Sedikit demi sedikit Wu Shi melakukan perlawanan yang cukup memuaskan. Senjata pedang, tombak, panah racun dan lain sebagainya telah ia hadapi dengan tubuh tanpa pelindung. Di malam yang hanya diterangi cahaya rembulan, Wu Shi bertahan mati-matian dari serangan segala arah yang mendadak ini. Trang! Trang! Wu Shi memutar tongkat di belakang punggung dan beralih ke depan. Perputaran tanpa menggunakan chi itu setidaknya mampu menangkis serangan mereka yang seolah tak terlihat. "Siapa itu!? Tunjukkan dirimu! Kenapa kau mengincarku? Katakan!"Sudah berulang kali Wu Shi mencoba untuk mencari tahu, beberapa kata ia lontarkan namun tak kunjung ada jawaban. Lantas Wu Shi berpikir, "Benar juga. Mereka 'kan ingin membunuhku, apa gunanya menunjukkan diri apalagi kegelapan ini adalah sebuah kesempatan," tukas Wu Shi menyeringai. Menyeret kaki kiri ke depan dan kaki kanan ke belakang. Posisi kuda-kuda yang mantap dan dengan membawa tongkat sebagai senjata, Wu Shi perlahan memejamkan mata berni
Terkadang, reflek seseorang mendahului pemikirannya saat itu. Seperti yang terjadi pada Wu Shi, ia tahu bahwa ayunan pedang yang terarah padanya itu berbahaya namun sebelum pemikiran seperti itu ada, tangannya bergerak untuk membuat posisi bertahan dengan tongkat sebagai senjatanya."Orang seperti dirimu bukanlah tidak punya pengalaman melainkan kau hanya kurang dari teknik senjatamu. Itu saja."Wu Shi tersentak diam, apa yang dikatakannya itu benar namun Wu Shi merasa sedikit aneh saja ketika ada orang yang mengatakan hal itu."Seolah-olah kau tahu segalanya. Siapa kau itu?" Tanpa menurunkan senjata, ia tetap mengacungkan tongkatnya meski pria itu sudah menurunkan senjatanya."Maaf saja aku bukanlah peramal. Aku hanya orang yang kebetulan tinggal di tempat ini.""Apa maksudmu?""Apa kau tahu bagaimana keadaan kultus di masa lalu?"Tiba-tiba pria ini membicarakan soal kultus. Padahal ia tinggal di pedesaan yang berjauhan dengan kultus. Lantas apa maksudnya dengan berkata seperti itu?
Tuan Pemimpin Kultus Putih diduga sedang bersandiwara. Sikap yang buruk hanya pada Wu Shi pun adalah akting. Ketika pria itu mengatakannya, Wu Shi tidak bisa percaya begitu saja. Ia merasa aneh, lantaran untuk apa bersandiwara kalau ujung-ujungnya dia sedang dikendalikan secara tidak langsung. Wu Shi tidak pernah terpikirkan soal ini sebelumnya, tentang alasan Tuan Pemimpin bersandiwara lalu menyiapkan ujian untuk para calon pewaris. Semakin dipikirkan semakin terasa rumit saja.Klak!"Hei, ini aku."Sesaat mendengar suara langkah yang begitu pelan, Wu Shi terbangun dari tidurnya, walau sebenarnya ia tidak benar-benar tertidur. Tongkatnya terhentak di atas papan kayu. Orang yang barusan melintas ialah petani tersebut, ia sedikit merasa was-was lantaran Wu Shi begitu peka dengan keberadaannya."Ternyata kau."Saat ini Wu Shi tidak berada di dalam rumahnya, ia berada di depan dengan posisi duduk dan bersandar pada dinding. Sembari memegang tongkat dengan erat, seakan ia hendak menyera
Hidup bergantung pada apa yang dimiliki. Setiap waktu yang terbuang 'kan mewujudkan suatu kejadian entah itu dapat diperkirakan atau tidak. Kini Wu Shi mengenggam bukti hidup yang akan mengubah nasib ke depannya. Sementara para pembunuh yang setiap waktunya muncul satu persatu entah dari arah mana, terdiam bingung dengan perasaan jengkel terhadap Wu Shi. Bagaimana tidak jengkel jika melihat sosok Wu Shi mencoba untuk menyelamatkan seorang pembunuh. Daripada disebut sebagai orang baik, Wu Shi dianggap menjijikan. "Kenapa dia malah menyelamatkan orang yang ingin membunuhnya? Apa dia sudah tidak waras ataukah dia buta?" Salah satu pembunuh mencibir. "Ha, baru kali pertama aku melihat orang seperti dia. Memang benar dia membutuhkan informasi tapi kalau sampai menyelamatkan nyawanya hanya untuk itu maka akan sulit dipercaya bahwa dia orang baik." "Kau pikir kita semua di sini untuk apa? Fokus saja pada target kita."Pada akhirnya pembunuh tetaplah pembunuh, mereka takkan melepas target
Ancaman demi ancaman terus bermunculan. Wu Shi berniat untuk mengorek informasi lebih lanjut. Namun akan tetapi sedikit informasi saja rasanya sangat sulit didapatkan."Pria bertopeng itu yang mengendalikan kelompok itu.""Baiklah. Aku sangat berterima kasih padamu.""Ah, tidak. Ini bukan apa-apa. Lalu apa yang Anda lakukan mulai sekarang?""Untuk sekarang ...aku tidak tahu. Bodoh jika aku langsung menyerang. Kekuatanku saja tidaklah sebanding dengannya maka aku akan jatuh lebih cepat.""Ya, Anda benar." Bruk!Pria itu tiba-tiba saja menundukkan kepala dan berlutut tepat di hadapan Wu Shi. Ia merasa sangat berterima kasih pada Wu Shi yang telah memberinya kesempatan untuk hidup. "Saya sangat berterima kasih pada Tuan Wu Shi yang telah membebaskan saya dari orang itu.""Jangan dipikirkan. Sebagai ganti dari aku membantumu dan keluargamu di sana, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Bisa?" sahut Wu Shi, acuh dengan penghormatan pria itu."Tentu saja bisa. Says akan membantu Anda
Aura yang begitu tenang seperti air mengalir. Ketenangan yang perlahan hanyut seakan Wu Shi menyatu dengan alam sekitar. Rasanya begitu tenang, dingin dan sunyi. Perasaan yang seolah tidak memiliki beban apa pun. Ketika petani yang tidak dikenal namanya ini membantu Wu Shi, Wu Shi pun merasa seolah semua hal bisa ia lakukan dengan mudah. "Ternyata begini ya rasanya mengandalkan seseorang?""Ya?""Tidak. Aku perlu waktu untuk mempercayai dirimu. Karena itu aku apa pun yang aku katakan hanyalah lanturan saja," tukas Wu Shi. Hati kecilnya berkata orang ini bisa dipercaya tapi ia tidak bisa percaya lagi. Dan pada akhirnya ucapan Hao Yun ada benarnya. Bahwa tak seharusnya Wu Shi mudah percaya begitu saja."Ha, ini membuatku dilema. Namun yang ada di dalam sini membuatku tenang," kata Wu Shi sembari memegang dadanya, di mana jantungnya berdetak dengan irama tertentu."Hei, tadi kau bilang aku ini orang baik. Apa maksudmu?" tanya Wu Shi kemudian."Kamu bernegosiasi dengan orang yang hampi
Di berbagai belahan dunia pun, tak semua orang itu baik atau jahat. Semua dari mereka memiliki sifat itu tergantung situasi atau kejadian yang terjadi pada mereka. Wu Shi sendiri pun termasuk. Memaafkan atau dimaafkan, itu menjadi hal yang lumrah namun tak banyak orang bisa melakukannya. Apalagi jika terikat dengan dendam, maka mungkin kehancuran akan menanti mereka. Saat Wu Shi sadar betapa mengerikannya sebuah dendam, ia jadi berpikir panjang dan memilih untuk tidak membunuh siapa pun sebelum semuanya menjadi jelas.Kadangkala ia bingung, apakah tindakannya ini benar atau salah. Tongkat yang tumpul, tidak memiliki ujung yang tajam. Sulit membunuh seseorang dengan tongkat ini, bahkan tongkat ini sendiri pun akan menahan tindakan keji Wu Shi terhadap seseorang. "Inilah alasanku memilih tongkat. Apalagi meski di masa depan aku memilih mengenggam pedang, pada akhirnya aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan senjata itu. Tapi sekarang berbeda." Klang!Ujung tongkat berdentang berat, sua
Mendapati dirinya terombang-ambing, Wu Shi mengangkat tangannya ke atas dan berharap pertolongan akan datang. Sesosok pria berpostur tubuh besar datang mendekati. "Kau ...tolong aku. Aku tidak kuat lagi," ucap Wu Shi. "Tidak bisa.""Kenapa? Apa kau berniat membunuhku?" Ia bertanya dengan setengah sadar."Mana mungkin aku begitu, Tuan. Ini sebuah ujian."Sayup-sayup ia melihat dan mendengar suara petani. Mengenai ujian yang sama sekali tidak membuat Wu Shi tertarik, mengapa harus diutarakan saat ini juga?"Ujian?""Ya. Mohon tunggu sebentar. Aku pun yakin semua akan berjalan lancar.""Ujian katamu. Aku memang memikirkannya tapi tak berniat mengerjakannya."Petani itu tidak menjawabnya sama sekali. Ia diam sembari memejamkan mata dan melihat Wu Shi yang perlahan tenggelam dalam lava dan api yang terbakar. Bukan air sungai yang mengalir, melainkan muntahan gunung yang tersebar di sekitar. Wu Shi dapat bertahan di sana dalam kondisi tak sadar apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia se
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit