"Asisten saya sudah mentransfer sejumlah uang yang saya janjikan ke rekeningmu. Saya juga sudah mengurus visa baru untukmu. Kamu bisa meninggalkan negara ini secepatnya."Ozkhan nampak serius berbicara pada seseorang yang dia hubungi satu menit yang lalu. Dia selalu menepati janji pada orang-orang yang bersedia bekerja sama dengannya. Dan kali ini orang suruhannya itu telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentunya, Ozkhan wajib memberikan apresiasi untuk hasil yang maksimal dan memuaskan."Terima kasih, Tuan. Senang bekerja sama dengan Anda. Saya akan pergi malam ini ke tempat yang sangat jauh.""Saya harap kamu tidak meninggalkan jejak.""Pasti. Tidak akan ada yang curiga dengan kematian ibu tiri Anda. Saya bisa menjaminnya.""Bagus." Ozkhan menyeringai mendengarnya, lantas buru-buru mengakhiri pembicaraan sebab ada seseorang yang mendekatinya. "Saya tutup teleponnya."Ozkhan memasukkan ponsel ke saku jas, sambil melirik sang ibu yang sudah berada di sampingnya.Nyonya Jihan m
Sepulang dari kediaman sang mertua, Numa justru tidak langsung kembali ke rumahnya. Malam ini dia benar-benar sedang butuh hiburan karena sikap Ozkhan yang dingin padanya.Numa meminta sopir untuk mengantarnya ke apartemen seseorang yang selama ini menjadi tempat pelampiasannya. Seseorang yang pastinya selalu pandai menghiburnya."Kamu bisa langsung pulang," kata Numa, sambil membuka pintu mobil lalu turun.***"Kamu?" Keenan terpaku mendapati Numa tahu-tahu datang tanpa mengabarinya lebih dulu. Pria itu kebetulan baru saja selesai mandi dan masih mengenakan bathrobe.Aroma sabun menembus penciuman Numa. Wajah segar Keenan yang baru mandi membuat Numa terpesona sejenak. "Boleh aku masuk?" tanyanya."Tentu. Masuklah."Keenan membuka pintu unitnya lebar-lebar—mempersilakan istri Ozkhan itu masuk. Dia mengamati sejenak situasi di lorong tersebut, memastikan tidak ada orang yang melihat Numa mendatanginya. Setelah dirasa aman, Keenan lantas buru-buru menutup pintu unitnya."Kamu sendirian
'Selama ini saya hanya boneka.'Kalimat tersebut tak berhenti terngiang di telinga Shanum sejak hari itu. Ya, Shanum tak mengira jika Ozkhan dengan mudah dan gamblang menceritakan perihal kehidupannya yang tak seindah di mata orang.Ada banyak hal yang dikorbankan demi semua itu. Jabatan, nama besar, uang dan kekuasaan. Atasannya itu rela mengalah dan berjalan sesuai kehendak ayahnya selama ini.Menjalankan peran sebagai putra kedua dan memegang kendali kerjaan bisnis milik sang ayah. Peranan Ozkhan dalam perusahaan hanyalah sebatas kesepakatan sementara. Tuan Baris memanfaatkan kelemahan Ozkhan yakni Nyonya Jihan agar sang anak menerima kesepakatan yang dia tawarkan.Secara hukum Ozkhan tidak bisa mewarisi harta serta kekayaan ayahnya lantaran statusnya yang lahir di luar nikah. Oleh sebab itu ayahnya yang licik dan picik menggunakan kesempatan tersebut untuk menjadikan Ozkhan Direktur sementara lantaran putra tertuanya tidak memiliki skill dalam dunia bisnis.'Pernikahan saya dan Nu
"Bagaimana kabar ibumu, Shanum?" tanya Numa, setelah beberapa waktu lalu Shanum tiba, kemudian duduk di hadapannya.Istri dari Ozkhan itu sengaja menyewa ruang privasi di restoran tersebut, lantaran tidak ingin ada seseorang yang melihat keberadaannya di tempat ini. Terutama orang-orang yang tidak menyukainya."Ibu saya baik-baik saja, Nyonya. Meski masih harus dalam perawatan dan pengawasan," jawab Shanum, dengan nada bicara terbilang santai, kendati dadanya tak berhenti berdebar.Berada di situasi yang sudah menjadi keputusannya, membuat Shanum mau tak mau harus menjalaninya tanpa menimbulkan kecurigaan. Numa adalah istri dari pria yang disukai oleh Shanum."Memang ibumu sakit apa, Shanum? Kenapa membutuhkan pengawasan dan perawatan?" Numa nampak penasaran dengan kondisi ibunya Shanum."Ibu saya menderita demensia, Nyonya. Dan untuk sekarang ibu saya terpaksa saya rawat di panti jompo," ungkap Shanum, yang rautnya mendadak murung.Numa pun buru-buru memegang tangan Shanum yang berad
Ajakan Numa pada Shanum rupanya sungguh-sungguh. Selesai dengan urusan gaun, istri Ozkhan itu membawa Shanum ke rumah.Rumah bergaya klasik Eropa dengan tiga lantai itu membuat Shanum sempat ternganga karena takjub. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki ke rumah pribadi atasannya.'Rumah Tuan Ozkhan indah sekali dan sangat besar.' Shanum membatin sambil melangkah memasuki area pintu utama.Pandangan perempuan itu terus mengedar ke seluruh penjuru rumah bercat putih gading. Ada beberapa pria berjas hitam yang berseliweran di sana. Shanum mengira jika orang-orang tersebut merupakan penjaga yang sedang bertugas."Shanum," tegur Numa."Ya?" Shanum menyudahi ketakjubannya untuk sementara.Di hadapan Shanum saat ini sudah ada dua orang pelayan yang berdiri di depan pintu, yang ukurannya sangat tinggi dan kokoh. Dia mengerjap lantaran seperti sedang disambut di sebuah hotel mewah."Ayo masuk," ajak Numa, memegang sekilas pundak Shanum lalu menuntunnya untuk masuk.Kaki Shanum melangk
'Aku mau yang warna hitam, Bibi.'Sejak saat itu Shanum terus memikirkan Ghul. Menarik kesimpulan jika putri satu-satunya Ozkhan itu mempunyai masalah di penglihatannya."Apa aku berlebihan membuat kesimpulan sendiri? Tapi, bagaimana kalau asumsiku ternyata benar? Ghul benar-benar mengalami masalah di penglihatannya?"Inginnya dia tidak berasumsi berlebihan. Namun, melihat Ghul tadi, Shanum merasa kasihan."Apa Nyonya Numa dan Tuan Ozkhan tahu mengenai kelainan penglihatan Ghul?"Dan kini, Shanum makin penasaran. Bagaimana jika Ozkhan dan Numa tidak tahu menahu mengenai putri mereka? Bukankah hal itu akan merugikan Ghul?Shanum meraup wajah serta membuang napas kasar—merasa frustrasi. Dia sungguh ingin memberi tahu Ozkhan dan Numa, tetapi dia tidak tahu—bagaimana cara mengatakannya. Shanum takut apabila kedua orang itu tidak memercayainya."Apa aku harus memastikannya sekali lagi agar aku tidak dikira bicara omong kosong? Ya. Mungkin aku harus menguji Ghul sekali lagi supaya aku bisa
Tepat pukul dua siang, Shanum tiba di sekolah Ghul. Di saat bersamaan, Ghul keluar dengan diantar oleh salah satu guru.Shanum lantas bergegas berlari menghampiri Ghul. "Ghul!" panggilnya sambil melambaikan tangan.Ghul menyeringai melihat Shanum berlari ke arahnya. "Bibi Shanum!""Dia siapa, Ghul?" tanya guru di sebelah Ghul, karena dia takut jika muridnya dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal."Itu Bibi Shanum, Mis. Sekretaris ayah Ghul," cicit Ghul, dengan raut semringah.Guru perempuan itu tersenyum, dan merasa lega.Shanum sudah berdiri di hadapan Ghul, lantas mengulurkan tangan—memperkenalkan diri. "Saya Shanum. Nyonya Numa meminta saya menjemput Ghul."Guru itu membalas uluran tangan Shanum, sambil tersenyum. "Silakan. Tadi Ghul sudah mengatakan pada saya.""Terima kasih." Shanum melepas jabatan tangan lebih dulu, kemudian membungkuk dan beralih mengulurkan tangan pada Ghul. "Ayo, Ghul. Kita pulang," ajaknya.Ghul menyeringai lebar, lalu menggenggam tangan Shanum. "Ayo Bib
"Tuan Ozkhan...."Sekujur tubuh Shanum menegang, manakala Ozkhan menatapnya penuh tanya dan tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan, pria itu seakan-akan sedang menguliti Shanum. 'Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya pada Tuan Ozkhan.' Shanum membatin cemas, hingga kedua telapak tangannya saling meremas di depan perut dan terasa sangat dingin. Sedingin tatapan Ozkhan. "Ayah." Panggilan Ghul membuat Ozkhan terkesiap, dan segera mengalihkan perhatian pada putrinya yang sedari tadi memeluk lututnya. Ozkhan tersenyum sambil mengusap kepala Ghul, lalu membungkuk untuk mengecup puncak kepala putrinya. "Hai mawarku." Diangkatnya tubuh mungil Ghul ke gendongan lalu menciumi pipinya yang memerah. Ghul terkekeh geli karena bulu-bulu halus di rahang sang ayah mengenai kulitnya. Melihat pemandangan interaksi ayah dan anak di hadapan, membuat hati Shanum menghangat. Tawa Ghul seolah mencairkan suasana yang beberapa waktu lalu menegang. "Ghul!" Suara Numa terdengar dari kejauhan. Bola mat
Berada dalam situasi semacam ini sungguh tak pernah sekalipun terlintas di kepala Shanum. Bayangkan saja, dia dipaksa oleh keadaan untuk satu mobil dengan lelaki yang dia sukai, beserta istri sahnya dan putrinya.Perasaan Shanum campur aduk. Di satu sisi dia canggung setengah mati, di sisi lain dia bisa memandang Ozkhan dari jarak sedekat ini, tetapi tidak bisa dia gapai lantaran ada jarak tak kasat mata yang menghalangi.Kerinduan Shanum terobati, meski dia tidak bisa bebas mengungkapkannya pada Ozkhan. Dengan ini, dia pun bisa melihat dengan jelas—bagaimana interaksi antara atasannya itu dengan istri dan anaknya.Sejauh ini, Shanum berpendapat bahwa sikap Ozkhan lebih hangat pada sang anak ketimbang pada sang istri. Atasannya itu sangat dingin dan datar, padahal Numa sudah berusaha untuk bersikap mesra.Setelah hampir satu jam perjalanan menuju tempat pesta, akhirnya mereka pun tiba. Sopir turun lebih dulu karena dia hendak membukakan pintu untuk Numa. Sementara Ozkhan menyusul turu
"Tuan Ozkhan...."Sekujur tubuh Shanum menegang, manakala Ozkhan menatapnya penuh tanya dan tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan, pria itu seakan-akan sedang menguliti Shanum. 'Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya pada Tuan Ozkhan.' Shanum membatin cemas, hingga kedua telapak tangannya saling meremas di depan perut dan terasa sangat dingin. Sedingin tatapan Ozkhan. "Ayah." Panggilan Ghul membuat Ozkhan terkesiap, dan segera mengalihkan perhatian pada putrinya yang sedari tadi memeluk lututnya. Ozkhan tersenyum sambil mengusap kepala Ghul, lalu membungkuk untuk mengecup puncak kepala putrinya. "Hai mawarku." Diangkatnya tubuh mungil Ghul ke gendongan lalu menciumi pipinya yang memerah. Ghul terkekeh geli karena bulu-bulu halus di rahang sang ayah mengenai kulitnya. Melihat pemandangan interaksi ayah dan anak di hadapan, membuat hati Shanum menghangat. Tawa Ghul seolah mencairkan suasana yang beberapa waktu lalu menegang. "Ghul!" Suara Numa terdengar dari kejauhan. Bola mat
Tepat pukul dua siang, Shanum tiba di sekolah Ghul. Di saat bersamaan, Ghul keluar dengan diantar oleh salah satu guru.Shanum lantas bergegas berlari menghampiri Ghul. "Ghul!" panggilnya sambil melambaikan tangan.Ghul menyeringai melihat Shanum berlari ke arahnya. "Bibi Shanum!""Dia siapa, Ghul?" tanya guru di sebelah Ghul, karena dia takut jika muridnya dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal."Itu Bibi Shanum, Mis. Sekretaris ayah Ghul," cicit Ghul, dengan raut semringah.Guru perempuan itu tersenyum, dan merasa lega.Shanum sudah berdiri di hadapan Ghul, lantas mengulurkan tangan—memperkenalkan diri. "Saya Shanum. Nyonya Numa meminta saya menjemput Ghul."Guru itu membalas uluran tangan Shanum, sambil tersenyum. "Silakan. Tadi Ghul sudah mengatakan pada saya.""Terima kasih." Shanum melepas jabatan tangan lebih dulu, kemudian membungkuk dan beralih mengulurkan tangan pada Ghul. "Ayo, Ghul. Kita pulang," ajaknya.Ghul menyeringai lebar, lalu menggenggam tangan Shanum. "Ayo Bib
'Aku mau yang warna hitam, Bibi.'Sejak saat itu Shanum terus memikirkan Ghul. Menarik kesimpulan jika putri satu-satunya Ozkhan itu mempunyai masalah di penglihatannya."Apa aku berlebihan membuat kesimpulan sendiri? Tapi, bagaimana kalau asumsiku ternyata benar? Ghul benar-benar mengalami masalah di penglihatannya?"Inginnya dia tidak berasumsi berlebihan. Namun, melihat Ghul tadi, Shanum merasa kasihan."Apa Nyonya Numa dan Tuan Ozkhan tahu mengenai kelainan penglihatan Ghul?"Dan kini, Shanum makin penasaran. Bagaimana jika Ozkhan dan Numa tidak tahu menahu mengenai putri mereka? Bukankah hal itu akan merugikan Ghul?Shanum meraup wajah serta membuang napas kasar—merasa frustrasi. Dia sungguh ingin memberi tahu Ozkhan dan Numa, tetapi dia tidak tahu—bagaimana cara mengatakannya. Shanum takut apabila kedua orang itu tidak memercayainya."Apa aku harus memastikannya sekali lagi agar aku tidak dikira bicara omong kosong? Ya. Mungkin aku harus menguji Ghul sekali lagi supaya aku bisa
Ajakan Numa pada Shanum rupanya sungguh-sungguh. Selesai dengan urusan gaun, istri Ozkhan itu membawa Shanum ke rumah.Rumah bergaya klasik Eropa dengan tiga lantai itu membuat Shanum sempat ternganga karena takjub. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki ke rumah pribadi atasannya.'Rumah Tuan Ozkhan indah sekali dan sangat besar.' Shanum membatin sambil melangkah memasuki area pintu utama.Pandangan perempuan itu terus mengedar ke seluruh penjuru rumah bercat putih gading. Ada beberapa pria berjas hitam yang berseliweran di sana. Shanum mengira jika orang-orang tersebut merupakan penjaga yang sedang bertugas."Shanum," tegur Numa."Ya?" Shanum menyudahi ketakjubannya untuk sementara.Di hadapan Shanum saat ini sudah ada dua orang pelayan yang berdiri di depan pintu, yang ukurannya sangat tinggi dan kokoh. Dia mengerjap lantaran seperti sedang disambut di sebuah hotel mewah."Ayo masuk," ajak Numa, memegang sekilas pundak Shanum lalu menuntunnya untuk masuk.Kaki Shanum melangk
"Bagaimana kabar ibumu, Shanum?" tanya Numa, setelah beberapa waktu lalu Shanum tiba, kemudian duduk di hadapannya.Istri dari Ozkhan itu sengaja menyewa ruang privasi di restoran tersebut, lantaran tidak ingin ada seseorang yang melihat keberadaannya di tempat ini. Terutama orang-orang yang tidak menyukainya."Ibu saya baik-baik saja, Nyonya. Meski masih harus dalam perawatan dan pengawasan," jawab Shanum, dengan nada bicara terbilang santai, kendati dadanya tak berhenti berdebar.Berada di situasi yang sudah menjadi keputusannya, membuat Shanum mau tak mau harus menjalaninya tanpa menimbulkan kecurigaan. Numa adalah istri dari pria yang disukai oleh Shanum."Memang ibumu sakit apa, Shanum? Kenapa membutuhkan pengawasan dan perawatan?" Numa nampak penasaran dengan kondisi ibunya Shanum."Ibu saya menderita demensia, Nyonya. Dan untuk sekarang ibu saya terpaksa saya rawat di panti jompo," ungkap Shanum, yang rautnya mendadak murung.Numa pun buru-buru memegang tangan Shanum yang berad
'Selama ini saya hanya boneka.'Kalimat tersebut tak berhenti terngiang di telinga Shanum sejak hari itu. Ya, Shanum tak mengira jika Ozkhan dengan mudah dan gamblang menceritakan perihal kehidupannya yang tak seindah di mata orang.Ada banyak hal yang dikorbankan demi semua itu. Jabatan, nama besar, uang dan kekuasaan. Atasannya itu rela mengalah dan berjalan sesuai kehendak ayahnya selama ini.Menjalankan peran sebagai putra kedua dan memegang kendali kerjaan bisnis milik sang ayah. Peranan Ozkhan dalam perusahaan hanyalah sebatas kesepakatan sementara. Tuan Baris memanfaatkan kelemahan Ozkhan yakni Nyonya Jihan agar sang anak menerima kesepakatan yang dia tawarkan.Secara hukum Ozkhan tidak bisa mewarisi harta serta kekayaan ayahnya lantaran statusnya yang lahir di luar nikah. Oleh sebab itu ayahnya yang licik dan picik menggunakan kesempatan tersebut untuk menjadikan Ozkhan Direktur sementara lantaran putra tertuanya tidak memiliki skill dalam dunia bisnis.'Pernikahan saya dan Nu
Sepulang dari kediaman sang mertua, Numa justru tidak langsung kembali ke rumahnya. Malam ini dia benar-benar sedang butuh hiburan karena sikap Ozkhan yang dingin padanya.Numa meminta sopir untuk mengantarnya ke apartemen seseorang yang selama ini menjadi tempat pelampiasannya. Seseorang yang pastinya selalu pandai menghiburnya."Kamu bisa langsung pulang," kata Numa, sambil membuka pintu mobil lalu turun.***"Kamu?" Keenan terpaku mendapati Numa tahu-tahu datang tanpa mengabarinya lebih dulu. Pria itu kebetulan baru saja selesai mandi dan masih mengenakan bathrobe.Aroma sabun menembus penciuman Numa. Wajah segar Keenan yang baru mandi membuat Numa terpesona sejenak. "Boleh aku masuk?" tanyanya."Tentu. Masuklah."Keenan membuka pintu unitnya lebar-lebar—mempersilakan istri Ozkhan itu masuk. Dia mengamati sejenak situasi di lorong tersebut, memastikan tidak ada orang yang melihat Numa mendatanginya. Setelah dirasa aman, Keenan lantas buru-buru menutup pintu unitnya."Kamu sendirian
"Asisten saya sudah mentransfer sejumlah uang yang saya janjikan ke rekeningmu. Saya juga sudah mengurus visa baru untukmu. Kamu bisa meninggalkan negara ini secepatnya."Ozkhan nampak serius berbicara pada seseorang yang dia hubungi satu menit yang lalu. Dia selalu menepati janji pada orang-orang yang bersedia bekerja sama dengannya. Dan kali ini orang suruhannya itu telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Tentunya, Ozkhan wajib memberikan apresiasi untuk hasil yang maksimal dan memuaskan."Terima kasih, Tuan. Senang bekerja sama dengan Anda. Saya akan pergi malam ini ke tempat yang sangat jauh.""Saya harap kamu tidak meninggalkan jejak.""Pasti. Tidak akan ada yang curiga dengan kematian ibu tiri Anda. Saya bisa menjaminnya.""Bagus." Ozkhan menyeringai mendengarnya, lantas buru-buru mengakhiri pembicaraan sebab ada seseorang yang mendekatinya. "Saya tutup teleponnya."Ozkhan memasukkan ponsel ke saku jas, sambil melirik sang ibu yang sudah berada di sampingnya.Nyonya Jihan m