mencari kedua orang tuanya. Dia malu pernah menyeleweng, apalagi ayahnya Prabu Harman seorang maharaja di Kerajaan Hilir Sungai.“Kasian ayahanda Prabu Harman, pasti sangat malu tak ketulungan, punya anak seperti aku, sudah cacat, menyeleweng pula, jatuh harga diri beliau!” gumam si Putul termangu d atas kudanya yang dia biarkan jalan sendiri.Uniknya, sampai kini si Putul belum tahu, kalau Putri Alona, ibu kandungnya, justru adik ayahnya sendiri. Si Putul juga tak ada niat lagi untuk cari ibu kandungnya, dia hanya ingin membawa hatinya, kemana saja.Sejak turun gunung, si Putul buktikan t
Setelah Pangeran Akmal bercerita, giliran Pangeran Daha yang ceritakan pengalamannya yang di sempat di culik Dua Kembar Ruba Betina dan Pendekar Serigala, saat bermaksud selidiki Temanggun Dawuk, kepala kadipaten Barabong.Namun di tolong seseorang yang sangat misterius dan sampai kini Pangeran Daha tak tahu siapa penolongnya tersebut.Tentu saja Pangeran Daha tidak bercerita soal penyekapan 3 hari 3 malam, yang membuat dia jadi permainan kedua betina genit itu.Yang anehnya semenjak sembuh dari pengaruh racun mawar merah, kekuatannya diam-diam naik berlipat?“Aku tak melihat jelas wajahnya, hanya aku tahu penolongku itu berjubah hitam, dalamnya putih, wajahnya tak begitu jelas…oh yaa…sebentar, orang itu pakai tongkat!” kata Pangeran Daha, sambil ingat-ingat tubuh si penolongnya.Pangeran Daha juga bilang, tak tahu apakah pendekar usianya itu sudah tua ataukah seumuran dirinya. Tapi yang dia tahu, penolongnya bukan wanita, tapi sosok pria.Kakek Slenge’an, Putri Dao dan Pangeran Akmal
Dan sekali ini, si pemuda ini harus mengaku dalam hatinya bahwa lawannya sungguh sama sekali tidak boleh disamakan dengan lawan-lawannya yang pernah dia kalahkan.Ternyata si kakek ini memiliki ilmu pedang yang hebat, di samping tenaga dalamnya yang kuat, ditambah lagi sebatang pedang pusaka pendeknya yang sangat ampuh!“Kakek mundurlah, biar aku yang gantian hadapi dia!” tiba-tiba Putri Dao maju ke gelanggang pertarungan dan si kakek ini mundur, lalu berdiri di samping Pangeran Daha.Melihat gaya anggun dan kini saling berhadapan dari jarak 5 meteran, makin tak karuan rasa si pemuda ini.Mulailah Si Pemuda merasa ketar-ketir, melawan si kakek tadi saja dia sudah kelabakan, entah bagaimana pula dengan si gadis cantik yang agaknya galak ini, tapi sudah bikin hatinya jungkir-balik.Belum lagi pria yang tak kalah tampan dengannya, yang sejak tadi terlihat tenang-tenang saja, sama tak ada wajah khawatir dari raut mukanya.Bahkan Pangeran Daha seakan ingin lihat, apakah kepandaian keponakan
“Mereka akan merekrut sebanyak-banyaknya anggota, baik warga biasa, kaum pendekar golongan hitam ataupun putih, lalu akan mendirikan sebuah kerajaan baru, Kadipaten Barabong sudah berhasil mereka kuasai!” kata Putri Dao dengan bersemangat, bahkan tangan dan matanya seakan ikutan bicara.Sangat menarik dan makin cantik saja keponakannya ini saat bercerita, andai orang lain, pasti sejak tadi Pangeran Daha sudah jungkir balik jatuh cinta.Kecantikan Putri Dao, tentu saja mengalahkan kekasihnya, si Putri Nia.Kagetlah Pangeran Daha, ini bukan gerakan main-main, apalagi setahunya Pendekar Gledek sangat berpengalaman susun kekuatan, untuk kemudian lakukan makar.Walaupun selalu gagal, karena dihancurkan Prabu Japra dan Pangeran Boon Me, yang sukses dua kali gagalkan misi besar Pendekar Gledek.Sehingga sampai kini, Pendekar Gledek dendam tak kepalang dengan orang tua dan kakak dari Pangeran Daha ini.Tapi kalau terlambat di basmi, bisa jadi gerakan kelompok ini makin besar dan makin kuat ser
Sosok hitam yang mereka --Baung, Jinari dan Jamari, pikir hantu ini lalu mengusap wajahnya.Kemudian terlihatlah wajah yang sangat tampan, tapi berwajah murung, pakaian dalamnya putih, tapi di tutup jubahnya yang berwarna gelap.Lelaki tampan ini lalu masuk ke dalam kereta ini dan dengan cepat pondong tubuh Pangeran Daha yang setengah tertidur alias setengah pingsan ini.Gerakannya sangat cepat dan tak lebih dari 2 detik, tubuhnya yang kokoh dan menggunkan tongkat sudah lenyap dalam hutan lebat yang gelap ini.Saking hebatnya ilmu meringankan tubuhnya, kereta ini sama sekali tak bergerak, ini menandakan orang ini luar biasa ilmu silatnya.Pangeran Daha yang setengah sadar terbangun, dia merasa aneh, kenapa kini berada di sebuah gua, hari pun sudah beranjak pagi, tidak lagi malam dan berada di dalam kereta yang di bawa Dua Rubah Betina serta Pendekar Serigala.Tapi Pangeran ini tak pikirkan itu, dia cepat-cepat lakukan semedi dan kerahkan seluruh kesaktian tenaga dalamnya, untuk kembali
Kedua Kembar Rubah Betina yang bernama Jinari dan Jamari ini langsung kalang kabut berpakaian.Padahal mereka tengah enak-enaknya naik ‘kuda jantan’ ini, yang sengaja mereka recoki obat kuat, agar tetap perkasa, walaupun tenaga dalamnya tak berfungsi.“Sialan si Pendekar Serigala, orang lagi nanggung, eh main panggil saja,” gerutu Jinari, sambil bantu Pangeran Daha berpakaian lagi.Saking gemasnya, dia malah sempat-sempatnya memegang tongkat Pangeran Daha yang masih kokoh bak tongkat ulin.“Ihh padahal masih ngacengg say!” kata Jamarin terkekeh dan dengan gemas sempat melumat batang ini.Tapi panggilan orang yang mereka sebut Pendekar Serigala membuat keduanya dengan terpaksa papah Pangeran Daha keluar dari kuil tua ini.“Gila sekali kalian berdua, tahu kah kalian siapa dia ini hahhh? Dia ini Pangeran Daha, putra mahkota Kerajaan Muara Sungai. Kalau sampai lepas gara-gara ulah kalian, leher kalian berdua yang mulus itu bakalan misah dari tubuh kalian yang bakalan dilakukan guru kita,”
Bukannya melaporkan ke dalam, ke 5 orang ini serempak mengurung Pangeran Daha, bahkan tak lama datang lagi 10 orang, dengan golok terhunus.Sempat pangeran ini ingin berontak, namun dia pikir, lebih baik pura-pura menyerah untuk selidki apa yang sebenarnya terjadi.Pangeran Daha pun di bawa ke dalam bangunan ini dan kagetlah dia, setelah pedangnya di ambil, Pangeran Daha di masukan ke dalam sebuah kerangkeng hewan yang sangat kuat.Kerangkeng ini biasa di gunakan untuk menangkap hewan buas, seperti biruang juga harimau, bahkan gajah liar.“Hmm…makin aneh saja,” pikir Pangeran Daha, andai dia mau, tak sulit baginya jebol kerangkeng ini.Pangeran Daha di biarkan di sana sampai malam hari, tak pernah terlihat batang hidung Temanggung Dawuk.Namun tengah malam, Pangeran Daha kaget sekali saat mencium bau seperti bunga mawar, lalu dia pun tak sadarkan diri.Tak lama, tubuhnya yang sudah tak berdaya ini dikeluarkan dari karangkeng, dan di halaman rumah Temanggung Bawuk ini sudah menunggu seb