Tepat pukul dua siang, Shanum tiba di sekolah Ghul. Di saat bersamaan, Ghul keluar dengan diantar oleh salah satu guru.Shanum lantas bergegas berlari menghampiri Ghul. "Ghul!" panggilnya sambil melambaikan tangan.Ghul menyeringai melihat Shanum berlari ke arahnya. "Bibi Shanum!""Dia siapa, Ghul?" tanya guru di sebelah Ghul, karena dia takut jika muridnya dijemput oleh seseorang yang tidak dikenal."Itu Bibi Shanum, Mis. Sekretaris ayah Ghul," cicit Ghul, dengan raut semringah.Guru perempuan itu tersenyum, dan merasa lega.Shanum sudah berdiri di hadapan Ghul, lantas mengulurkan tangan—memperkenalkan diri. "Saya Shanum. Nyonya Numa meminta saya menjemput Ghul."Guru itu membalas uluran tangan Shanum, sambil tersenyum. "Silakan. Tadi Ghul sudah mengatakan pada saya.""Terima kasih." Shanum melepas jabatan tangan lebih dulu, kemudian membungkuk dan beralih mengulurkan tangan pada Ghul. "Ayo, Ghul. Kita pulang," ajaknya.Ghul menyeringai lebar, lalu menggenggam tangan Shanum. "Ayo Bib
"Tuan Ozkhan...."Sekujur tubuh Shanum menegang, manakala Ozkhan menatapnya penuh tanya dan tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan, pria itu seakan-akan sedang menguliti Shanum. 'Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya pada Tuan Ozkhan.' Shanum membatin cemas, hingga kedua telapak tangannya saling meremas di depan perut dan terasa sangat dingin. Sedingin tatapan Ozkhan. "Ayah." Panggilan Ghul membuat Ozkhan terkesiap, dan segera mengalihkan perhatian pada putrinya yang sedari tadi memeluk lututnya. Ozkhan tersenyum sambil mengusap kepala Ghul, lalu membungkuk untuk mengecup puncak kepala putrinya. "Hai mawarku." Diangkatnya tubuh mungil Ghul ke gendongan lalu menciumi pipinya yang memerah. Ghul terkekeh geli karena bulu-bulu halus di rahang sang ayah mengenai kulitnya. Melihat pemandangan interaksi ayah dan anak di hadapan, membuat hati Shanum menghangat. Tawa Ghul seolah mencairkan suasana yang beberapa waktu lalu menegang. "Ghul!" Suara Numa terdengar dari kejauhan. Bola mat
Berada dalam situasi semacam ini sungguh tak pernah sekalipun terlintas di kepala Shanum. Bayangkan saja, dia dipaksa oleh keadaan untuk satu mobil dengan lelaki yang dia sukai, beserta istri sahnya dan putrinya.Perasaan Shanum campur aduk. Di satu sisi dia canggung setengah mati, di sisi lain dia bisa memandang Ozkhan dari jarak sedekat ini, tetapi tidak bisa dia gapai lantaran ada jarak tak kasat mata yang menghalangi.Kerinduan Shanum terobati, meski dia tidak bisa bebas mengungkapkannya pada Ozkhan. Dengan ini, dia pun bisa melihat dengan jelas—bagaimana interaksi antara atasannya itu dengan istri dan anaknya.Sejauh ini, Shanum berpendapat bahwa sikap Ozkhan lebih hangat pada sang anak ketimbang pada sang istri. Atasannya itu sangat dingin dan datar, padahal Numa sudah berusaha untuk bersikap mesra.Setelah hampir satu jam perjalanan menuju tempat pesta, akhirnya mereka pun tiba. Sopir turun lebih dulu karena dia hendak membukakan pintu untuk Numa. Sementara Ozkhan menyusul turu
Shanum mendatangi aula yang tidak terlalu dipenuhi oleh para tamu undangan, terlihat bingung karena dia mencari keberadaan Ghul. Berbaur dengan orang-orang kaya nampaknya sangat tidak cocok untuknya yang memiliki jiwa introvert. Dia justru merasa tidak nyaman."Nona, sepertinya Nona Ghul sedang bersama Tuan Baris," ucap Hanife, pandangannya mengarah pada Ghul yang sedang bersama kakeknya."Mana?" Manik Shanum mengikuti arah pandang Hanife. "Itu ayahnya Tuan Ozkhan, bukan?" tanyanya, masih memerhatikan interaksi antara Ghul dan Tuan Baris yang menurutnya tidak terlalu buruk. Justru terlihat sekali kalau Tuan Baris menyayangi cucunya itu."Ya."Senyum Shanum terukir melihat Ghul yang nampak begitu akrab dan dekat dengan kakeknya. Ghul terlihat sangat riang.'Tuan Baris sepertinya begitu menyayangi Ghul,' batin Shanum.Akan tetapi, perbedaan menonjol muncul ketika Tuan Ahmed datang. Pria bertongkat itu terlihat tak acuh pada Ghul yang jelas-jelas ada di depan mata."Kenapa aku merasa kal
"Kamu serius? Lalu, apakah pelakunya sudah diproses hukum?" Terselip rasa sesal di hati Ozkhan karena tidak maksimal dalam membantu perempuan yang dia tolong pada hari itu. Seharusnya, dia bisa menunggu sampai korban pulih. Namun, karena urusan yang begitu mendesak, Ozkhan pun belum sempat melihat si korban tersebut secara langsung. Malam itu dia pergi terburu-buru, lalu menyerahkan si korban kecelakaan tersebut pada Hakkan. "Yang aku dengar tidak, karena korban sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi sebelum dia mengalami kecelakaan. Dia hanya mengingat kalau mobil yang dikendarainya mengalami rem blong. Karena itu polisi tidak bisa menindaklanjuti kasusnya," papar Hakkan."Keluarganya? Ke mana keluarganya? Seharusnya salah satu keluarganya yang mengupayakan supaya pelaku bisa dihukum berat." Raut Ozkhan nampak geram setelah mendengar pemaparan Hakkan. Seandainya saja dia bisa kembali bertemu perempuan itu, Ozkhan pasti akan membantunya untuk mengungkap kasus pembunuhan bere
Beberapa saat sebelumnya....Langkah Shanum begitu cepat karena dia sudah tidak tahan dengan desakan buang air kecil. Dia tidak terlalu kesulitan mencari karena sudah tersedia toilet di aula yang kini sedang diadakan pesta."Ah, itu toiletnya."Bergegas Shanum makin mempercepat langkahnya, ketika menemukan tempat tujuannya. Namun, tiba-tiba langkahnya memelan saat terdengar suara seseorang sedang berbincang dari dalam.'Kenapa ada suara pria di toilet khusus wanita?'Awalnya Shanum merasa kesal karena ada seorang pria di dalam toilet khusus wanita. Dan karena hal itu, dia pun terpaksa menunda masuk ke dalam toilet yang nampak sepi itu.Perbincangan di dalamnya lama kelamaan membuat Shanum bergidik—merasa jijik.'Apa yang mereka lakukan di dalam sana? Mereka gila berbuat mesum di tempat umum?' batin Shanum yang sangat merasa kesal lantaran percakapan kedua orang di dalam toilet yang mengarah ke hal-hal mesum.Namun hal yang lebih membuat syok ketika dia baru menyadari satu hal, yakni s
"Sebelum pergi, kamu tidak ingin menemui Ozkhan dulu?" Numa bertanya pada pria yang baru saja memberinya kepuasan yang luar biasa. Usai bercinta di dalam toilet, ibu dari Ghul itu menyempatkan untuk membenahi riasan wajah yang cukup berantakan serta tampilannya yang kacau. Dia memoles lipstik warna merah di bibirnya yang sedikit membengkak akibat ulah lelakinya. Keenan menutup botol obat tetes mata setelah menggunakannya pada sepasang matanya yang selalu memakai lensa kontak. Efek dari penyakit genetik yang diidap sejak lahir, mengharuskan pria tiga puluh delapan tahun itu memakai lensa kontak di waktu-waktu tertentu. Apalagi ketika malam hari dan di acara penting seperti sekarang ini. Pertanyaan Numa barusan tak perlu memerlukan waktu untuk dijawab. "Tentu aku ingin menemuinya. Aku harus mengucapkan selamat pada suami sekaligus temanku, bukan?" Keenan menjawab santai seakan dia tak pernah merasa bersalah sedikit pun pada Ozkhan. Padahal jelas-jelas dia selama ini menjadi selingkuh
Ozkhan kembali bergabung dengan para kerabat seusai menemui Shanum. Saat ini perasaannya sudah jauh lebih tenang setelah mengetahui kondisi perempuan yang dia sayang ternyata baik-baik saja.Berada di pesta ini sebenarnya membuat Ozkhan merasa sangat bosan. Jujur dia merasa lelah karena baru saja kembali dari perjalanan bisnis. Keinginan untuk bersantai pun harus dikesampingkan terlebih dahulu, gara-gara dia terpaksa menuruti kemauan istrinya yang egois. Ck!"Ayah." Ghul memanggil sang ayah.Ozkhan menoleh ke arah putrinya yang digendong oleh Sira sedang melangkah menghampiri. Bila diperhatikan, Ghul nampaknya sudah lelah dan sepertinya mengantuk. Pria itu lantas memilih undur dari percakapan dengan kerabatnya, lalu mendekat pada Ghul."Ada apa, Sayang?" tanya Ozkhan, mengambil alih Ghul dari gendongan Sira ke tangannya. Dia menggendong putrinya, mengusap-usap punggung Ghul dengan lembut. "Kamu mengantuk?"Ozkhan menebak sebab Ghul tidak menjawab dan nampak sudah tidak memiliki energi
Pedro tak berhenti berupaya untuk menghindari kejaran mobil yang dia sangka Keenan dan Numa, dengan mempercepat laju mobil yang dikendarainya. Belum lagi mobil lain yang turut mengejar. Ketiga mobil tersebut saling berkejaran di jalanan yang lengang dan sepi. Sementara itu di kursi penumpang, seseorang yang menjadi target sedang dalam keadaan takut serta panik. Shanum nampak terlihat sangat gusar sekaligus cemas. Dia tidak mengerti—kenapa tiba-tiba ada yang mengikutinya sampai senekat ini. "Pedro sebenarnya siapa mereka? Kenapa mereka mengejar kita?" tanya Shanum yang sudah tidak bisa menahan diri sebab situasi, yang kian mengkhawatirkan. Pedro menoleh ke belakang sekilas, lalu berkata dengan ragu, "Sepertinya mereka itu Tuan Keenan dan Nyonya Numa, Shanum." Bola mata Shanum seketika membelalak. "A-apa? Jadi, yang di dalam mobil itu nyonya Numa?" Sejurus kemudian Shanum menoleh ke belakang untuk sekadar memastikan. Beruntung kaca mobil yang dibeli Ozkhan cukup gelap dan tidak tem
Di sebuah apartemen~Sepasang kekasih tengah mengadu kasih di sebuah kamar apartemen mewah bercahaya temaram. Terlihat sang wanita lebih dominan dalam permainan panas tersebut. "Oh, Keenan ...." Numa melenguh panjang seiring klimaks yang dia raih begitu terasa nikmat luar biasa. Tubuh langsing itu ambruk di dada bidang lelakinya disertai deru napas memburu dan bersahutan. Keenan menyeringai setelah dia pun mendapat kepuasan dari wanitanya yang datang mendadak tanpa mengabari terlebih dahulu. Dia mengecup puncak kepala Numa, sambil mengusap-usap punggung telanjang berpeluh itu. Sejenak keduanya saling meresapi sisa-sisa kenikmatan dalam diam. Keenan membiarkan Numa terkulai di atas dadanya. Namun, keheningan tersebut tak berlangsung lama sebab tiba-tiba dering ponsel menggema. Numa yang hapal dengan dering ponsel miliknya bergegas menoleh pada nakas, lalu dia meraih benda pipih itu. Nama si pemanggil membuat perempuan itu lekas menjawab panggilan tersebut. "Halo? Ada apa?" Numa
"Ada keperluan apa kamu ke tempat kantor saya?"Ozkhan langsung pada intinya ketika sosok pria tak tahu malu, yang dua bulan lalu tega menjual istrinya sendiri pada pria lain sudah berdiri di hadapan. Kedatangan Orhan ke tempat ini pastinya menimbulkan rasa ketidaksukaan di diri Ozkhan. Apalagi, lelaki itu dengan percaya dirinya mencari Shanum, yang jelas-jelas belum bisa ditemui dengan sesuka hati. "Maaf, kalau kedatangan saya sudah mengganggu Anda, Tuan ... Ozkhan," kata Orhan setelah cukup puas memerhatikan suasana di dalam ruangan Ozkhan, yang menurutnya sangat luas dan mewah. Orhan lantas tersenyum tipis sekilas, melirik Emir yang setia berdiri di pintu ruangan itu. Kemudian, Orhan beralih pada Ozkhan yang sedari tadi memasang raut tak suka. Gerak-gerik Orhan membuat Ozkhan makin jengah, dan tak betah berlama-lama. Dia harus mengingatkan lelaki tak tahu diri ini sekali lagi—mengenai kesepakatan yang sudah dia setujui dua bulan lalu. "Kalau tujuan kamu datang ke sini untuk me
"Apa kamu yakin kalau itu plat nomor mobil baru suami saya?" tanya Numa yang saat ini sedang melakukan panggilan telepon, dengan seseorang yang dia sewa untuk mencari tahu keberadaan mobil Ozkhan yang baru."Saya cukup yakin, Nyonya."Belum reda rasa panas akibat menahan kesal lantaran sang suami diam-diam membeli mobil, yang Numa pikir untuknya. Kini dia harus menelan kenyataan—jika Ozkhan benar-benar memiliki seseorang yang spesial.Numa mendapat alamat apartemen yang dibeli Ozkhan dari temannya. Dan yang sangat mengejutkan ialah apartemen tersebut sudah dihuni oleh seseorang. Mobil yang dibeli Ozkhan pun ada di basement gedung itu. "Fotokan dan kirimkan secepatnya ke saya," titah Numa, sambil memijat pelipis yang tidak berhenti berdenyut sejak tadi malam. "Baik, Nyonya."Panggilan diputus lebih dulu oleh Numa, kemudian selang beberapa detik sebuah pesan bergambar masuk. Numa bergegas membuka foto yang dia minta pada orang suruhannya.Ketika melihat penampakan foto mobil yang terp
Malam ini lagi-lagi Ozkhan pergi dari rumah setelah berdebat panjang dengan Numa. Dia tidak akan bisa dan tidak pernah betah jika berlama-lama berada di satu ruangan, dengan perempuan yang sudah terlalu banyak membohonginya. Dengan kata lain Ozkhan sudah muak dengan istrinya itu. Hanya di tempat inilah dia merasa tenang dan damai. Hanya di sisi perempuan inilah Ozkhan bisa menjadi diri sendiri. Siapa lagi kalau bukan—Shanum. Shanum satu-satunya seseorang yang kini menjadi tempat tujuan Ozkhan pulang. Beberapa menit yang lalu, di kamar bercahaya temaram ini, Ozkhan duduk di tepi ranjang sambil memandangi wajah damai wanita kesayangannya yang sedang terlelap. Sengaja dia tidak membangunkan Shanum agar dia bisa berlama-lama menatap wajah wanitanya yang begitu cantik, kemudian memberinya kecupan di kening. Entah mengapa, bila memandang wajah Shanum yang teduh dan menenangkan dapat membuat Ozkhan melupakan segala masalahnya. "Saya sangat menyayangi kamu, Shanum. Saya ingin kamu tetap
Numa berdeham, menelan ludah lalu bertanya, "Ozkhan, apa benar kamu membeli apartemen dan mobil baru?" Perhatian Ozkhan sontak teralihkan karena pertanyaan Numa. Pria itu menatap sang istri dengan sorot penuh makna. Raut datarnya tak menampakkan ekspresi sedikit pun. Dalam hal ini Ozkhan perlu berhati-hati memberi jawaban, sebab ada sangkut pautnya dengan Shanum. Namun, Ozkhan sudah bisa menebak jika hal ini akan terjadi. Pasalnya, dia membeli mobil tersebut di showroom milik suami dari teman dekat Numa. Lalu apartemen, dia membelinya dari salah satu partner bisnisnya. Ozkhan menghela, seraya memicing sepasang mata, dia berkata, "Apa sekarang kamu sedang menginterogasiku?"Numa mengerjap gugup, terlihat jelas di sini justru dia yang terpojok. Alih-alih menjawab, suaminya ini malah bertanya balik. Lantas, Numa harus menjawab apa, agar Ozkhan tidak tersinggung? "A-aku tidak bermaksud demikian, Ozkhan. Aku hanya ingin memastikan saja," jawab Numa hati-hati. Selanjutnya dia menggigit
[Malam ini saya berencana pulang ke rumah. Saya sudah meminta Elis untuk menemani kamu, di apartemen. Kamu tidak keberatan 'kan?]Sederet pesan singkat dari Ozkhan, membuat Shanum tersenyum lega. Pasalnya, dia sama sekali tidak merasa keberatan dengan rencana atasannya itu. Shanum justru senang karena Ozkhan memilih pulang malam ini. [Tidak masalah, Tuan. Saya justru senang karena saya yakin Ghul juga merasa sangat senang bertemu ayahnya malam ini.] Pesan balasan segera dikirim Shanum.. Sementara dia bergegas keluar kamar untuk menemui Elis yang sedang berada di ruang tamu. "Elis," panggil Shanum, menghampiri Elis yang langsung menoleh ke arahnya. "Ya, ada apa?" tanya Elis. Shanum duduk di samping Elis. "Kamu sudah dapat pesan dari Tuan Ozkhan, bukan?" Elis mengangguk. "Sudah. Malam ini aku menginap di sini." "Baguslah. Temani aku di sini. Kamu bisa tidur di kamar itu." Telunjuk Shanum mengarah pada kamar kosong yang bersebelahan dengan kamarnya. Pandangan Elis tertuju pada ka
Ditinggal libur selama beberapa hari untuk merawat Shanum, nyatanya tidak membuat Ozkhan keteteran dengan pekerjaannya. Selama ada Emir dan bawahan lainya, Ozkhan hanya menerima beres. Usaha Ozkhan pun membuahkan hasil. Calon investor dari Dubai memberikan kabar yang sudah tiga hari ini dia tunggu-tunggu. Impiannya yang ingin membangun sebuah resort mewah sebentar lagi akan terwujud. "Akhirnya, aku bisa mewujudkan proyek besar ini." Tak henti-hentinya Ozkhan bersyukur, sejak satu jam yang lalu setelah menerima email dari Tuan Malik—investor yang dia temui secara tidak sengaja di Dubai tempo hari. "Tidak sia-sia aku berangkat ke sana." Waktu perjalanan bisnis tempo hari, niat Ozkhan mendatangi beberapa investor yang selama ini mendukung perusahaan sang ayah untuk memperpanjang kontrak kerja sama. Namun, secara tidak sengaja dia diperkenalkan dengan Tuan Malik di jamuan makan malam. Sebagai seorang pengusaha yang berniat merintis bisnis sendiri, Ozkhan tentu tak menyia-nyiakan kes
Keesokan paginya...Ozkhan yang hari ini berniat menyudahi liburnya sedang bersiap untuk berangkat ke kantor. Pria itu berdiri menghadap standing mirror sambil mengancing kancing lengan kemeja putihnya. "Mau saya bantu memakaikan dasi, Tuan?" tanya Shanum yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri. Perempuan yang hanya mengenakan bathrobe dan rambut basahnya dibungkus handuk melangkah mendekati Ozkhan. "Dengan senang hati." Lengan Ozkhan langsung meraih pinggang Shanum supaya lebih merapat padanya. Sementara tangannya yang bebas meraih dasi warna netral yang tergeletak di meja rias.Shanum mengambil kain panjang berwarna netral itu dari tangan Ozkhan, kemudian mulai memasangnya di leher sang atasan yang memandangnya dengan tatapan memuja.Berada seintim ini dengan Ozkhan mulai membuat Shanum terbiasa. Perempuan itu tak lagi merasa canggung mau pun sungkan semenjak Ozkhan memberinya perhatian yang berlimpah serta kasih sayang yang begitu tulus. "Selesai." Sha