Dikalahkan secara telak oleh Tetua Mo yang berusia 100 tahun, Wu Shi dan Hao Yun tidak sadarkan diri dalam beberapa waktu hingga akhirnya Tetua Mo dan Li Bai mendapatkan kesempatan untuk memindahkan mereka ke suatu tempat. Disebut, Gua Abadi. Persis seperti namanya, gua ini abadi yang berarti hidup seolah gua ini adalah mahluk hidup. Begitu terbangun, sekeliling hanya terdapat dinding. Bahkan tak terlihat adanya jalan keluar di sana. "Kita terjebak di tempat yang kita tidak ketahui. Apa ini masuk akal?" Hao Yun mengeluh. "Bukankah sepanjang hari kita berjumpa dengan hal tidak masuk akal? Itu sudah menjadi keseharian kita. Ah, sudahlah. Lupakan saja, Hao Yun," ucap Wu Shi yang sudah lelah. Kerasnya dinding gua dan jalan lurus tanpa sedikitpun berlubang membuat tempat ini terasa menakutkan. Terkadang mereka merasa merinding saat melangkahkan kaki tanpa tujuan. Sesekali angin berhembus dingin dari atas, meski tidak terlihat ada celah kecil yang dapat membuat angin itu masuk ke dalam
Permukaan dalam gua, jalan di sini seharusnya bukan pasir melainkan bebatuan kasar dan besar akan tetapi Wu Shi sungguh tidak beruntung karena tanpa sengaja menginjak permukaan pasir lembut di bawah kakinya barusan, dan begitulah yang terjadi. "Yang benar saja, dia jatuh ke bawah. Mana mungkin aku bisa meninggalkan orang seperti itu sendirian," gerutu Hao Yun cemas. Mau tak mau Hao Yun sengaja menjatuhkan diri ke bawah agar tidak berpisah jalan dengan orang dungu itu. Gua Abadi, gua yang benar-benar hidup selayaknya mahluk hidup. Bagaikan bagian dalam perut seekor ular besar, keduanya terdapat di lantai bawah tanah dengan dinding gua yang sama persis. Hanya saja bentuknya tidak selaras, permukaan tanah bebatuan pun berkelok-kelok. Susah bagi mereka berdua untuk berjalan di jalan seperti itu."Wu Shi, kita berdua jadi benar-benar tersesat. Aku jadi bingung, harus ke mana lagi kita?" tanya Hao Yun merasa lelah. "Seandainya ada jalan keluar," gumam Wu Shi, berusah payah berjalan di p
Gua Abadi ini jelas tidak memiliki jalan keluar sejak tadi, lantaran mereka berdua telah menelusuri sepanjang jalan namun tak kunjung menemukan apa-apa selain dinding gua itu sendiri. Bila keadaan ini terus berlanjut maka mereka akan semakin lelah secara fisik dan mental. Wu Shi sempat berpikir bahwa ini adalah ujian dari Tetua Mo namun Hao Yun justru berpikir ini adalah rencana dari kakek tua tuk membunuh mereka berdua. Meski begitu keduanya tetap memaksa berjalan lurus, seakan tak rela jika menyerah dengan cepat. "Ini menyebalkan.""Kau benar. Aku setuju."Wajah mereka terlihat sangat lesu, letih yang dirasakan terus bertumpuk dan menjadikan beban di hati mereka yang tidak biasa tersiksa seperti ini. Manusia mana pun sudah pasti membutuhkan makan dan minum, tapi di gua abadi, dirasa tidak ada itu sama sekali. "Hao Yun, ini tentang racun. Bisakah aku bertanya beberapa hal lagi?" tanya Wu Shi sembari berjalan miring dan berpegangan pada bebatuan yang mencuat di dinding gua."Ya, si
Cuaca di luar sedang panas-panasnya, dan entah karena apa gua dalam bawah tanah juga ikut merasakan panasnya. Mungkin saja karena ini adalah gua dengan dinding bebatuan, menghantarkan panas dari pasir, permukaan tanah ataupun bebatuan pun bisa saja. Keringat mengalir dengan deras, langkah kaki yang terus menapak permukaan yang panas terasa begitu berat. Letih luar biasa tak sanggup mereka menahan namun mereka tidak punya pilihan lain selain bergegas menemukan jalan.Sampai akhirnya mereka menemukan jalan bercabang di depan mata. Sesaat mereka berdua berhenti di antara dua jalan itu sembari berpikir manakah jalan yang harus mereka tempuh. "Jalan ini persis seperti jalan pintas dari hutan menuju ke distrik pusat," kata Wu Shi. Hao Yun tersentak kaget, sebab dirinya teringat akan sekujur tubuh Wu Shi yang berlumur darah di perbatasan jalan di sana pada saat itu. "Ada apa Hao Yun?" Menyadari ada yang aneh dengan ekspresi Hao Yun, lelaki penasaran itu bertanya. "Tidak. Aku hanya terin
Wujud seolah itu wajah manusia sungguhan, kedua lelaki yang langsung melihat penampakan tersebut pun merasa akan adanya ketidakwajaran."Kalaupun halusinasi, maka tak seharusnya kita berada di gua.""Itu artinya ini seperti keajaiban atau sejenisnya?""Kenapa begitu?" Wu Shi balik bertanya."Aku pernah dengar cerita, sosok malaikat yang jatuh dari surga. Entah itu benar atau tidak, tapi kupikir wujud di atas sana itu kurang lebih seperti yang aku pikirkan," pikir Hao Yun. "Itu semakin tidak masuk akal." Mereka sadar bahwa mereka berada dalam Gua Abadi. Belum keluar sama sekali semenjak mengikuti jalan lurus sebelum ini. Ketika melihat wujud tidak wajar tersebut, lekas mereka kembali mengangkat pedang tuk melawan sosok tersebut. "Hentikan, itu percuma saja!" Namun, seseorang tiba-tiba saja muncul dan memberitahukan sesuatu pada mereka. Wu Shi dan Hao Yun secara reflek menoleh ke belakang dengan terkejut. Dengan tatapan sinis, hawa membunuh pun terpancar ketika melihat sosok pria be
Gua Abadi memiliki banyak misteri yang tak terungkap. Ada banyak cara menuju ke Gua Abadi namun tidak ada satupun cara untuk keluar, itulah yang dikatakan Qingchen kepadanya.Gua Abadi, adalah gua yang hidup. Hutan, sungai, lorong panjang bawah tanah, dan lain sebagainya memang sekilas tampak indah namun kenyataannya itu menyiksa mental mereka."Tidak ada jalan keluar." Perasaan Qingchen sedikit membaik setelah berbincang pada Wu Shi. Ia kemudian mengambil sebuah daun besar yang menyimpan sesuatu. Lantas mengajak Wu Shi untuk mengikutinya, mereka pergi menghampiri Hao Yun yang sedang mengenakan pakaiannya kembali."Ini makanan. Pastikan kalian memakannya agar dapat bertahan hidup nanti," tutur Qingchen, "Oh, kau kembali? Maaf ya, sepertinya asumsiku terlalu berlebihan dengan menduga kau terlibat sesuatu di sini," ucap Hao Yun tulus."Tidak apa. Bukan masalah. Aku pasti akan bersikap sama sepertimu jika melihat orang mencurigakan tiba-tiba muncul," ujar Qingchen. Lain di mulut, lain
Qingchen dengan mudahnya menghindari serangan dari dua arah yang bergerak cepat. Jika Qingchen benar-benar orang biasa yang datang kemari untuk memetik tanaman obat maka ia takkan bisa melakukan hal semacam itu. Namun sebaliknya, Qingchen menghindari serangan tersebut dengan gesit selayaknya seorang ahli bela diri. "Dia pasti menyembunyikan banyak hal di balik penampilannya yang lusuh.""Dugaanmu dari awal memang benar Hao Yun."Wu Shi menatap tajam Qingchen, hawa membunuh sesaat benar-benar terasa dan membuat lelaki asing itu bergidik merinding. Qingchen lantas menundukkan kepala sedalam mungkin, ia takut dan mulai panik saat penyamarannya mulai terbongkar. 'Duh, gawat. Bisa-bisanya aku melakukan kesalahan di saat seperti ini. Mereka berdua pasti akan langsung membunuhku!' pekik Qingchen dalam batin. Kegelisahan yang ia dapatkan dari hasil kegagalan penyamaran, berhadapan dengan dua pendekar pedang di depan mata adalah suatu kesalahan terbesar yang pernah ada. Qingchen sendiri pun
Hutan di sepanjang jalan, danau dan perbukitan lengkap dengan pepohonan asing. Tempat ini benar-benar aneh, sekilas terlihat langit di atas namun kenyatannya itu bukanlah langit pada umumnya. Mengabaikan Qingchen, keduanya kembali melanjutkan perjalanan guna mencari jalan keluar sendiri. Terhitung beberapa menit mereka menemukan sebuah jalan di balik semak-semak yang bertumbuh lebat.Wajah girang terlukis, seakan itu adalah jalan keluar namun kenyatannya bukan. Itu adalah jalan menuju ke lorong panjang dalam gua. "Astaga, mau sampai kapan kita harus menghadapi gua? Aku sudah muak melihat warna coklat," gerutu Wu Shi. "Tapi ini sedikit berbeda Wu Shi! Gua ini tidak sepenuhnya jalan kosong dan bertanah atau berbatu!" seru Hao Yun yang paling bersemangat berpetualang. "Ha, dasar. Aku tidak bisa sesemangat itu kalau aku sendiri tidak pernah mendapati tempat seaneh ini." Ini kenyataan, di masa depan Wu Shi sama sekali tidak ingat ada tempat seaneh ini, namun meski begitu ia sedang beru
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit