BERSAMBUNG
Namun Boon Me tak ingin terlena dengan suasana kota, dia putuskan segera berkunjung ke rumah Bibi Anong, bekas murid ibu kandungnya.Di hari ketiga, setelah puas jalan-jalan melihat kota yang sangat ramai dan indah ini, Boon Me pun menuju ke rumah Bibi Anong.Rumah Bibi Anong cukup mewah, ini menandakan Bibi Anong dan suaminya bukan orang sembarangan dan pastinya memiliki jabatan metereng. Rumah mereka pun juga di jaga 2 prajurit di depan rumahnya ini.“Stop, kamu mau cari siapa..?” seorang penjaga langsung menahan langkah Boon Me yang ingin masuk ke teras.“Namaku Boon Me, aku mau ketemu Bibi Anong, aku ini keponakan jauhnya, apakah beliau ada?”Anehnya, kedua penjaga ini saling pandang, lalu mereka malah membawa Boon Me ke sebuah pos sekuriti. Sepertinya mau intoregasi, Boon Me mengikuti saja dengan hati bertanya-tanya.“Anak muda…kamu terlambat, Bibi Anong yang kamu cari sudah tiada, beliau tewas 1 bulan yang lalu,” kata penjaga tadi, hingga Boon Me terkejut sekali.“Tewas…apa sebab
Boon Me terdiam sesaat, lalu dia tak ragu buka pakaiannya dan perlihatkan tanda hitam itu dan melongolah si nenek ini, tiba-tiba si nenek ini menangis mengerung-ngerung, hingga Boon Me melongo keheranan.Saking heran dan bingungnya, Boon Me membiarkan si nenek ini terus menangis terisak-isak dan akhirnya berhenti sendiri, karena kecapekan.“Boon Me, ikuti aku masuk ke rumah ini,” lalu si nenek yang sudah tenang ini berjalan di depan Boon Me.Anehnya gerakannya sangat gesit dan cepat, padahal tubuhnya kurus dan bongkok. Tapi Boon Me tak berani bertanya, ia diam saja dan terus mengikuti akan di bawa kemana.Begitu pintu di buka, terdengarlah bunyi seperi besi berkarat, tanda pintu rumah ini lama tak di buka."Ikuti aku," kembali terdengar suara si nenek aneh ini.Si nenek aneh ini terus berjalan menuju ke bagian belakang bangunan kuno ini, Boon Me pun tetap sungkan bertanya, dia terus ikuti kemana akan di bawa.“Ada rahasia apalagi ini, tadi pagi kematian Bibi Anong yang aneh, kini di ke
“Pendekar Pulau Borneo…belum pernah aku dengar ada pendekar dengan julukan begitu. Tapi Perwira Asra yang berkhianat…ini menarik juga untuk di selidiki,” pikir Boon Me makin penasaran dengan cerita nenek ini.Si nenek yang minta di panggil Nek Irao, lalu persilahkan Boon Me tinggal di sini, karena rumah kuno ini otomatis kini milik Boon Me, yang merupakan anak tunggal Guru Dao, yang sengaja di jaga nenek Irao.“Asal kamu tahu Boon Me, ibu kamu Guru Dao dan Panglima Sorachai yang membasmi pemberontakan itu bersaudara tapi beda ibu. Kalau kamu ada waktu, kunjungilah paman kamu itu, yang juga jadi Panglima Tertinggi Kerajaan Rama ini, ku dengar si panglima tua itu bersahabatl baik dengan ayah kandungmu tersebut!” kata Nek Irao.Nenek Irao ternyata seakan punya indera ke enam, tanpa Boon Me cerita, dia seolah tahu, tujuan Boon Me muncul saat ini, pasti ingin tahu siapa jati diri ayah kandungnya tersebut.Nenek Irao juga sudah ceritakan, kalau dirinya semasa guru Dao masih hidup, jadi pemba
Hari ke 5, kembali nenek Irao terkaget-kaget, saat Boon Me sedang memainkan jurus-jurus rajawali mencaplok mangsa.Angin bersiuran deras dan tempat ini mendadak dingin, seolah sedang berada di puncak gunung.Gerakan Boon Me juga sangat gesit dan tubuhnya seolah berubah jadi bayangan saja saking cepatnya.Baju nenek Irao pun berkibar, tebakan Boon Me tepat, si nenek bongkok ini sama sekali tak begitu terpengaruh dengan angin dingin ini, dia biasa-biasa saja. Tanda kesaktian si nenek ini lumayan tinggi.Kalau orang biasa, apalagi tak punya ilmu kanuragan, sudah pasti terjungkal kena pengaruh jurus hebat ini.Ibarat pelajaran sekolah, Boon Me hanya memperlancar jurus-jurusnya saja lagi, sebab dasar ini sama dengan miliknya, yakni Jurus Rajawali yang dia pelajari di gua pertapaan Pangeran Wasi dan Ki Durga selama 4 tahunan.Tanpa Boon Me sadari, jurus yang sedang dia latih ini sama persis dengan jurus milik Prabu Japra, bedanya jurus di tangan pendekar sakti sudah sangat matang.Bahkan den
“Demi cinta, dia rela hamil dan harus kehilangan nyawa, setelah melahirkan kamu ini Boon Me,” kata Nenek Irao lagi.Inilah yang membuat Boon Me kadang meneteskan airmata, setiap kali menatap lukisan ibunya tersebut.Ingat betapa besarnya pengorbanan ibunya, hingga rela kehilangan nyawa demi melahirkannya. Pengorbanan yang tentunya tak main-main dan rela kehilangan nyawa.Anehnya, selama berlatih di sini, apabila Boon Me ketiduran ata bersemedi di dekat lukisan ibunya, dia sering bermimpi, ibunya memberi dia petunjuk cara berlatih Jurus Rajawali.Keanehan ini di ceritakan nya ke Nenek Irao dan si nenek ini bilang, itulah kesaktian Guru Dao."Kamu sangat beruntung Boon Me roh ibumu selalu mendampingi dan membimbingmu di sini," cetus nenek Irao.Tapi bila Boon Me tidur di kamar yang disediakan Nenek Irao, Boon Me tidak bermimpi apa-apa, dia pun bisa tidur nyenyak hingga pagi.Hari ini Boon Me memantapkan hati untuk menemui pamannya, Panglima Sorachai, tentu saja beda rumah sang panglima d
Bagaimana tak malu, sebab kedua gadis jelita ini otomatis sepupu-sepupunya. Masa iya Boon Me berani main gila, sebab mereka adik-adik misannya sendiri, anak dari Panglima Sorachai ini?Untungnya panglima seakan paham apa yang ada di benak Boon Me, pria tua ini sudah kenyang asam garam kehidupan.“Kalau kamu ada waktu, bantulah kedua adikmu itu berlatih Boon Me, kulihat kamu memiliki ilmu kanuragan tinggi,” cetus Panglima Sorachai, hingga Boon Me kaget juga, sekaligus kagum, mata tajam sang panglima seakan tahu isi dirinya.“B-baik paman panglima, nanti adik Putri Chai dan Putri Amona, aku ajarin berlatih ilmu pedang,” sahut Boon Me gugup, karena malu.Setelah berbasa-basi singkat, dengan hati-hati Boon Me pun bertanya siapa ayah nama kandungnya dan di mana kini tinggal…?“Ayahmu bernama Japra, julukannya di sini dulu adalah Pendekar Pulau Borneo, karena dia memang orang sana. Dia seorang pendekar sakti sekaligus pemuda perantauan!” kata Panglima Sorachai, yang tidak tahu kalau Japra su
“Lihat serangan!” bentak Putri Chai yang jengah dengan ucapan Boon Me, termasuk Putri Amona yang kini ikutan menyerang pemuda sakti ini.Boon Me tentu saja tertawa kecil, serangan demi serangan yang dilancarkan dua dara jelita ini baginya bak mainan anak kecil saja.Tanpa berpindah dari posisinya semula, enteng saja Boon Me menghindar, andai tidak ingat kedua orang ini adik-adik sepupunya, sejak tadi tangan Boon Me gatal ingin tepuk pantat keduanya.Apalagi melihat pantat Putri Chai yang lentik di balut pakaiannya yang ringkas hingga menampilkan lekuk tubuhnya yang indah.Bukan main kesalnya kedua putri ini, semua serangan mereka luput, hebatnya lagi tak sekalipun Boon Me menjauh dari tempatnya semula.Terlebih wajah Boon Me terus senyum-senyum saja, yang bagi keduanya senyuman ini seakan ejekan.“Adik Amona kamu serang kakinya, aku serang lehernya,” terdengar bentakan kesal Putri Chai.Pelatih jurus ilmu pedang mereka sampai melongo mendengar bentakan Putri Chai yang terlihat marah i
Mulai lah Boon Me pasang telinga dan mata dan tujuan pertamanya adalah memata-matai rumah Perwira Asra, suami mendiang Bibi Anong.Hari jelang tengah malam, Boon Me kini sudah berada di atas atap rumah Perwira Asra. Dia mulai intip di mana si perwira ini berada.Hasilnya…belum terlalu lama dia melihat ada bayangan cepat yang sangat mengejutkan.Boon Me tak jadi mengintip, saat dia melihat ada bayangan hitam melompat lewat jendela dan tak lama kemudian sudah lenyap ke dalam rumah ini.“Hebat sekali bayangan itu, siapa dia?” batin Boon Me memuji sekaligus penasaran dengan bayangan tadi.Boon Me bergerak sangat halus, hingga kakinya yang menginjak genteng tak terdengar sama sekali.Pelan-pelan dia mencongkel sebuah genteng untuk melihat aktivitas di bawah di ruangan rumah ini.Matanya terkaget-kaget, saat bayanan hitam tadi melepas jubahnya dan ternyata seorang wanita sangat cantik dengan wajah dingin.Pakaianya juga serba hitam dan mencetak body yang sangat mengagumkan.Di depannya adala
"Dia belum sembuh, masa main serobot aja! Sabar dulu, sadarkan dia terlebi dahulu. Luka dalamnya sudah kita sembuhin tadi dengan tenaga halilintar, tapi masih belum sembuh benerr tauu!” tegur Jinari, melihat Jamari sudah mulai leleran melihat si tampan ini.“Aihh udah basyaahhh aku kelessss, kapan lagi dapat pangeran setampan ini, setelah Pangeran Daha di ambil hantu di hutan itu,” sungut Jamari, lalu rapikan lagi gaunnya.Mereka pun kini mulai sadarkan Pangeran Akmal, lalu akan di jejali racun bunga mawar, agar jadi mainan mereka.Saat asyik sadarkan Pangeran Akmal ini, konsentrasi hanya fokus ke tubuh gagah dan kokoh ini, tanpa sadar, si ‘kakek pincang’ tadi sudah berada dan mengintip di dinding pondok tersebut.Tiba-tiba menyambarlah angin yang sangat dingin dan seketika Jinari dan Jamari pingsan.Si kakek yang merupakan penyamaran si Putul ini terdiam sesaat, bingung kemana akan menyembunyikan Pangeran Akmal ini.Setelah menyingkirkan tubuh kedua wanita binal ini, Pendekar Putul
Pendekar Putul kini menyamar seperti kakek tua, dia sengaja ke sini dan berlakon bak tamu di padepokan pimpinan Ki Rawa ini.Santernya soal padepokan ular hitam yang makin menancapkan kukunya di dunia persilatan, membuat Pendekar Putul tergerak turun tangan, apalagi pemimpinnya Ki Rawa, yang ingin dia hadapi saat ini.Dia pun juga kenalkan diri sebagai si Kakek Pincang, saat di terima Jinari dan Jamari di gerbang padepokan ini.Pendekar Putul melihat kedua wanita binal ini yang jadi ketua penyambutan tamu sampai menatapnya lama, terutama kakinya yang hanya satu.“Kenapa…ada yang aneh? Kakiku begini karena pernah bentrok dengan musuh hebat,” sungut si Putul jengkel, karena pandang mata kedua wanita cabul ini seakan meremehkannya.“Hmm…ya sudah, silahkan masuk, karena kamu bukan tamu VIP, penginapan buat kamu adanya di bagian barat, di barak sono!” cetus Jinari cuek dan pastinya anggap Pendekar Putul ini tak seberapa kesaktiannya.Si Putul pun dengan terpincang-pincang menuju ke barak ya
Padepokan Ular Hitam berubah total semenjak di ambil alih Ki Rawa bersama Pandekar Gledek dari tangan Ki Boka.Seluruh murid-murid Ki Boka di paksa jadi anak buah mereka dan kembali menyeleweng seperti saat jaman Ki Palung dan Ki Boka sebelum tobat setelah bertemu Prabu Japra, yang melawan mereka bunuh.Sehingga banyak yang tak suka dengan Ki Rawa, diam-diam memilih kabur dan meminta pertolongan dengan kaum pendekar golongan putih.Inilah yang membuat banyak golongan putih tewas atau terluka, setelah bentrok dengan kelompok Ular Hitam tersebut, yang semakin hari semakin kuat saja, sengan banyaknya kelompok golongan hitam bergabung.Permaisuri Aura sudah tahu soal ini, makanya dia mengutus Ki Roja atau Pendekar Budiman, untuk selidiki padepokan milik pamannya ini, sekaligus basmi kelompok Ki Rawa tersebut.Putri Seruni sebenarnya juga ingin ke sana untuk bikin perhitungan dengan Ki Rawa, tapi dia saat ini tengah hamil anak pertama, setelah hampir 13 tahun menikah dan baru kali ini menga
“Maafkan aku kakek Prabu Japra, kali ini cucumu yang pernah durhaka ini akan menjadi pendekar yang baik, tidak lagi jadi pendekar jahat!” tekad si Putul.Dan kini dia sudah menemukan sebuah desa, lalu beli pakaian yang bagus dan juga kuda, untuk lanjutkan perantauannya.Koin emas yang dulu dia bawa masih banyak dan untungnya tak tercecer saat dia terjungkal ke jurang dulu.Cuman dia tak lagi antusias mencari kedua orang tuanya. Dia malu pernah menyeleweng, apalagi ayahnya Prabu Harman seorang maharaja di Kerajaan Hilir Sungai.“Kasian ayahanda Prabu Harman, pasti sangat malu tak ketulungan, punya anak seperti aku, sudah cacat, menyeleweng pula, jatuh harga diri beliau!” gumam si Putul termangu d atas kudanya yang dia biarkan jalan sendiri.Uniknya, sampai kini si Putul belum tahu, kalau Putri Alona, ibu kandungnya, justru adik ayahnya sendiri. Si Putul juga tak ada niat lagi untuk cari ibu kandungnya, dia hanya ingin membawa hatinya, kemana saja.Sejak turun gunung, si Putul buktikan t
Setelah Pangeran Akmal bercerita, giliran Pangeran Daha yang ceritakan pengalamannya yang di sempat di culik Dua Kembar Ruba Betina dan Pendekar Serigala, saat bermaksud selidiki Temanggun Dawuk, kepala kadipaten Barabong.Namun di tolong seseorang yang sangat misterius dan sampai kini Pangeran Daha tak tahu siapa penolongnya tersebut.Tentu saja Pangeran Daha tidak bercerita soal penyekapan 3 hari 3 malam, yang membuat dia jadi permainan kedua betina genit itu.Yang anehnya semenjak sembuh dari pengaruh racun mawar merah, kekuatannya diam-diam naik berlipat?“Aku tak melihat jelas wajahnya, hanya aku tahu penolongku itu berjubah hitam, dalamnya putih, wajahnya tak begitu jelas…oh yaa…sebentar, orang itu pakai tongkat!” kata Pangeran Daha, sambil ingat-ingat tubuh si penolongnya.Pangeran Daha juga bilang, tak tahu apakah pendekar usianya itu sudah tua ataukah seumuran dirinya. Tapi yang dia tahu, penolongnya bukan wanita, tapi sosok pria.Kakek Slenge’an, Putri Dao dan Pangeran Akmal
Dan sekali ini, si pemuda ini harus mengaku dalam hatinya bahwa lawannya sungguh sama sekali tidak boleh disamakan dengan lawan-lawannya yang pernah dia kalahkan.Ternyata si kakek ini memiliki ilmu pedang yang hebat, di samping tenaga dalamnya yang kuat, ditambah lagi sebatang pedang pusaka pendeknya yang sangat ampuh!“Kakek mundurlah, biar aku yang gantian hadapi dia!” tiba-tiba Putri Dao maju ke gelanggang pertarungan dan si kakek ini mundur, lalu berdiri di samping Pangeran Daha.Melihat gaya anggun dan kini saling berhadapan dari jarak 5 meteran, makin tak karuan rasa si pemuda ini.Mulailah Si Pemuda merasa ketar-ketir, melawan si kakek tadi saja dia sudah kelabakan, entah bagaimana pula dengan si gadis cantik yang agaknya galak ini, tapi sudah bikin hatinya jungkir-balik.Belum lagi pria yang tak kalah tampan dengannya, yang sejak tadi terlihat tenang-tenang saja, sama tak ada wajah khawatir dari raut mukanya.Bahkan Pangeran Daha seakan ingin lihat, apakah kepandaian keponakan
“Mereka akan merekrut sebanyak-banyaknya anggota, baik warga biasa, kaum pendekar golongan hitam ataupun putih, lalu akan mendirikan sebuah kerajaan baru, Kadipaten Barabong sudah berhasil mereka kuasai!” kata Putri Dao dengan bersemangat, bahkan tangan dan matanya seakan ikutan bicara.Sangat menarik dan makin cantik saja keponakannya ini saat bercerita, andai orang lain, pasti sejak tadi Pangeran Daha sudah jungkir balik jatuh cinta.Kecantikan Putri Dao, tentu saja mengalahkan kekasihnya, si Putri Nia.Kagetlah Pangeran Daha, ini bukan gerakan main-main, apalagi setahunya Pendekar Gledek sangat berpengalaman susun kekuatan, untuk kemudian lakukan makar.Walaupun selalu gagal, karena dihancurkan Prabu Japra dan Pangeran Boon Me, yang sukses dua kali gagalkan misi besar Pendekar Gledek.Sehingga sampai kini, Pendekar Gledek dendam tak kepalang dengan orang tua dan kakak dari Pangeran Daha ini.Tapi kalau terlambat di basmi, bisa jadi gerakan kelompok ini makin besar dan makin kuat ser
Sosok hitam yang mereka --Baung, Jinari dan Jamari, pikir hantu ini lalu mengusap wajahnya.Kemudian terlihatlah wajah yang sangat tampan, tapi berwajah murung, pakaian dalamnya putih, tapi di tutup jubahnya yang berwarna gelap.Lelaki tampan ini lalu masuk ke dalam kereta ini dan dengan cepat pondong tubuh Pangeran Daha yang setengah tertidur alias setengah pingsan ini.Gerakannya sangat cepat dan tak lebih dari 2 detik, tubuhnya yang kokoh dan menggunkan tongkat sudah lenyap dalam hutan lebat yang gelap ini.Saking hebatnya ilmu meringankan tubuhnya, kereta ini sama sekali tak bergerak, ini menandakan orang ini luar biasa ilmu silatnya.Pangeran Daha yang setengah sadar terbangun, dia merasa aneh, kenapa kini berada di sebuah gua, hari pun sudah beranjak pagi, tidak lagi malam dan berada di dalam kereta yang di bawa Dua Rubah Betina serta Pendekar Serigala.Tapi Pangeran ini tak pikirkan itu, dia cepat-cepat lakukan semedi dan kerahkan seluruh kesaktian tenaga dalamnya, untuk kembali
Kedua Kembar Rubah Betina yang bernama Jinari dan Jamari ini langsung kalang kabut berpakaian.Padahal mereka tengah enak-enaknya naik ‘kuda jantan’ ini, yang sengaja mereka recoki obat kuat, agar tetap perkasa, walaupun tenaga dalamnya tak berfungsi.“Sialan si Pendekar Serigala, orang lagi nanggung, eh main panggil saja,” gerutu Jinari, sambil bantu Pangeran Daha berpakaian lagi.Saking gemasnya, dia malah sempat-sempatnya memegang tongkat Pangeran Daha yang masih kokoh bak tongkat ulin.“Ihh padahal masih ngacengg say!” kata Jamarin terkekeh dan dengan gemas sempat melumat batang ini.Tapi panggilan orang yang mereka sebut Pendekar Serigala membuat keduanya dengan terpaksa papah Pangeran Daha keluar dari kuil tua ini.“Gila sekali kalian berdua, tahu kah kalian siapa dia ini hahhh? Dia ini Pangeran Daha, putra mahkota Kerajaan Muara Sungai. Kalau sampai lepas gara-gara ulah kalian, leher kalian berdua yang mulus itu bakalan misah dari tubuh kalian yang bakalan dilakukan guru kita,”