Beranda / Pendekar / Pendekar Bertongkat Menuju Puncak / Bab 16. Kekuatan Tak Terkendali

Share

Bab 16. Kekuatan Tak Terkendali

Penulis: Ndaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ancaman demi ancaman terus bermunculan. Wu Shi berniat untuk mengorek informasi lebih lanjut. Namun akan tetapi sedikit informasi saja rasanya sangat sulit didapatkan.

"Pria bertopeng itu yang mengendalikan kelompok itu."

"Baiklah. Aku sangat berterima kasih padamu."

"Ah, tidak. Ini bukan apa-apa. Lalu apa yang Anda lakukan mulai sekarang?"

"Untuk sekarang ...aku tidak tahu. Bodoh jika aku langsung menyerang. Kekuatanku saja tidaklah sebanding dengannya maka aku akan jatuh lebih cepat."

"Ya, Anda benar."

Bruk!

Pria itu tiba-tiba saja menundukkan kepala dan berlutut tepat di hadapan Wu Shi. Ia merasa sangat berterima kasih pada Wu Shi yang telah memberinya kesempatan untuk hidup.

"Saya sangat berterima kasih pada Tuan Wu Shi yang telah membebaskan saya dari orang itu."

"Jangan dipikirkan. Sebagai ganti dari aku membantumu dan keluargamu di sana, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. Bisa?" sahut Wu Shi, acuh dengan penghormatan pria itu.

"Tentu saja bisa. Says akan membantu Anda
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 17. Simpati

    Aura yang begitu tenang seperti air mengalir. Ketenangan yang perlahan hanyut seakan Wu Shi menyatu dengan alam sekitar. Rasanya begitu tenang, dingin dan sunyi. Perasaan yang seolah tidak memiliki beban apa pun. Ketika petani yang tidak dikenal namanya ini membantu Wu Shi, Wu Shi pun merasa seolah semua hal bisa ia lakukan dengan mudah. "Ternyata begini ya rasanya mengandalkan seseorang?""Ya?""Tidak. Aku perlu waktu untuk mempercayai dirimu. Karena itu aku apa pun yang aku katakan hanyalah lanturan saja," tukas Wu Shi. Hati kecilnya berkata orang ini bisa dipercaya tapi ia tidak bisa percaya lagi. Dan pada akhirnya ucapan Hao Yun ada benarnya. Bahwa tak seharusnya Wu Shi mudah percaya begitu saja."Ha, ini membuatku dilema. Namun yang ada di dalam sini membuatku tenang," kata Wu Shi sembari memegang dadanya, di mana jantungnya berdetak dengan irama tertentu."Hei, tadi kau bilang aku ini orang baik. Apa maksudmu?" tanya Wu Shi kemudian."Kamu bernegosiasi dengan orang yang hampi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 18. Jeritan Halusinasi

    Di berbagai belahan dunia pun, tak semua orang itu baik atau jahat. Semua dari mereka memiliki sifat itu tergantung situasi atau kejadian yang terjadi pada mereka. Wu Shi sendiri pun termasuk. Memaafkan atau dimaafkan, itu menjadi hal yang lumrah namun tak banyak orang bisa melakukannya. Apalagi jika terikat dengan dendam, maka mungkin kehancuran akan menanti mereka. Saat Wu Shi sadar betapa mengerikannya sebuah dendam, ia jadi berpikir panjang dan memilih untuk tidak membunuh siapa pun sebelum semuanya menjadi jelas.Kadangkala ia bingung, apakah tindakannya ini benar atau salah. Tongkat yang tumpul, tidak memiliki ujung yang tajam. Sulit membunuh seseorang dengan tongkat ini, bahkan tongkat ini sendiri pun akan menahan tindakan keji Wu Shi terhadap seseorang. "Inilah alasanku memilih tongkat. Apalagi meski di masa depan aku memilih mengenggam pedang, pada akhirnya aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan senjata itu. Tapi sekarang berbeda." Klang!Ujung tongkat berdentang berat, sua

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 19. Gua Iblis

    Mendapati dirinya terombang-ambing, Wu Shi mengangkat tangannya ke atas dan berharap pertolongan akan datang. Sesosok pria berpostur tubuh besar datang mendekati. "Kau ...tolong aku. Aku tidak kuat lagi," ucap Wu Shi. "Tidak bisa.""Kenapa? Apa kau berniat membunuhku?" Ia bertanya dengan setengah sadar."Mana mungkin aku begitu, Tuan. Ini sebuah ujian."Sayup-sayup ia melihat dan mendengar suara petani. Mengenai ujian yang sama sekali tidak membuat Wu Shi tertarik, mengapa harus diutarakan saat ini juga?"Ujian?""Ya. Mohon tunggu sebentar. Aku pun yakin semua akan berjalan lancar.""Ujian katamu. Aku memang memikirkannya tapi tak berniat mengerjakannya."Petani itu tidak menjawabnya sama sekali. Ia diam sembari memejamkan mata dan melihat Wu Shi yang perlahan tenggelam dalam lava dan api yang terbakar. Bukan air sungai yang mengalir, melainkan muntahan gunung yang tersebar di sekitar. Wu Shi dapat bertahan di sana dalam kondisi tak sadar apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 20. Musuh Di Masa Depan

    Jika berjumpa dengan seseorang yang akan membunuhnya, tentu saja Wu Shi akan naik pitam. Ia tak mau kehancurannya akan datang secepat ini. Wu Shi harus bertindak lebih cepat, itulah yang ia pikirkan saat bertemu pandang dengan sesosok lelaki yang memiliki luka di sebelah matanya.Di satu sisi, lelaki yang juga sadar ada tatapan membunuh, ketika ia berbalik badan, ia pun langsung menemukan orangnya. Berpikir bahwa Wu Shi adalah musuh, baik lelaki itu maupun Wu Shi, keduanya langsung mengangkat senjata."Tuan?"Tap!Hentakkan langkah kaki yang kuat, menghempas debu dengan angin di kakinya. Wu Shi dan lelaki itu kini mulai beradu pedang dengan saling mengeluarkan hawa membunuh. Penjaga Jang, atau bahkan orang-orang lainnya tercengang akan pertarungan yang terjadi di dekat mereka. Sontak mereka semua lekas menghindari jangkauan mereka agar tidak terkena serangan atau bahkan terlibat oleh kedua pendekar itu."Tongkat? Bukan tombak?" gumam lelaki itu bingung."Aku akan membunuhmu!" seru Wu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 21. Calon Pertama dan Ketiga

    Semenjak kembali ke masa lalu, garis waktu ini sudah berbeda dari garis waktu aslinya. Awalnya Wu Shi berpikir, setiap kejadian takkan berubah selama Wu Shi tidak mengubahnya. Namun kemudian ia sadar setelah berusaha bertemu dengan Guru Ming Hao di malam itu. Pertemuannya mengubah kondisi Ming Hao dari menghilang menjadi mati. Wu Shi menyalahkan diri sendiri tapi ia sadar bahwa itu tidak ada gunanya. Mungkin saja di garis waktu sebelumnya, Ming Hao juga tewas tapi berita itu diubah oleh pengkhianat.Kemudian, salah satu perubahan terbesarnya adalah, hukuman pengasingan Wu Shi. Ia yang dulunya tak tahu apa-apa, sekarang sudah berbeda. Kini ia sudah mengetahui apa rencana pemimpin kultus yang sebenarnya. Dengan mengadakan ujian pada para calon pewaris maka suatu saat kultus akan terselamatkan. Dalih hukuman pengasingan, ujian tersebut diadakan diam-diam. Hasilnya, sudah 3 orang yang telah menjalani ujian itu, salah satunya adalah Wu Shi. Lalu,"Hei, apa kau mengenali orang itu?" tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 22. Pertarungan Harga Diri

    Tak ada seorang pun yang berniat menghentikan mereka berdua yang mulai mengangkat senjata masing-masing. Di tempat yang berada di halaman belakang distrik, cukup luas dan sangat terbuka tanpa adanya satu pun halangan seperti pepohonan atau sejenisnya. Baik Zhu Jiancheng maupun Wu Shi, keduanya ingin membuktikan diri di pertarungan ini bahwa mereka itu kuat dan tidaklah lemah seperti yang diduga. "Jika kau mati, ah, tidak. Aku berjanji tidak akan membunuhmu karena aku merasa kasihan dengan keluargamu. Lalu jika kau cacat karena diriku, tak perlu khawatir karena aku akan bertanggung jawab sepenuhnya pada bocah sepertimu.""Bicaramu terlalu panjang. Mau kau ingin tanggung jawab atau tidak, aku tidak peduli. Lagi pula aku yang menantangmu.""Baiklah. Aku Zhu Jiancheng. Calon pewaris pertama.""Aku Wu Shi, calon pewaris ketiga." Meski sebenarnya Wu Shi enggan mengatakan posisinya saat ini, karena merasa benar-benar ingin menjalani ujian."Ketiga 'kah? Kupikir yang kedua.""Tidak perlu be

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 23. Wujud Tersembunyi Zhu

    Kurang pengalaman, tidak mengenggam senjata berbilah tajam. Kuda-kuda yang sudah mantap seolah ribuan berlatih dan bertarung, tatapan mata yang siap membunuh dan dibunuh. Semua hal itu dimiliki oleh seorang lelaki yang jauh lebih muda darinya, Wu Shi. Saat mengetahui itu, Zhu Jiancheng menggertakkan gigi gerahamnya seraya berdecak kesal lantaran harga dirinya jatuh karena dikalahkan oleh seorang pemuda itu. "Tidak bisa dibiarkan." Zhu mengepalkan sebelah tangan, lantas beranjak dari tepian ranjang, ia memutuskan untuk pergi menuju ke suatu tempat yang tak jauh dari tempat penginapannya."Anda ingin ke mana?" Penjaganya yang berada di luar kamar bertanya.Zhu Jiancheng menjawab, "Aku akan pergi sebentar. Jangan ikuti aku."Tempat yang ia datangi tak lain dan tak bukan adalah kamar Wu Shi.***Tidur begitu pulas setelah melakukan banyak hal, Wu Shi perlahan membuka kedua matanya saat sadar ada sesuatu yang dingin menyentuh lehernya. "Kau memang kurang pengalaman, Wu Shi. Jika aku se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 24. Sisi Gelap, Masa Lalu Zhu

    "Kenapa tidak?""Sudahlah. Percayakan saja padaku. Aku akan membantunya sadar kembali, jadi kau bisa tunggu di kejauhan sambil bersorak akan pertandingan yang sebentar lagi akan dimulai.""Pertandingan?"Sesuai ucapan Wu Shi, ia berniat membantu Zhu Jiancheng untuk kembali sadar. Tapi ia juga berbuat menjadikan Zhu sebagai lawan latihannya guna memaksimalkan teknik-teknik kuat yang baru saja ia pelajari dari buku bela diri.Kali ini berada di bawah wilayah luar distrik. Karena sudah sangat malam, maka takkan ada yang menganggu bahkan melihat mereka berdua. Terlebih akan sangat malu bagi Zhu Jiancheng yang aibnya terbuka di depan umum."Aku prihatin padamu, saudaraku. Roh jahat merasukimu, dan ini terlihat seperti teknik terlarang namun tidak sempurna. Tenang saja, aku akan membantu. Karena itu lawanlah aku sekuat tenaga."Tak!Ujung tongkat bagian bawah dihentakkan, membuat suara sedikit keras dan Zhu Jiancheng yang dalam kondisi tidak waras ini pun melirik ke arah suara yang keras.I

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bagian Penutup

    Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 122. Puncak Di Atas

    Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 121. Wajah Di Balik Topeng

    Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 120. Beradu Di Badai Salju

    Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 119. Li Menjadi Musuh

    Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 118. Pihak Sekutu II

    Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 117. Pihak Sekutu I

    Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 116. Boneka Kayu

    Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba

  • Pendekar Bertongkat Menuju Puncak   Bab 115. Tertipu

    Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit

DMCA.com Protection Status