"Kakak?" Tanpa sadar Zhu memanggilnya kakak, lantaran pandangannya yang agak berbayang membuat ia melihat sosok kakak perempuan di dalam diri Wu Shi."Oh, astaga. Apa yang terjadi?"Sesaat setelah air mata mengalir, darah segar pun ikut mengalir keluar dari matanya. Perlahan wujud Zhu bagaikan seekor mahluk buas telah kembali ke bentuk aslinya, manusia. "Ingatan apa ini?" gumam Zhu Jiancheng seraya memegang kepala dengan mata terpejam. Ingatan yang mengalir dalam benak Zhu Jiancheng bukanlah ingatan miliknya melainkan milik Wu Shi. Seperti bertukar pikiran dan ingatan. Itulah yang terjadi pada mereka berdua. Duk!Zhu terduduk di dekat Wu Shi yang sampai saat ini masih terbaring lemas. Beberapa kali ia melirik ke arah kanan dan kiri secara bergantian, lantaran bingung dengan suatu ingatan di dalam kepalanya."Hei, Wu Shi. Apa ini ingatanmu?" Ia kemudian sadar setelah mendapati Wu Shi terdiam. Wu Shi tidak menjawab sepatah kata pun, lantas bangkit dari tanah dan lekas pergi menjauh
Setelah berbicara sedikit dengan Zhu Jiancheng. Keduanya kembali ke penginapan. Bersama para penjaga dan juga An, mereka semua berada di kamar Wu Shi dengan satu lilin saja di bagian tengah meja."Pertama-tama, aku ingin bertanya mengenai asal-usul keluargamu?""Maksudmu tentang aku yang adalah keturunan....,""Tidak. Kesampingkan itu." Wu Shi mengangkat telapak tangannya. "Keluargamu saat ini masih ada atau tidak?""Tidak. Kejadian yang kau lihat saat itu adalah hal terakhir yang kupunya tentang keluargaku.""Ah begitu rupanya."Keluarga Zhu Jiancheng sudah lama lenyap, bersamaan dengan sosok kakak perempuan yang ada di ingatan terakhir Zhu Jiancheng. Ingatan yang terburuk."Hidupmu sungguh tidak beruntung. Kalau begitu, aku boleh bertanya tentang kelompok itu?""Boleh saja. Lagi pula kita sudah bersepakat untuk saling membagi informasi. Lalu, apa ada hal yang ingin kau ketahui?""Wajah mereka.""Tidak. Sayang sekali tidak. Aku tidak melihat wajah mereka yang tertutup.""Hm, kalau be
"Kau mau apa dengan dia?""Aku sedang mencari informasi." Seperti yang pernah ia lakukan dengan Zhu, Wu Shi berharap dapat melihat ingatan pria dengan wajah terbakar ini. Tapi ia tidak bisa melihat apa-apa lagi, selain mendengar permohonan ampunnya pada Wu Shi. "Aku mohon, lepaskan. Aku mohon, aku tidak mau mati. Tolong. Aku berjanji tidak akan mengincarmu.""Mulutmu masih bisa bicara ya? Kalau begitu, katakan siapa tuanmu itu?" Zhu, Para penjaga dan An merasa bahwa tindakan Wu Shi yang tidak membunuh mereka secara langsung adalah yang paling sadis.Telapak tangan yang memegang kepala pria ini, terasa begitu kuat dan padat. Pria yang adalah pembunuh ini justru merasa terintimidasi setelah apa yang coba Wu Shi lakukan saat ini. "Katakan, siapa tuanmu?""Tuanku, tuanku yang memiliki kekuatan agung. Tuanku—""Aku sedang bertanya padamu, jadi jawablah jika tidak ingin lehermu putus," ancam Wu Shi serius, namun wajahnya terlihat sangat datar seolah tak benar-benar serius melakukan itu
Aura pekat itu muncul dan dapat dirasakan oleh mereka, seakan ini peringatan darinya. Sosok musuh yang mengenakan topeng itu memang tidak menunjukkan jati dirinya sama sekali, justru sering ditutup-tutupi. Mengenai itu, Zhu Jiancheng merasa bahwa roh jahat yang merasukinya itu memiliki aura yang mirip dengan pria itu. Teknik terlarang, teknik berkultivasi dengan iblis, itulah jawabannya. Karena kejadian semalam, yang membuat kamar penginapan itu dipenuhi dengan banyaknya mayat, maka mau tak mau mereka harus segera pergi dari sini. Tetapi, ketika fajar telah tiba lebih cepat dari dugaan, Wu Shi kehilangan benda berharganya. Setelah menemukan benda itu kembali, ia dicegat oleh seorang wanita yang awalnya wanita ini terus menggoda Wu Shi agar mau membawanya ikut berpergian. Namun wanita ini ternyata hanya pandai bersandiwara, sebab wanita tersebut berniat untuk membunuh Wu Shi. "Rayuanmu itu tidak mempan.""Wah, tak kusangka pendekar seperti dirimu tidak mempan dengan cara ini.""Apa
Kejadian itu tak terduga, di mana ada salah satu dari pengikut Zhu Jiancheng yang sepertinya karena terpengaruh minuman tersebut, ia jadi linglung dan mengatakan semua yang pernah dipendamnya. Alhasil, pertengkaran pun tak terhindarkan. "Tuan Zhu Jiancheng memang payah, bisa-bisanya dia tunduk pada Tuan yang lebih muda? Ahahaha! Mungkin tidak seharusnya aku mengikuti orang seperti itu." Wajahnya memerah, cangkir kecil yang masih berada dalam genggamannya itu hendak ia tenggak lagi setelah dituangkan kembali. Lalu ia berjalan menghampiri meja, tempat di mana Wu Shi berada. Sembari melingkarkan lengan ke pundak Wu Shi, pria itu berkata, "Tuan Wu Shi, mulai saat ini aku adalah pengikutmu."Sementara Zhu Jiancheng, ia geram. Dan karena tidak bisa mengendalikan emosi karena semua ucapan pria itu, hasilnya ia pun melampiaskan amarah."Kau minta dihajar ya?" Zhu Jiancheng menarik kerah pakaiannya sambil menatap sengit. "Silahkan saja jika Anda bisa." Bukannya merendah justru melunjak."R
Apa pun yang berada di dalam minuman itu, tampaknya membuat Wu Shi terus mengamuk. Padahal jika dilihat lainnya tidak mengamuk seperti Wu Shi, kebanyakan dari mereka yang meminum itu hanya tumbang saja. Sementara Wu Shi tidak. "Tuan Wu Shi," ucapnya memanggil."Kenapa kau?"Bukan An yang memanggil melainkan orang lain yang ada di dalam diri Wu Shi saat ini. Berulang kali seseorang itu memanggil nama lengkapnya, tapi seberapa keras usahanya untuk mencari, ia tetap tidak menemukan siapa sebenarnya yang memanggil dirinya itu."Siapa? Di mana?" Wu Shi berteriak, dan melirik ke segala arah demi menemukan orang itu."Kau tidak perlu mencariku, tetaplah mendengarkan setiap ucapanku maka kau akan selamat, Tuan Wu Shi. Aku jamin itu.""Dasar! Aku benar-benar jadi tidak waras! Sebenarnya apa yang aku dengar ini? Kenapa banyak sekali pemikiran negatif setelah aku meminum itu?"Wu Shi berdecak kesal, ia lantas berjalan beberapa langkah menjauhi para wanita dan An. Pikirannya semakin lama semakin
Pahatan kayu yang dibentuk semirip mungkin dengan seekor kelinci. Meski ukurannya begitu kecil, Wu Shi amat menyayangi benda itu. Lantaran benda itu adalah satu-satunya harapan bagi Wu Shi untuk mengingatkan ia pada seseorang terkasih. "Apa yang kamu pakai itu?" "Oh ini, jepit rambut. Bentuknya hewan kelinci dan aku menyukainya meski bentuk ini kekanak-kanakan." Suara lembut kan menenangkan, senyum khas dengan bibir tipis dan gigi berseri. Lihat betapa ia sangat senangnya ketika mengenakan jepit itu.Sesosok perempuan berambut panjang, yang menyukai jepitan itu adalah sosok istri Wu Shi. Karena mengingat hal tersebut, Wu Shi pun membuatkan bentuk yang sama dari kayu yang dipahat. "Aku tidak mungkin melupakanmu. Karena dirimu lah aku bisa berjuang seperti ini."Kesadaran Wu Shi kembali, entah ini kebetulan atau mungkin sebuah keajaiban. Wu Shi tersenyum senang saat mengingat kenangan baiknya terhadap wanita yang dicintai.Drap! Drap! Wu Shi melangkah cepat, ia berlari meninggalkan
Wu Shi terbangun, saat ini pun pandangannya dirasa masih berkabut. Namun secara perlahan ia mulai beradaptasi dengan cahaya di sekitar serta merasakan betapa hangatnya sinar mentari yang menembus kaca jendela di dekatnya."Tuan sudah terbangun?" Melihat adanya seorang wanita yang tersenyum kemudian mengulurkan tangan, seperti akan menyentuh dahi Wu Shi. Sontak saja Wu Shi terkejut. Plak!Sembari menepis tangannya, Wu Shi mengubah posisinya yang dari berbaring menjadi duduk. Ekspresi Wu Shi terlihat sangat kesal. "Menyingkirlah dariku," ketus Wu Shi mengusir dengan tatapan tajam.Wu Shi berada di sebuah ruangan yang cukup besar. Bahkan ranjang tidur yang ia tempati pun sangat luas nan empuk. Wu Shi terlalu nyaman tidur di sini, sampai tak sadar hari telah berganti. "Tuan, lebih baik berbaring saja. Meskipun sudah kembali pagi, Tuan Penjaga sudah meloloskan ujian ini.""Aku bilang menyingkir dariku. Aku tidak mau ditemani oleh wanita yang bukan siapa-siapaku. Jadi aku memohon padamu
Tiada akhir dalam suatu kejadian bilamana kejadian itu tidak dianggap ada. Berbagai kata mutiara pun tak sanggup diungkapkan, lantaran orang-orang di sana saja lah yang turut merasakan kejadian itu benar-benar ada. Sosok pria berusia matang, memiliki satu-satunya istri cantik dan pemberani—Chang Juan. Kini ia menjadi seorang pemimpin di sebuah kultus putih, salah satu kultus besar di negeri. Berjalan pelan dengan tongkat yang ia genggam sepanjang hari hingga tangannya mengapal, sesaat memori di mana ia masih masa kanak-kanak terbayang kembali dalam benaknya yang tengah merasa bosan itu. "Nian, kemarilah." Ayahnya yang berparas tergolong biasa saja itu memanggil putranya dengan manja. Sosok anak lelaki yang tidak lain adalah Wu Shi pun mendekat dan bertanya ada urusan apa sehingga sang Ayah memanggil. Ternyata Wu Chen sedang mengasah bilah di balik tongkatnya yang berat. "Itu ... milik siapa Ayah?" tanya Wu Shi penasaran.Lantas sang Ayah pun menjawab dengan ekspresi senang, "Kela
Teknik terlarang adalah hal tabu bagi seorang pendekar yang mencoreng pedang itu sendiri. Lan San yang merupakan pria bertopeng adalah pengguna teknik terlarang pertama dan ia membuat sebagian besar murid menjadi pengguna teknik terlarang begitu pula dengan Ayah Wu Shi, Wu Chen yang selama ini tidak pernah membicarakan tentang penyakitnya. Lalu di tengah pertarungan dalam badai salju yang juga menerbangkan hujan darah itu, terlihat Chang Juan yang merupakan calon istri Wu Shi datang menghampiri dengan tubuh yang hampir terlahap inti teknik terlarang. Selang beberapa detik usai Lan San membesarkan api yang entah dari mana ia dapatkan, Chang Juan tumbang di tempat. Tahu bahwa teknik terlarang mereka saling terhubung yang mana itu berarti sama saja seperti mengirim nyawa Chang Juan sebagai bahan bakar energi dalam pada Lan San, Wu Shi dilahap oleh amarah besar. Sebuah emosi yang tak memikirkan siapa musuh dan rekan, beruntungnya hanya Lan San seorang yang berada dekat dengannya sehing
Perang yang tidak diharapakan telah terjadi, tak sedikit memakan korban, sejumlah orang diibaratkan mengidap penyakit saat teknik terlarang yang merupakan hal tabu ada pada tubuh mereka. Seakan telah menjamur, hal tersebut membuat jatuh sakit orang-orang itu namun berkat kemampuan Wu Shi yang tak terduga, ia dapat menyerap inti teknik terlarang itu. Sekalipun itu juga akan merugikan bagi dirinya sendiri. Perang kini sudah melebihi batas sewajarnya, adapun seorang pria bertopeng bersikukuh ingin menghabisi Wu Shi di tangan para anak buahnya namun karena hal itu sulit dilakukan, hingga akhirnya ia sengaja menunjukkan diri. Keduanya pun saling beradu senjata, bilah senjata yang terlihat sama namun milik Wu Shi jauh lebih kuat dari milik pria bertopeng. Sementara itu Hao Yun terlihat setengah sadar dengan rambut acak-acakan, ia memiliki napas berat seraya setengah terbaring di tempat sambil memegang pedangnya. Di sekelilingnya tidak ada lagi pendekar yang tersisa, kecuali ia seorang. L
Serangan yang dimiliki oleh pria bertopeng benar-benar tak terukur. Sekalipun keduanya saling melancarkan serangan telak di awal, pria itu nyaris bukan tandingan Wu Shi. Tetapi roh leluhur yang berada dalam pedang di pinggangnya saat itu mengatakan sesuatu bahwasanya Wu Shi bisa melampaui orang itu. "Jangan takut. Kelemahanmu itu hanya terlalu ketakutan. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan?" Roh leluhur bertanya-tanya. "Aku juga tidak tahu."Setiap manusia mempunyai kelemahan masing-masing. Tak terkecuali dengan Wu Shi ataupun pria bertopeng itu.Setelah sabetan pedang bagaikan sabit bulan terpancar, Wu Shi yang berada di bawah kaki pegunungan kini hanya berbaring sembari mengatur napasnya kembali. Tongkat masih berada dalam genggaman lengan kanannya namun ia sedang gemetar. "Apa aku sedang takut? Atau kedinginan?" Wu Shi sendiri saja bingung perkara tubuhnya sendiri."Bangun, Wu Shi!" "Baiklah, aku mengerti." Baru saja ia bangkit dari tumpukan salju, badai yang belum juga be
Menghadapai musuh tak terduga adalah sebuah bencana. Itulah yang dirasakan oleh Hao Yun si ahli racun. Pedang akan segera berkarat bila angin bersalju terus berhembus seperti ini. Sekujur tubuh Hao Yun bergetar, sedikit demi sedikit ia melangkah mundur dengan ragu. Berpikir, "Kenapa Guru Li bisa menjadi seperti ini? Yang aku tahu dia menghilang tapi begitu bertemu malah jadi musuh." Hao Yun tidak begitu memahami kejadian kali ini. Guru Li yang ada di hadapan adalah musuhnya, seharusnya ia langsung menyerang namun Hao Yun ragu. "Jika Wu Shi melihat ini, maka mungkin dia akan menjadi tak terkendali lagi. Obat yang aku berikan juga hanya bisa menahannya sebentar," tutur Hao Yun. "Lindungi Tuan Hao Yun!" seru para pendekar yang mendukungnya, mereka menyerang secara serentak dan membiarkan Hao Yun tetap berdiri dalam perlindungan mereka. "Jangan gegabah! Orang itu Guru Li! Pendekar Tongkat Menara yang hilang!" jerit Hao Yun. ***Di suatu tempat, bangunan utama kultus putih di puncak
Berkumpul di sebuah paviliun yang sudah lama tidak digunakan, tiba- tiba serangan datang tak terduga dari atas. Langit-langit paviliun terbuka lebar, badai salju langsung menghantam semua yang ada di sana. "Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?" "Serangan musuh! Semuanya mawas diri!" Tak pernah disangka musuh akan datang begitu heboh. Sesosok lekaki muncul di antara mereka dengan wajah tak terlihat. Wajahnya tertutup rambut panjang pria itu sendiri. Entah siapa namun gaya berpedangnya sungguh luar biasa dan tak masuk akal. Seketika semua murid-murid di sana terbangun, mereka lekas beranjak dari ranjang masing-masing dan segera menyingkir dari pria itu. Shi Zhuang mengamankannya dan segera menggiring para murid tuk turun ke bawah. "Bertahanlah dalam badai salju! Turun dan cepat cari perlindungan!" teriak Shi Zhuang. Mereka semua lekas berbondong-bondong turun ke bawah. Beruntungnya pria itu tidak mengingat mereka, justru mengincar salah seorang pendekar yang merupakan keturunan ta
Pertarungan sekelompok kecil menyerbu ketiga saudara dalam ruang sempit, tiap permukaan lantai yang beku membuat goresan tiap goresan dari langkah kaki yang berat. Sabetan pedang diarahkan, serangan demi serangan dilayangkan pada ketiga saudara yang kalah jumlah itu. Trang!!!Hingga ketika salah seorang telah beradu senjata dengan Wu Shi. Orang itu sempat mengatakan sesuatu padanya."Tuan, saya harap dapat mengerti. Maafkan saya," ucap pendekar yang ada di depan mata. Karena mendengar ucapannya membuat Wu Shi sedikit lengah, ia terdorong beberapa langkah ke samping dan orang itu mengambil kesempatan ini untuk menyerang secara vertikal. Terlihat sekilas pria itu memutar gagang pedang, membalikkan ujung menjadi punggung pedang yang digunakan tuk menyerang Wu Shi. "Maaf." Sekali lagi ia berucap. "Apa yang—!"Tepat di atas luka yang sama, hal tersebut membuat Wu Shi kehilangan keseimbangan hingga menghantam dinding yang terasa semakin tipis hingga rusak kemudian. "Aku akan terhempas
Amarah dan ujaran kebencian dilontarkan terang-terangan. Wu Shi yang berusaha sekuat tenaga justru dipermainkan hingga jadi sekonyol ini. Musuh belum ia habisi dengan tangan sendiri, dan sekarang justru terluka di bagian pinggang yang cukup fatal baginya. "Ugh, dia mengincar pinggangku. Pasti dia berniat melumpuhkan diriku," pikir Wu Shi. "Memang aneh. Padahal kau adalah musuhnya, tapi mengapa dia tidak berniat membunuhmu?" Roh leluhur pendekar pun berpikiran hal sama. "Mungkinkah dia menginginkan sesuatu ..."Hening sesaat setelah salah seorang lainnya menyerang, tak terlihat kedua orang berjubah itu akan menyerang namun hanya menatapnya dari kejauhan. Ruang pertemuan sepenuhnya dirusak, banyak barang-barang yang tergores akibat sabetan pedang. "Tidak ada jawaban?""Dia mungkin hanya memantau." "Untuk apa pula?""Mana aku tahu. Dia memiliki sifat berbeda dari musuhku di masa lampau." Dak!Berat pada tongkat menghantam ke arah bawah, sempat berdengung sesaat, getaran pada tomba
Hao Yun mengaku dirinya sedang tersesat sehingga tak sadar sudah jalan sampai ke bagian depan kultus. Sepanjang perjalanan ini, tiada keanehan apa pun lagi selain yang bearusan dilawan oleh Wu Shi. "Kakak Zhu belum kemari?""Aku tidak tahu soal itu."Lukisan yang terpajang tepat di dinding bagian dalam, di mana lukisan itu akan terlihat jelas di depan mata saat memasuki kultus ini, terlihat seolah sedang menyambut mereka. Lukisan mahluk berkaki empat kecil dengan sisik dan berkepala besar, yakni seekor naga kembar. Sekilas terasa menyeramkan."Apa karena barusan bertemu dengan bayangannya dia saja ya?" pikir Wu Shi yang merasa aneh sendiri. "Dari tadi kau sedang apa?" tanya Hao Yun yang melihat Wu Shi menundukkan kepala kebingungan."Tidak. Tidak ada. Aku hanya bingung, kenapa di bagian depan sangat sepi padahal di bagian belakang kau disambut oleh banyak orang.""Ah, benar juga. Itu adalah hal yang paling tidak masuk akal bagiku. Tak kusangka kau juga kepikiran.""Tentu saja. Begit